Jutaan Orang Demo Tolak Kenaikan BBM, Pemerintah Betul-Betul Beringas, Nggak Bisa Lihat Orang Punya Alternatif

Demo kenaikan harga BBM di Jakarta mulai ricuh.

PENGAMAT politik Rocky Gerung mengatakan, hukum-hukum sejarah itu selalu membawa kita pada satu titik jumpa, yaitu titik kerusakan institusi negara, sekaligus bangkitnya kesadaran tentang keadilan sosial.

“Yang jadi soal tersebut adalah ketidakpercayaan yang sudah maksimal pada pemerintah karena mempermainkan isu,” kata Presiden Akal Sehat Indonesia itu. “Intinya kan hak hidup orang itu diambil lalu dipindahkan,” lanjutnya.

Menurut penilaian Rocky Gerung, “Ini betul-betul bringas pemerintah, nggak bisa lihat orang punya alternatif. Sebetulnya pemerintah itu menyimpan cash untuk main politik, karena cash yang diberikan pada rakyat cukup dengan 21 triliun,” tegasnya.

“Jadi, tetap kita nilai, bukan dari segi politik lagi, tapi dari segi hakikat etik dari sebuah kekuasaan yang tidak paham tentang konstitusi itu,” lanjutnya kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam dialognya di Kanal Rocky Gerung Official, Senin (5/9/2022).

Berikut ini petikan dialog lengkapnya.

Halo Bung Rocky, kita ketemu pada hari Senin. Ini hari kerja pertama ketika kenaikan harga BBM, lebih karena kemarin pada akhir pekan diharapkan. Jadi reaksinya memang (kurang-red), kan diharapkan reda sebentar karena ada Sabtu dan Minggu akhir pekan.

Tetapi, di beberapa daerah walaupun akhir pekan, tetap saja unjuk rasanya berjalan, terutama di Makasar. Kita lihat ban-ban dibakar di beberapa daerah, di Gorontalo, bahkan. Ini hampir meluas dan saya lihat ini besok sudah diantisipasi juga, terutama di Jakarta.

Polda sudah mulai membuat semacam surat edaran tentang kemungkinan besok ada unjuk rasa dari berbagai elemen. Biasanya yang unjuk rasa adalah buruh, BEM, tapi PMII juga sudah bikin edaran besok mau menggeruduk Istana.

Saya kira ini menarik dan di tengah situasi itu kemarin ketemu antara Ketua Umum PBNU dengan Ketua PP Muhammadiyah. Alasannya silaturahim. Tetapi, saya kira bagaimanapun kita lihat bahwa ada eskalasi akibat kenaikan harga BBM.

Ya, itu kita akhirnya berjumpa dengan black-black Monday, yang sudah kita tunggu sebetulnya. Bukan kita inginkan tapi memang pasti terjadi. Kan selalu hukum-hukum sejarah itu membawa kita pada satu titik jumpa itu, yaitu titik kerusakan institusi negara, sekaligus bangkitnya kesadaran tentang keadilan sosial.

Yang lebih penting sebetulnya bukan lagi sekedar debat data, ini demi rakyat subsidinya begini, kalau enggak akan bangkrut dan sebagainya. Itu bukan lagi soal. Yang jadi soal kini adalah ketidakpercayaan yang sudah maksimal pada pemerintah karena mempermainkan isu.

Dalam seminggu ini juga orang tegang-tegangan. Tapi, kalau kita masih ingin mencari solusinya, tentu ya sudah, orang menganggap, ya solusinya percepat perubahan politik. Kan akhirnya itu. Karena orang sudah bosen dengan isu ini itu, solusinya masih bisa masih nggak.

Tapi tetap saja orang anggap bahwa pemerintah yang pelit, pemerintah yang enggak mau berkorban untuk rakyat dan hanya ingin memanjakan dirinya melalui monumen-monumen yang nggak ada gunanya. Kereta cepat buat apa? Ibukota baru buat apa?

