Kudeta Militer di China: Presiden Jinping Ditahan, Dampaknya Serius bagi Indonesia?
AKHIR pekan lalu beredar isu kudeta militer di China, dikabarkan merebak usai sejumlah netizen membincangkan rumor Xi Jinping telah dicopot sebagai kepala Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China dan ditempatkan di bawah tahanan rumah.
Jenderal Li Qiaoming disebut ada dibalik kudeta yang menerpa rezim komunis China. Benarkah telah terjadi kudeta di China, hingga kini belum ada berita yang terkonfirmasi dari China.
“Tetapi, kalau kita bikin analisis, yang terjadi atau yang sedang berlangsung sekarang tidak kita ketahui, itu dengan mudah diprediksi karena mungkin dari 20 tahun lalu kita sudah amati bahwa China itu ada dalam ketegangan antara pemerintahan yang otoriter dengan kelas menengah yang lagi tumbuh,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung.
Menurutnya, kelas menengah menginginkan kebebasan itu. Demikian juga wilayah-wilayah yang kosong, wilayah-wilayah yang terisolir.
“China itu pengimpor semua jenis energi karena dia enggak bisa produksi sendiri tuh. Jadi bisa dibayangkan kalau krisis ini akhirnya terbuka bahwa China sebetulnya palsu pertumbuhan ekonominya. Data-datanya nggak bisa dipercaya 100% karena nggak bisa diverifikasi sebagai negara yang tertutup,” lanjutnya.
“Indonesia harus pilih proksinya sebetulnya dalam ketegangan ini. Dan pasti berita ini kan nggak bisa diverifikasi semua soal. Semua berita nggak bisa diverifikasi bahkan oleh pemerintah Indonesia sendiri,” jelas Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (25/9/2022).
Berikut petikan dialog selengkapnya.
Hersu: Halo halo Bung Rocky. Ini akhir pekan begini tapi kita mau bahas berita yang ngeri-ngeri sedap, meskipun ini masih berupa rumor. Banyak media di India dan Nepal yang memberitakan bahwa Jinping, pemimpin China, itu dikudeta oleh panglima-panglima Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China, dan ditempatkan di tahann rumah.
Tapi sepanjang saya Googling di mana-mana dan biasanya Amerika yang sangat sensitif dengan isu-isu semacam ini belum ada pemberitaannya. Nah, tapi tetap saja menurut saya, sebagai negara tertutup seperti China itu, sangat mungkin hal-hal semacam itu terjadi.
Ya, itu betul. Di mana negara otoriter kalau orang mau intip apa yang di dalam. Tapi semakin diintip tentu semakin ditutup. Kan sama halnya dengan Korea Utara juga begitu, negara komunis yang berlapis-lapis sehingga tidak mungkin ditembus berita, dulu Kim Jong Il ya sakit segala macam.
Jadi, itu berita yang harus diverifikasi, tetapi yang jadi persoalan kenapa tidak bisa diverifikasi. Kan ini masalahnya? Mustinya kalau rumors sudah dibantah oleh China. Mungkin Amerika juga merasa ini belum sempurna atau sehingga dia bermain di dalam momentum taktisnya bagaimana tuh.
Tapi kita musti asumsikan bahwa semua berita yang keluar dari China itu pasti disensor oleh pemberitaannya. Jadi memang tidak ada kebebasan pers, internet dikendalikan segala semacam.
Tapi, bagi mereka yang mengamati China menduga keras bahwa ada peristiwa di China, ada sesuatu yang sedang berlangsung, entah apa namanya. Dan itu yang berhubungan dengan keadaan ketegangan di China, terutama di Taiwan kalau sekarang.
Dan bisa dipastikan bahwa ketegangan China dengan Taiwan itu pasti juga hasil operasi intelijen CIA yang mungkin ada di Taiwan atau menyebrang ke China daratan. Lalu terjadi komplikasi-komplikasi itu.
