Kudeta Itu Legal

On February 23, Minister Juan Ponce Enrile, RAM leader Col. Honasan (right foreground), and his men left Camp Aguinaldo to join General Fidel Ramos in Camp Crame. (Photo by Tom Haley)

Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

“HIDUP yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan” – (Sutan Syahrir). Dan jiwamu, jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebathilan” – (Imam Syafi’i).

Kita terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita cita dan tujuan negara, tetapi sudah mengarah ke arah kehancurannya.

Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat.

Setiap kudeta bisa bermakna legal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani.

Seperti tertulis di dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat: ”….. Governments are instituted among Men, deriving their just powers from the consent of the governed. That whenever any Form of Government becomes destructive of these ends, it is the Right of the People to alter or to abolish it, and to institute new Government, laying its foundation on such principles and organizing its powers in such form, as to them shall seem most likely to effect their Safety and Happiness”.

(Pemerintah dilembagakan di antara Manusia, yang memperoleh kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan yang diperintah. Bahwa setiap kali Bentuk Pemerintahan apa pun merusak tujuan-tujuan ini, adalah Hak Rakyat untuk mengubah atau menghapusnya, dan untuk membentuk Pemerintah baru, meletakkan fondasinya di atas prinsip-prinsip tersebut dan mengatur kekuatannya dalam bentuk sedemikian rupa, karena bagi mereka tampaknya paling mungkin mempengaruhi Keselamatan dan Kebahagiaan mereka).

A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler.

(Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, dia tidak layak untuk menjadi penguasa).

Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka.

Itulah yang pernah terjadi di Filipina. Revolusi EDSA atau Revolusi Kekuatan Rakyat (People Power) adalah sebuah demonstrasi massal tanpa kekerasan di Filipina yang terjadi pada 1986.

Aksi damai selama empat hari yang dilakukan oleh jutaan rakyat Filipina di Metro Manila mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai presiden.

EDSA merupakan singkatan dari Epifanio de los Santos Avenue, sebuah jalan di Metro Manila yang merupakan tempat demonstrasi.

Pemicunya, pada 21 Agustus 1983, senator dan tokoh oposisi Benigno "Ninoy" Aquino Jr. ditembak mati di Manila International Airport (kini dikenal sebagai Ninoy Aquino International Airport) setelah kembali dari pengasingan selama tiga tahun di Amerika Serikat.

Pembunuhan Ninoy mengejutkan dan membuat marah rakyat Filipina yang kebanyakan telah kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan Marcos. Hal tersebut juga mengejutkan pemerintahan Marcos yang melemah, karena penyakit Marcos yang terus memburuk.

Istri Ninoy, Corazon "Cory" Aquino, kemudian menjadi figur populer yang menentang rezim Marcos.

Pada 23 November 1985, Marcos secara mendadak, setelah adanya tekanan dari Washington DC, mengumumkan pemilihan presiden lebih cepat setahun dari jadwal.

Pemilihan diadakan pada 7 Februari 1986. Konferensi Uskup Katolik Filipina menyatakan pemilihan tersebut terjadi kecurangan, Senat Amerika Serikat juga menyatakan resolusi yang sama.

Yang terjadi kemudian: Revolusi. Revolusi ini dimulai ketika dua pemimpin kunci militer mencabut dukungan mereka kepada Marcos.

Pada 22 Februari 1986, Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Wakil Ketua Angkatan Bersenjata Fidel Ramos mengumumkan penarikan dukungan dan menuduh Marcos melakukan kecurangan pada pemilihan sebelumnya.

Dalam Revolusi Rakyat itu, masih ada nama tokoh militer yang berperan saat itu. Adalah Gregorio Ballesteros Honasan II, lahir 14 Maret 1948), yang lebih dikenal sebagai Gringo Honasan.

Ia memainkan peran penting dalam Revolusi EDSA 1986 yang menggulingkan Presiden Ferdinand Marcos. Gringo Honasan meninggalkan barak, memimpin pasukannya bergabung bersama rakyat Filipina.

Dan, masih banyak kudeta rakyat di negara-negara lain, yang tidak mungkin disebutkan satu-satu dalam tulisan ini. Bagaimana dengan Indonesia? Silakan cari sendiri ceritanya daripada dinilai sebagai provokator. (*)

482

Related Post