Keakuan Perlu Disingkirkan Jika Ingin Wujudkan Bendungan Bener
Purworejo, FNN - Ketika keakuan masih menonjol di antara pihak yang pro dan kontra terkait dengan penambangan batu andesit di sebuah bukit di Desa Wadas, Kabupaten Kabupaten Purworejo, keinginan mewujudkan Bendungan Bener pada tahun 2023 kemungkinan kecil terealisasi.
Padahal, manfaat bendungan ini sebagai tempat menyimpan cadangan air, mencegah banjir, dan irigasi. Bahkan, kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pembangunan Bendungan Bener ini kelak dapat mengairi 15.519 hektare sawah.
Keberadaan bendungan ini sekaligus memperkuat posisi Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi andalan lumbung pangan di Indonesia. Dengan harapan, produksi padi di Jateng makin bertambah sehingga memberi kontribusi yang signifikan dalam mewujudkan swasembada pangan di Tanah Air.
Akan tetapi, pada kenyataannya hingga sekarang pembangunan bendungan ini belum sesuai dengan asa meski Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengaku mengawal terus-menerus proses tersebut sejak 2013.
Malah menimbulkan pro dan kontra di antara pemilik lahan terkait dengan rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk pembangunan fondasi Bendungan Bener.
Namun, belakangan ini desa yang berada di bagian tengah Kecamatan Bener atau sekitar 16,2 km dari pusat kota Purworejo dengan waktu tempuh 17 menit ini terpasang spanduk yang membentang di jalan menuju Desa Wadas.
Spanduk itu bertuliskan "Kami warga Desa Wadas cinta damai mengedepankan dialog/musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan warga".
Sebelumnya, warga yang tidak setuju dengan penambangan beralasan karena lahan itu untuk menopang kehidupan keluarga hingga anak cucu kelak.
Sebaliknya, mereka yang setuju pembebasan lahan untuk penambangan berharap kawasan penambangan itu bisa menjadi tempat wisata sehingga bisa meningkatkan ekonomi mereka.
Tidak pelak lagi, rencana penambangan di desa tersebut berlarut-larut sejak 2016, bahkan belum kunjung selesai hingga 2022.
Proyek strategis nasional Bendungan Bener yang ditargetkan selesai 2023 ini terancam molor pembangunannya karena material batu andesit belum tersedia.
Pro dan kontra ini mengundang perhatian sejumlah pihak untuk melihat langsung di lapangan setelah terjadi selisih paham antara petugas keamanan dan sejumlah warga yang kontra terhadap rencana penambangan, 8 Februari lalu.
Selain Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, sejumlah lembaga negara turun langsung ke Desa Wadas, antara lain Komisi III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Tim Kantor Staf Presiden. Mereka ingin mengetahui lebih dalam keterangan dari warga tentang kasus pada tanggal 8 Februari 2022.
Saat proses berlangsung, kata Ganjar Pranowo, kemungkinan informasi tidak tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, pihaknya mengonsolidasikan seluruh kekuatan di Pemprov Jateng untuk melakukan sosialisasi.
Atas dasar itulah, orang nomor 1 di Pemprov Jateng ini selalu membuka ruang komunikasi dan ruang diskusi, baik warga yang setuju maupun yang tidak setuju.
Prosesnya relatif cukup panjang, gugatan cukup banyak, dan bahkan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini harus dilaksanakan.
Itulah kenapa pihaknya membuat tim bersama Kapolda Jateng, BPN, BBWS, dan Bupati Purworejo untuk menyelenggarakan tugas-tugas sesuai dengan apa yang sudah menjadi rencana.
Dari sisi pengadaan lahan dan pembangunan Bendungan Bener, status per November 2021, progres pembayaran mencapai 57,17 persen atau Rp689 miliar.
Disebutkan pula terdapat 1.167 bidang dalam pengajuan pembayaran. Jika ini terbayar, pembayarannya akan menjadi 72,3 persen.
Adapun sisanya 27,7 persen yang belum mendapatkan pembayaran atau penggantian, antara lain karena ada perbaikan dokumen administrasi 3,8 persen, ada proses gugatan perdata status banding ke pengadilan tinggi 2,9 persen, dan ada kendala pengukuran di Desa Wadas 21 persen.
Dari data lahan yang terdampak di Desa Wadas, berdasarkan catatan sementara Ganjar sebelum pengukuran terakhir kemarin, total lahan terdampak 617 bidang, di antaranya 346 bidang sudah setuju, 133 masih menolak, dan sisanya belum memutuskan dan pengukuran lahan hanya warga yang sudah setuju.
Cegah Konflik Berlanjut
Sejumlah warga di Desa Wadas berharap para tokoh Nahdlatul Ulama turun untuk mendamaikan warga yang terbelah dan menjurus konflik sosial antara pihak pro dan kontra penambangan batu andesit.