Jadi, jika kemudian ditemukan satu formulasi bahwa pemerintah menemukan formulasi bahwa demi legacy ini, demi kemewahan itu, demi infrastruktur itu, demi mercusuar itu, maka rakyat dikorbankan, tentu dia sudah siapin cara untuk membujuk rakyat yang disebut BLT.

Tapi, dari logika kita, kalau masuk akal jadi BLT itu adalah semacam oksigen setelah orangnya dicekik. Kan begitu sebetulnya. Sudah dicekik, tidak bisa napas, dikasih oksigen.

Di situ pemerintah curangnya. Kan mustinya kalau desain konstitusi kita jelas bahwa hak rakyat itu harus dipenuhi lebih dahulu karena memang negara itu dari alam-alam yang berlimpah, semua komoditas yang ada itu kan punya negara, itu punya rakyat yang diusung oleh negara. Jadi terlihat bahwa negara nggak paham bahwa itu hak rakyat. Dibalikin dulu pada rakyat.

Baru pemerintah boleh pamer-pamer apa yang ingin dia tinggalkan sebagai prestasi kita. Jadi, kalau dianggap bahwa berhemat buat bikin ibukota baru, ibu kota baru itu bukan untuk rakyat, itu untuk siapa yang peduli dengan prestasi Pak Jokowi, tuh. Kan itu intinya.

Jadi, sekali lagi, gerakan mahasiswa akhirnya paham itu. Ini saya sudah ada sekitar 30 undangan orasi di kampus-kampus. Karena ini satu prasyaratnya untuk melakukan perubahan politik total yang orang sebut sebagai sosial Andreas, dulu kita sebut sebagai people power, yang kemudian dilecehkan oleh para buzzer.

Sekarang buzzer-nya mau ngapain kalau keadaan sudah begini? Mereka pasti ikut juga. Jadi apa yang harus mereka peroleh kalau pemerintah sudah bilang dia nggak punya lagi sebut saja cadangan untuk subsidi, termasuk subsidi buzzer sebetulnya kan?

Jadi, buzzer yang paling menderita, tapi sok jagoan gitu. Mereka tidak pernah berpikir bahwa mahasiswa itu diam-diam mereka sudah pelajari watak dari konstitusi. Konstitusi mengatakan bahwa peliharalah kehidupan bernegara itu dengan memanfaatkan sumber daya alam yang adalah milik rakyat.

Itu dasarnya. Jadi bukan seolah-olah pemerintah kasih subsidi lalu kita merasa negara baik betul. La itu punya kita kok. Jadi itu sebetulnya yang akhirnya dipahami oleh mahasiswa. Ini yang lebih penting. Karena itu, didorong nggak didorong pasti mahasiswa akan demonstrasi.

Dan itu akan bergerak. Tetapi Makassar selalu lebih dahulu dan hari ini ada demo di Makasar, di Kendari, di Gorontalo, di beberapa kota juga tuh. Itu yang kita sebut dulu berkali-kali dalam beberapa minggu yang lalu bahwa pasti akan terjadi gerakan karena ini menyangkut ekspektasi terhadap hidup.

Jadi, begitu pemerintah bilang BLT itu artinya kemiskinan sudah terjadi. Buruknya, pemerintah menganggap bahwa untuk mencegah kebijakan yang akan memberatkan rakyat, kami kasih BLT. Sudah tahu memberatkan rakyat ngapain diambil kebijakannya. Ini dungunya di situ kan?

Jadi, sebetulnya banyak hal yang dengan logika sederhana kita tahu bahwa kita sedang dicekik, lalu dibujuk dengan BLT. Kenapa dicekik? Supaya kita mudah untuk disuap. Kan begitu.

Tapi kan masalahnya sekarang data BLT tidak menjangkau semua orang yang kehabisan oksigen tadi. Kan yang kehabisan oksigen itu dengan naiknya harga BBM ini meluas. Jelas sopir-sopir ojek, sopir angkutan, semua jelas langsung akan terkena.

