Kudeta dan Pemberontakan Dunia Dilakukan Kolonel, PDIP Bentuk Dewan Kolonel Mau Kudeta Siapa?

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

MENGAPA PDIP membentuk Dewan Kolonel, meski kemudian dibantah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto? “Jadi, memang kedudukan Kolonel itu yang paling efektif karena masih memegang komando,” kata Rocky Gerung.

“Kita nggak tahu kenapa istilah Kolonel yang dipakai. Tentu untuk efektivitas komando,” lanjut pengamat politik yang juga Presiden Akal Sehat itu kepada Hersubeno Arief, wartawan senior FNN dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (21/9/2022).  

“Tapi kelihatannya memang dimaksudkan ada semacam efisiensi dalam organisasi karena kan Mbak Puan musti digelontorkan suara, artinya dinaikkan popularitasnya tuh. Dan terlihat mungkin hanya sistem yang dipandu oleh tradisi Kolonel itu yang bisa menaikkan Mbak Puan,” lanjut Rocky Gerung.

Lebih lengkapnya, ikuti dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung berikut ini.

Halo Bung Rocky, 86 Siap! Okelah, kalau Anda mungkin Dewan Jenderal, saya masih levelnya Dewan Kolonel karena senioritas dan banyak pertimbangan-pertimbangan lain.

Itu soal yang lebih menarik buat bicara tentang strategi PDIP untuk mengatur politik melalui Dewan Kolonel. Kan itu yang lagi heboh sekarang, Hersu.

Saya heran kenapa mereka memilih istilah Dewan Kolonel.

Biasanya, kata kolonel itu kan dalam politik mengingatkan kita pada Kolonel Untung, itu di Indonesia. Tapi ada juga Kolonel Kadhafi.

Jadi memang kedudukan Kolonel yang paling efektif karena masih memegang komando. Ya kalau nggak Jenderal kan ya sudah Jenderal itu ya sudah elit, sifatnya sudah lebih politis. Jadi itu kira-kira. Kita nggak tahu kenapa istilah Kolonel yang dipakai.

Tentu untuk efektivitas komando, tapi nanti orang mulai mengira-ira itu ada apa? Apa benar ada Dewan Kolonel? Kan pertanyaan-pertanyaan usil dari netizen itu yang nanti merepotkan dijawab mungkin, tapi ya sudah itu kita hormati apa yang diputuskan PDIP, sama seperti kita hormati apa yang lagi dipertengkarkan oleh Demokrat dengan PDIP.

Ya, tapi maksud saya ini kan kalau kita ngomong PDIP itu kan dan urusannya dengan Puan ini soal kelanjutan trah Soekarno. Kan begitu ya. Ini arahnya kan jelas seperti itu.

Kenapa mereka nggak sensitif bahwa nama istilah dewan itu Dewan Jenderal, itu dulu sensitif sebenarnya buat keluarga Bung Karno, karena mengingatkan pada kejatuhan Bung Karno juga karena isu Dewan Jenderal itu kan?

Pasti sudah dihitung, lalu dipilih. Kan yang di PDIP tahu itu istilah Dewan Jenderal, istilah Dewan Kolonel, atau bahkan nama-nama tadi, Gringo Honasan, Kolonel Untung. Tapi, ada juga Kolonel Soeharto yang memimpin Jogja kembali segala macam.

Tapi kelihatannya memang dimaksudkan ada semacam efisiensi dalam organisasi karena Mbak Puan musti digelontorkan suara, artinya dinaikkan popularitasnya tuh. Dan terlihat mungkin hanya sistem yang dipandu oleh tradisi Kolonel itu yang bisa menaikkan Mbak Puan.

Jadi kita akan lihat nanti efek dari Dewan Kolonel ini pada baliho-baliho baru Mbak Puan. Kira-kira begitu? Dan itu yang menandakan bahwa oke, Dewan Kolonel sudah sedang bekerja. Intinya tetap untuk naikkan Mbak Puan sebagai calon presiden dari PDIP.

Tetapi, dengan diungkapnya Dewan Kolonel ini sekarang kita sudah bisa membaca dengan transparan kelihatannya itu soal Mbak Puan jadi capres dari PDIP itu harga mati gitu ya. Dan Ganjar Pranowo dan juga Pak Jokowi sudahlah sudah mulai fokus bagaimana mendapatkan perahu sendiri gitu, kalau berani ya.