Wagimin, warga Dusun Kali Gendol, Desa Wadas, menuturkan bahwa kehidupan sosial budaya masyarakat desa setempat mengalami kerusakan dengan adanya pro dan kontra rencana penambangan batu andesit.
Atas rencana penambangan batu andesit, masyarakat setempat terbelah dua. Satu pihak setuju penambangan batu andesit dan pihak lain menentang. Sikap pro dan kontra ternyata menjalar lebih jauh dan menjurus konflik sosial.
Menurut Wagimin, warga pro dan kontra tidak saling tegur sapa. Bahkan, acara keagamaan, sosial, dan budaya dilakukan masing-masing pihak secara sendiri-sendiri.
"Situasinya memang seperti itu, sudah sangat memprihatinkan," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Syawaludin, warga Dusun Beran, terkait dengan kejadian mesin sepeda motor diisi dengan garam dan pasir. Ini tidak lepas dari kedua belah pihak yang kontra dan pro. Perpecahan ini sejak 2016 hingga sekarang ini.
Padahal, kata Koordinator Komunitas Masyarakat Terdampak Desa Wadas (Mata Desa) Emha Saiful Mujab (Gus Ipul), sebelumnya warga Wadas ramah dan guyub.
Disebutkan pula bahwa 100 persen warga Wadas adalah nahdiyin alias warga Nahdlatul Ulama. Sebagaimana nahdiyin, mereka gemar silaturahmi dengan bersama-sama mengikuti kegiatan keagamaan, sosial, dan budaya.
"Ini sungguh berbahaya dan harus dicarikan jalan keluarnya. Perlu digagas untuk mempertemukan pihak pro dan kontra agar kehidupan kemasyarakatan warga Wadas normal kembali seperti sediakala," katanya.
Kekacauan ini bahkan terjadi hingga tingkat keluarga karena hanya beda pandangan. Ada seorang ibu tidak mendatangi hajatan anaknya gegara beda pandangan tentang penambangan batu andesit.
"Benar-benar parah kerusakan sosial di Desa Wadas," kata Gus Ipul.
Warga Dusun Beran Amat Marlan yang juga anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama Kecamatan Bener berharap tokoh NU turun ke Desa Wadas untuk mendamaikan dan mempersatukan kembali warga Desa Wadas.
"Tolong tokoh-tokoh NU datang secepat mungkin ke sini. Kami ingin kedamaian kembali di Desa Wadas. Sungguh sangat tidak nyaman hidup bertetangga tidak saling sapa selama bertahun-tahun," katanya.
Pengasuh Ponpes Majiul Jami Kaliurip yang juga Wakil Rois Syuriah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Bener K.H. Muqorobin Bakir (Gus Robin) mengatakan bahwa Desa Wadas kini menjadi isu nasional yang sensitif dan berbahaya.
Gus Robin tidak rela mereka dipecah belah dan terjadi konflik sosial. Atas dasar inilah dia memandang perlu mengevaluasi sejumlah pejabat pemerintah daerah terkait dengan dugaan membiarkan kekisruhan yang menimbulkan konflik sosial di Desa Wadas.
Menurut dia, warga Wadas diobok-obok pihak luar sejak 2016 hingga kini. Mereka sudah terjebak konflik sosial. Oleh karena itu, jangan ditutup-tutupi kondisi sebenarnya.
Konflik sosial yang dimaksud adalah masyarakat Desa Wadas terbelah pada dua kubu, pro dan kontra penambangan batu andesit. Hal ini harus segera diselesaikan. Jika berlarut-larut, berpotensial terjadi konflik horizontal. Hal Ini tidak bisa dibiarkan terus, sangat berbahaya.
Jangan sampai pemerintah baru bertindak setelah jatuh korban jiwa. Jika sampai terjadi korban jiwa, akan sangat memalukan warga NU, yang selama ini dikenal menjunjung tinggi ukhuwah islamiah dengan rajin bersilaturahmi.
"Keadaan sosial masyarakat Wadas kalau begini terus keadaannya bisa meledak sewaktu-waktu," kata Gus Robin.
Ia menilai aparat pemerintah daerah seakan tutup mata dan membiarkan kekisruhan terjadi di Desa Wadas. Pembiaran terjadi dengan banyak orang luar masuk berhari-hari, bahkan berbulan-bulan.
Agar warga Wadas bersatu kembali, perlu diadakan kegiatan keagamaan dan sosial budaya yang dihadiri warga Wadas dari dua kubu. Dengan demikian, sekat-sekat pro dan kontra sedikit demi sedikit bisa terbuka. (sws)