Jelas para pedagang kaki lima kelas bawah dan sebagainya yang harga-harga naik semua dia mau menjual ke konsumennya juga susah karena bagaimana mungkin mereka menaikkan harga konsumennya juga sekarang kesulitan hidupnya.

Jadi, ini menumpuk dan ini ketemu persoalannya di tengah situasi yang kita lihat sekarang orang betul-betul di media sosial setiap hari pamer kekayaan, terutama yang sekarang disorot polisi. Tapi ini soal anggota DPRD dan yang lain tinggal menunggu waktu saja itu disorot oleh publik.

Ini multiplier effect dari pencabutan subsidi pasti ke mana-mana. Kan kita nggak bisa dapat argumen yang sound, yang masuk akal dari pemerintah. Apa argumennya? Kan kita nggak dapat keterangan alasan bahwa subsidi harus dicabut.

Jadi itu yang menyebabkan semua orang akhirnya marah dan kemarahan itu ya nggak bisa dicegah lagi kan. Kalau misalnya pemerintah masih berupaya untuk membujuk, mau dibujuk dengan apa? Dan intinya kan hak hidup orang itu diambil lalu dipindahkan. Lo kok subsidi dipindahkan?

Apa poin dari memindahkan subsidi itu, dicabut dari BBM dipindahkan melalui BLT. Dua-duanya adalah hak kita sebagai rakyat untuk menikmati hasil minyak bumi, hasil batubara, sawit segala macam. Kan begitu cara melihat public policy.

Lain kalau kita betul-betul negara super liberal, ya sudah itu suka-suka saja. Biarkan pasar bekerja. Bahkan, ketika pasar sedang bekerja pun pemerintah ganggu kan.

Pasar bekerja dengan memperlihatkan komunitas yang sama dengan harga lebih murah, yang bukan dihasilkan oleh Indonesia, itu swasta yang bikin, Vivo yang bukan disubsidi oleh pemerintah. Nggak disubsidi, kenapa disuruh naikin harga kan? 

Ini betul-betul bringas pemerintah, nggak bisa lihat orang punya alternatif. Nanti dianggap itu enggak nasionalis kalau beli lebih dari swasta yang non Pertamina. Lo justru swasta yang non-Pertamina yang menjamin keadilan sosial dengan harganya yang rendah.

Jadi, bagian-bagian ini yang membuat akhirnya kita anggap bahwa pasal 33 itu akhirnya berubah menjadi etatisme, negaraisme, negara mau ambil semua kekayaan. Padahal kita dijamin oleh keadilan sosial, oleh kemanusiaan yang adil dan beradab.

Jadi, pengetahuan ini tanpa perlu backup data emak-emak ngerti. Emak-emak akan seluruh anak-anaknya itu mahasiswa demo. Kira-kira begitu. Atau nggak disuruh pun mahasiswa merasa ini kesempatan untuk memulihkan kembali hak mahasiswa untuk berdemo.

Iya itu. Kok bisa ada satu POM bensin yang kebanjiran konsumen, yaitu Vivo, ketika tahu, harga di tengah pemerintah menaikkan dia malah menurunkan harganya. Kemudian diumumkan bahwa mereka akan menaikkan harga. Tapi orang paham pasti ini ada campur tangan dari pemerintah. Sebenarnya kan nggak boleh dalam soal semacam ini justru ditutup alternatif oleh pemerintah.

Itu Dirjen Migas mengatur-ngatur pasar kan. Kalau Jokowi mungkin yang menyampaikan mungkin masih masuk akal. Migas ada urusan apa? Jangan-jangan lama-lama entar semua hal yang kita konsumsi dari luar negeri karena memang lebih murah itu disuruh supaya jangan, nanti naikin dulu harganya, baru dijual.