Itu yang menarik. Dan Pak Prabowo pasti merasa waduh, saya purnawirawan, tapi PDIP punya Dewan Kolonel. Kan mustinya Pak Pabowo yang pakai DC semacam itu kan. Tapi ya Pak Prabowo akhirnya mengerti bahwa ya nggak mungkin Ibu Megawati (Soekarnoputri) di ujung usianya itu, di ujung usia artinya di ujung wisdomnya sebagai pemimpin lalu tidak memberi kesempatan pada ini momen terakhir buat Ibu Puan.

Kalau dia nggak bisa juga meneruskan trah Soekarno, itu juga PDIP tenggelam juga, kan tetap PDIP itu digantungkan pada aura kepemimpinan Soekarno. Karena itu, kelihatannya semua istilah akan dikaitkan dengan pemimpin bangsa ini pada Bung Karno.

Yang tinggal kita hitung adalah efek dari penggunaan istilah itu. Tetapi, saya kira juga sudah dihitung efeknya. Tinggal orang menduga lebih dalam lagi, artinya Pak Prabowo sudah di luar radar PDIP, karena ini sudah final, Ibu Puan akan didorong oleh Dewan Kolonel untuk terus berkibar sampai 2024. Jadi, perjanjian Batu Tulis ya sudah tinggal batunya saja, tulisannya sudah hilang.

Jadi, jelas ini, betul pilihannya “no or never”. Jadi, artinya sebenarnya orang seperti Ganjar Pranowo harusnya musti realistis. Kalau dia terus melakukan perlawanan yang terjadi nanti malah juga perlawanan dari dalam dan juga tindakan dari PDIP terhadap Ganjar akan semakin keras.

Itu dua hal. Pertama, Ganjar itu tidak akrab dengan PDIP atau bahkan disingkirkan. Yang kedua, sebagai tokoh dia nggak mungkin bikin perahu sendiri tanpa restu Jokowi. Di situ kesulitannya.

Jadi dalam perbandingan dengan Prabowo, pasti Pak Jokowi merasa aman dengan Prabowo karena Prabowo sudah mampu untuk bikin koalisi. Jadi, didorong-dorong Ganjar ya nggak jalan-jalan juga tuh. Kelihatannya Pak Jokowi akan bersikap lebih akrab pada Prabowo ketimbang pada Puan dan Ibu Mega.

Kan ini soal yang sangat pragmatis. Bagi Pak Jokowi tentu dia butuh cantolan di hari-hari terakhir ini dan di hari-hari pertama dia lengser. Sangat mungkin Pak Prabowo sudah ketemu dengan Pak Jokowi. Pak Jokowi kasih sinyal bahwa sudah saya percaya Anda tuh. Jadi, itu sebenarnya yang kita tunggu, mungkin bulan November ini juga akan diucapkan bahwa Jokowi akhirnya memberi dukungan atau restu pada Prabowo.

Kan cuma itu. Poin kita selalu adalah Pak Jokowi sudah gagal untuk tiga periode, itu wacananya sudah hilang, juga musyawarah rakyat itu juga sudah nggak mempan tuh. Jadi wakil presiden juga sudah hilang.

Jadi tinggal satu poin, yaitu meyakinkan bahwa pemerintahan berikutnya akan menjamin reputasi Pak Jokowi untuk tidak dipersoalkan, baik secara hukum maupun secara sosial. Kan itu dalilnya.

Dan, kelihatannya dalam bebeerapa tahun terakhir ini Pak Prabowo betul-betul mengasuh Pak Jokowi batin dan jalan pikirannya sehingga Pak Jokowi punya kepercayaan kepada Pak Prabowo dan itu blessing in disguise sekali pada Bapak Prabowo.

Nah, itu mungkin yang menandakan mengapa Gerindra akhirnya mengambil risiko untuk berseberangan dengan PDIP. Demikian juga Demokrat membaca hal yang sama, lalu berseberangan dengan PDIP. Tetap juga Demokrat adalah partai yang berupaya untuk muncul sebagai alternatif. Kan nggak mungkin Demokrat sama Gerindra.

Dan nggak mungkin lagi Demokrat kasih sinyal pada Presiden Jokowi untuk minta dilindungi atau diberi kesempatan memimpin.

Jadi, Demokrat justru yang menjadi faktor di situ karena suatu waktu nanti Demokrat harus mengucapkan dia dengan siapa. Itu yang lagi ditunggu. Nah, kalau Anies, sudah pasti akan diganggu teruslah, karena Anies nasibnya sama kayak Ganjar sebetulnya.

Jadi kita bicara faktanya bahwa di luar kenyataan, Anies elektabilitasnya akan tumbuh terus. Tapi, kalau misalnya Pak Jokowi sudah memilih Prabowo, itu pasti Anies akan disingkirkan, Ganjar sudah pasti tercecer. Cuma itu soalnya.

