Jika Ada Sidang Rakyat, Rocky: Mahkamah Konstitusi yang Pertama Kali Ditawur Rakyat

Jakarta, FNN – Dalam beberapa hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan akrobat hukum yang kental nuansa politiknya.  Setelah memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 menjadi 5 tahun, MK kini tengah disorot karena bakal mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka ke sistem proporsional tertutup.  Jika hal ini benar terjadi maka akan memicu chaos sebagaimana dikhawatirkan oleh mantan Presiden Soesilo Bambag Yudhoyono (SBY).

Menanggapi hal itu pengamat politik Rocky Gerung mensinyalir bahwa demokrasi saat ini sedang dibajak menjadi nomokrasi atau bahkan MKtokrasi. Perpanjangan masa jabatan pimpinana KPK di tengah legitimasi yang rendah oleh MK menunjukkan bahwa lembaga ini bukan bekerja untuk Negara, akan tetapi untuk Kepala Negara.

“Yang pertama harus diingat bahwa MK dirancang sebagai peralatan negara, bukan peralatan Kepala Negara. Itu intinya. Sekarang yang kita lihat MK disuruh-suruh saja oleh Kepala Negara, karena proses yang sejak awal kecurigaan kita, ada pembicaraan makan malam antara ketua MK dan Presiden Jokowi karena ikatan perkawinan. Itu buruknya,” katanya dalam kanala YouTube Refly Harun, Senin (29/05/2023).

Rocky mengingatkan agar MK di akhir masa tugasnya tidak membuat keputusan yang kontroversial apalagi merusak demokrasi.

“Kita ingin ingatkan bahwa MK jangan sampai di akhir masa jabatannhya itu dinilai sebagai perusak demokrasi. Itu yang kita bahas.  MK ini betul-betul menghina akal sehat. Jadi sebetulnya kalau ada persidangan rakyat , yang harus dibubarkan perttama kali adalah MK, karena MK membatalkan kedulatan rakyat. Itu intinya,” tegas Rocky.

Isu ini heboh lantaran sebelumnya ahli hukum Tata Negara Denny Indrayana mengaku mendapat informasi penting terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/5).

Berdasarkan info yang diterimanya, enam hakim MK akan setuju untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup. Sementara, tiga hakim lain akan menyatakan dissenting opinion. Denny memastikan informasi tersebut bersumber dari orang yang kredibel.

Mantan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga ikut prihatin atas perubahan sistem tersebut. SBY berpendapat, perubahan sistem yang terjadi saat proses pemilu sudah dimulai akan menjadi isu yang besar dalam dunia politik di Indonesia. Presiden RI ke-6 itu mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu kepada MK.

“Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai,” tulis SBY di Twitter, Minggu. “Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik,” sambungnya.

SBY juga mempertanyakan terkait apakah sistem proporsional terbuka yang saat ini berlaku bertentangan dengan konstitusi. Tak hanya itu, SBY juga menegaskan wewenang MK yang bukan menentukan sistem mana yang paling tepat untuk Indonesia. Menurutnya, apabila MK tidak memiliki alasan yang kuat terkait perubahan sistem pemilu dijalankan, maka publik akan sulit menerimanya. Dia juga mengatakan bahwa mayoritas partai politik akan menolak perubahan sistem tersebut.

 “Saya yakin, dlm menyusun DCS, Parpol & Caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka. Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU & Parpol harus siap kelola “krisis” ini,” tegasnya.

Untuk itu, SBY berpendapat agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan menggunakan sistem proporsional terbuka. Perubahan sistem dapat dilakukan setelah Pemilu 2024 digelar. Isu ini pertama kali disampaikan oleh ahli hukum tata negara, Denny Indrayana, melalui akun Twitternya, Minggu (28/5/2023). Dia menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perubahan sistem pemilu tersebut.

 “Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny di Twitter, Minggu. Sebelumnya, delapan partai di parlemen menolak dikembalikannya lagi sistem proporsional tertutup. Kedelapan partai di DPR itu yakni Partai Gerindra, Golkar, Demokrat, Nasdem, PKB, PKS, PPP, dan PAN.  Hanya satu partai yang mendukung wacana itu yakni PDI-P. (sof)

353

Related Post