Inkonsistensi Presiden Jokowi
Pemimpin Boneka seringkali diasosiasikan untuk pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
SOLITUDINEM faciunt pacem appellant (mereka menciptakan kehancuran dan menyebutnya perdamaian).
Seorang mahasiswa semester 4 jurusan ekonomi, dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Semarang, masuk di pertemuan diskusi Kajian Politik Merah Putih, tidak seperti biasanya tergopoh-gopoh yang menampakkan rasa jenggel (marah) dengan raut muka bersungut-sungut langsung nerocos mengomentari “Jokowi - Jokowi mengulangi lagi sikap inkonsistensi ucapannya dalam forum Musyawarah Rakyat. Gila Dia, ngawur Dia”.
“Teman teman tahu nggak, Om Jokowi belum kering lidah liurnya mengatakan bahwa, “ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode, ada tiga - ingin menampar muka saya, ingin cari muka padahal saya sudah punya muka tembok, ingin menjerumuskan saya, itu saja” ternyata hanya Lip Service”.
Langsung disergap oleh teman yang lain “ayo kita bahas bantu pikiran teman kita agar tidak stress, dengan nada serius disertai gelak tawa banyak teman lainnnya, tanda setuju”.
Sejak Rakernas V Projo yang mengambil tema Haluan Baru Projo Menuju 2024 yang berlangsung di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngargogondo, Kecamatan Borobudur hingga 22 Mei 2022 lalu, rangkaian rakernas diawali dengan bakti sosial.
Sikap Jokowi sudah berubah, dia diplomasi sangat polos dan mudah ditebak jalan pikiran yang muncul dari alam bawah sadarnya – yang membuka tabir sikapnya yang memang selalu tidak konsisten antara ucapan dan realitasnya, tentang keinginannya perpanjangan jabatan dan atau ingin jabatan untuk tiga periode.
Dalam forum Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang digelar di gedung Youth Center, Sport Center, Arcamanik, Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (28/8/2022), Jokowi mengulang kembali pernyataan tersebut.
Mengulang kembali seperti yang pernah disampaikan dalam forum pertemuan Projo di Magelang bahwasannya “Jokowi Bolehkan Wacana Presiden 3 Periode Bergulir”. Presiden RI Joko Widodo blak-blakan tak melarang wacana presiden menjabat tiga periode bergulir. Hal itu ia ungkapkan merespons dukungan yang dilontarkan para pendukungnya
“Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya. Jokowi mengeklaim bahwasanya mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi.
Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri.
“Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai," ungkapnya. "Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong 'ganti presiden' kan juga boleh, ya enggak? 'Jokowi mundur' kan juga boleh,” kata Jokowi.
“Sekali lagi. Saya akan selalu taat pada konstitusi dan kehendak rakyat,” lanjut Jokowi disambut tepuk tangan para pendukung.
Dari pantauan di atas diskusi kajian Merah Putih tidak sulit untuk mengambil kesimpulan politik bahwa Jokowi:
- Sejak awal memimpin negara ini kebohongan ada watak yang sudah melekat ada kepribadiannya.
- Selalu akan menampilkan sikap inkonsisten untuk semua masalah dalam proses pemerintahan yang seharusnya bersikap jujur kepada rakyatnya.
- Kepribadian yang sangat labil karena tidak memiliki kepribadian yang utuh bahkan terkesan pecah kepribadiannya.
- Selalu menampilkan dan menampakkan yang diucapkan dan dilakukan atas remot kekuatan dan kekuasan di luar dirinya.
- Sadar atau tidak sikap otoritarian mulai nampak pada pola kepemimpinannya.
- Tidak menyadari kerusakan negara dan carut-marut kelola negara semua bersumber dari dirinya, dari kepribadian yang labil, kapasitas dan kemampuan yang minimalis.
Mobilisasi masa dengan kemasan Musra tidak ada beda massanya dengan massa Pro Jokowi (Projo) yang telah berlangsung di Magelang. Makna Politik mereka yang mengemas mereka, yang mengatur isinya, dan mereka sendiri yang menjawab, dan mereka sendiri yang akan jualan isunya.
Sebagai bahan Testing on the water dalam rimba belantara politik itu adalah untuk mengetahui reaksi masyarakat, ketika sang penguasa dalam keraguan akan ambil kebijakan.
Mereka akan mengirim pesan untuk masyarakat luas bahwa Jokowi memang membutuhkan amandemen UUD 2002 untuk merubah pasal bisa maju untuk 3 periode dengan keyakinan Oligarki full back up apapun yang dibutuhkan.
Tidak peduli adanya serangan bahwa dirinya telah sedang melakukan kudeta konstitusi. Fokusnya adalah adanya bahaya politik yang sangat besar kalau perpanjangan masa jabatan atau nambah jabatan untuk 3 periode.
Pemimpin Boneka seringkali diasosiasikan untuk pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara.
Diskusi kajian Merah Putih diakhiri dengan kesepakan masalah di atas untuk dilanjutkan mencari alternatif tindakan perlawanan melalui kajian lanjut di kampusnya masing-masing. (*)