Mari kita baca lebih detail konstelasi politiknya dengan munculnya gerakan Dewan Kolonel, dan kebetulan bulan September juga ini munculnya. Dengan adanya Dewan Kolonel ini kan kita memastikan bahwa Ganjar untuk PDIP selesai. Sementara ini kita bisa menyimpukan begitu.

Kedua, kita tidak bisa membayangkan seorang Ganjar berani maju tanpa dukungan dari PDIP dan PDIP sendiri kan sudah mengingatkan bahwa kalau dipastikan Ganjar berani maju dari partai lain akan dihabisi di Jawa Tengah. Padahal, kita tahu pasti basis utama dari Ganjar di Jawa Tengah.

Nah, kemudian sementara yang tersedia itu kan KIB dan kita tahu ini kan pepesan kosong. Karena nggak mungkin konstituennya PAN, konstituennya PPP, bahkan konstituennya Golkar, itu memilih Ganjar.

Itu nasib Pak Jokowi, salah bikin perahu cadangan. Perahu cadangannya bocor semua dan tentu Ganjar juga ada di dalam kegemangan hari ini. Nggak mungkin Ganjar itu berpikir bahwa Jokowi lebih memilih dia dibandingkan Prabowo.

Jadi dalam persaingan menjadi penerus Jokowi, ya mungkin Prabowo lebih masuk akal bagi Pak Jokowi. Jadi kira-kira itu soalnya. Kalau kemudian ada faktor lain, tentu yang kita inginkan ada faktor lain sehingga Pemilu batal kan. Tapi okelah kita akan masuk dulu di dalam kalkulasi mereka.

Nah, Dewan Kolonel ini masih akan berupaya keras supaya kira-kira Puan itu bisa dapat di awal langsung 12% gitu elektabilitasnya. Tapi itu artinya uang yang dioperasikan oleh Dewan Kolonel ini musti juga cepat pada lembaga survei.

Yang akan panen ya lembaga survei walaupun kita tahu itu aktivitas untuk bubble saja, untuk niup balon saja. Dan makin lama makin terlihat kualitas. Dan, pada suatu waktu nanti akan terjadi pertengkaran politik antara Agus Harimurti dengan Mbak Puan karena dua minggu lagi kan pasti orang mau lihat kualitas-kualitas perdebatan itu kan.

Dan itu kita lihat komposisinya. Komposisinya nanti kita lihat bagaimana kalau misalnya terlihat Ibu Puan elektabilitasnya tinggi di baliho, tapi di forum-forum debat atau percakapan dan jurnalis dia jomplang. Nah itu bahayanya Dewan Kolonel itu mesti sesuaikan loh antara kemampuan argumen Ibu Puan dengan fakta sentimen di dalam statistik. Gitu soalnya.

Nah, Anda tadi mengendus kecenderungan bahwa Pak Jokowi pada akhirnya nanti memilih Pak Prabowo gitu. Tapi, kalau kita baca statement dari Dewan Pembina, wakil ketua dewan Pembina Gerindra, justru dia menyatakan begini bahwa Pak Jokowi itu akan dukung Ganjar dan atau Erick atau Sandi demi cari selamat.

Jadi, sebenarnya buat kalkulasinya ini yang mungkin bukan Prabowo yang diincar. Tapi saya juga mau menggarisbawahi bahwa itu sebenarnya cuma dalam rangka cari selamatlah, menyelamatkan dinasti dia, menyelamatkan kepentingan dia, dan sebagainya.

Ya, kalau cari selamat pada Erick Thohir ya agak susah karena nggak naik-naik elektabilitasnya. Demikian juga Ganjar. Jadi, kira-kira Gerindra atau Bung Dasmon ini mengintip peluang Pak Jokowi untuk berbalik arah dari mereka yang dia andalkan. Kan semua mengandalkan Jokowi. Erick ada di situ. Ya lingkungan yang ada di sekitar Pak Jokowi.

Setelah dilihat-lihat yang nggak bisa juga itu nambah keyakinan bahwa Jokowi bisa disebut saja bisa diasuh oleh seseorang di antara mereka. Yang paling rasional tentu adalah Gerindra.

Jadi, kira-kira Dasmon politisi yang cerdik, dia mengintip sesuatu untuk dia balikkan nanti bahwa pada akhirnya Jokowi akan bersama Gerindra karena rasa aman itu ada dari awal dan pertemuan pertama dengan Prabowo waktu diundang untuk masuk kabinet kan pasti sudah ada dugaan lebih kuat bahwa oke kenapa Pak Jokowi butuh Prabowo ya karena Gerindranya gede. Itu aja. (Ida/sws)

501

Related Post