Jadi, kekacauan itu datang dari kepanikan saja. Mungkin dia nggak hitung bahwa nanti ada perusahaan swasta yang justru bisa supply lebih murah. Tapi, sudahlah, itu memang niat jahat itu sebetulnya.

Jadi, kalau ada argumen kita masih bisa pahami, tapi kita tahu pemerintah bilang ya kami ada tiga ratus triliun. Dari mana dapat itu? Ya dari ekspor batubara, ekport sawit segala macam. Itu ekspor dari rumah para menteri, para pejabat, para anggota DPR. Enggak, itu kita ambil dari bumi Indonesia.

Bumi Indonesia punya siapa? Kan begitu. Rakyat tahu bahwa itu diambil dari bumi dia, yang ongkos produksinya sedikit banget lalu dia dapat winfall segala macam, termasuk produksi minyak dalam negeri yang biaya produksinya sangat rendah tapi kenapa musti dinaikkan harganya.

Sebetulnya pemerintah menyimpan cash untuk main politik, karena cash yang diberikan pada rakyat cukup dengan 21 triliun. Kan cuma itu yang diberikan kan? Sementara yang ada di kantong pemerintah yang sebetulnya hak rakyat ada 300 triliun. Buat apa bikin ibukota baru?

Itu berguna nggak buat rakyatnya? Apa gunanya ibukota baru kalau semua orang berkantor di handphone. Itu soalnya. Jadi, tetap kita nilai, bukan dari segi politik lagi tapi dari segi hakikat etik dari sebuah kekuasaan yang tidak paham tentang konstitusi itu. Konstitusi memerintahkan negara untuk melindungi rakyatnya, sekarang dicekik. Begitu tercekik orang bilang oke gua kasih BLT.

Oke, jadi ini tidak terhindarkan. Saya kira yang mulai hari ini mungkin akan ada unjuk rasa-unjuk rasa yang juga bisa terjadi eskalasi, dalam situasi seperti ini, seperti kita selalu mengingatkan, bukan mengompori.

Dalam situasi seperti ini, nanti bisa ketemu tuh, krisis di pemerintahan dan krisis di tengah rakyat, dan terutama tingkat krisis kepercayaan publik yang sangat terhadap pemerintah meskipun ada survei-survei menyatakan bahwa tetap tinggi kepercyaan pemerintah. Saya kira itu hanya placebo effect lah yang disampaikan lembaga survei itu.

Itu akibatnya juga. Lembaga survei musti minta maaflah atau nggak usah minta maaf tapi diem-diem saja buat ubah angkanya. Dia malu juga sekarang kan, baru 2 hari lalu disurvei kepercayaan sudah nggak ada. Jadi, sekali lagi, kita hanya ingin lihat bagaimana cara ini ditangani. Itu pemerintah akan lihat kemampuan dia untuk mengerahkan aparat kekuasaan, polisi terutama.

Padahal, polisi sudah tidak dipercaya. Ini momentum yang nggak pernah dihitung bahwa kalau terjadi social unrest, kerusuhan, siapa yang akan menangani. Itu polisi diuber-uber sama anak STM sekarang. Dan polisi memang lagi rendah moralnya karena pemimpin-pemimpinnya yang lagi bermasalah kan.

Kita ingin ada ketertiban, tapi orang sudah nggak percaya, bagaimana? Lalu presiden bilang, oke kalau gitu kita cabut lagi tuh pernyataan bahwa subsidi dicabut. Jadi kembalikan subsidinya. Tetap orang akan anggap bahwa ini besok dia naikin lagi, di menipu lagi.

Jadi, sudahlah itu lempar handuk sajalah karena semua alasan yang akan dibuat oleh Presiden Jokowi itu dianggap sebagai ya penipu ulung yang sebetulnya sudah ketahuan isinya, tapi masih mau ngelak-ngelak. Kira-kira begitu jalan pikiran publik yang nggak diucapkan. (Ida/sws)

362

Related Post