Tetapi, kalau kita bikin analisis, yang terjadi atau yang sedang berlangsung sekarang tidak kita ketahui, itu dengan mudah diprediksi karena mungkin dari 20 tahun lalu kita sudah amati bahwa China itu ada dalam ketegangan antara pemerintahan yang otoriter dengan kelas menengah yang lagi tumbuh.
Kelas menengah menginginkan kebebasan itu. Demikian juga wilayah-wilayah yang kosong, wilayah-wilayah yang terisolir. Kan tidak semua rakyat China itu menikmati pertumbuhan ekonomi kendati growth-nya tinggi. Tetapi disparitas juga tinggi.
Beberapa tahun lalu saya datang ke Beijing dan mengintip apa yang disebut kota tua Tiananmen Square itu, itu temboknya ada dua lokasi, temboknya sama. Sama persis dari luar.
Tapi kalau kita masuk ke dalam, yang satu perumahan mewah yang satu betul-betul perumahan kumuh yang tempatnya betul-betul kalau kita mau lihat mana yang kumuh dan yang mewah, kita lihat saja gardu di depannya itu.
Kalau gardu itu ada enam misalnya berjejer 6 meteran, itu artinya satu rumah yang 6 x 6 itu juga ada 6 meteran. Tapi kalau rumah yang mewah besar cuma satu meteran. Itu dengan mudah kita lihat. Lalu saya coba berbincang-bincang di situ dengan beberapa emak-emak di wilayah yang kumuh, mereka masuk ke dalam, karena takut dianggap saya wartawan. Tapi saya anggap saya agak tipu, saya bilang saya analis, lagi bikin riset.
Jadi, ketegangan di China itu, ini di Beijing loh, terlihat sekali ditutup-tutupi. Tembok dari luar besarnya sama, tetapi di dalamnya ada yang parah betul. Dinding sudah keropos, jendela yang betul-betul jendela bekas. Kita hanya bisa intip kecil dari situ. Nah, itu sebetulnya yang terjadi.
Jadi, kalau kita bikin analisis tentang China, potensi kelas menengah untuk menuntut kebebasan besar sekali di China. Dan semakin lama kita lihat krisis di China itu nggak bisa lagi ditutup-tutupi.
Karena pertumbuhan yang menurun, inflasi yang naik, dan proyeksi-proyeksi. Itu mungkin terjadi sedikit ketegangan di kalangan PKC. Dan, biasa saja di China kalau terjadi kudeta hal yang biasa. Di negara-negara otoriter itu hal yang sama berlangsung. Mungkin sering dalam dua tiga hari nggak ketahuan apa yang terjadi di belakang persaingan jenderal-jenderal itu.
Kita bisa menduga kalau nggak benar ya sudah. Itu artinya, ada problem dengan pemberitaan China. Kenapa nggak diluruskan duluan. Atau China memang lagi mancing saja tuh bahwa seolah-olah ada kudeta. Tapi kalau dia benar, itu mudah diduga bahwa memang itu hal yang bisa terjadi.
Kan kita teringat juga ketika serbuan Rusia ke Ukraina beberapa waktu yang lalu, bahkan sampai lembaga intelijen Inggris, misalnya, menyebarkan rumor bahwa Putin itu sudah meninggal dunia, dan yang muncul adalah orang kembarannya dan sebagainya.
Bisa jadi ini juga operasi semacam itu ya. Tapi kalau India kan sekarang ini juga punya ketegangan di perbatasan dengan China itu dan berapa kali sering terjadi bentrokan.
Ya, India itu sudah lama bersitegang dengan China, dan India itu bertegang-tegangan dengan China dan Pakistan. Kalau dengan Pakistan sudah lama sekali.
Tapi kalau beritanya dari India atau dari Nepal, negara kedua saya tuh. Nepal itu adalah negara boneka dari China sebetulnya, pemerintahannya ditunjuk saja oleh China. Jadi Nepal mungkin juga punya kepentingan atau Amerika, negara-negara barat punya kepentingan untuk mengatur isu-isu semacam ini. Itu hal yang menarik untuk kita perhatikan.
Tapi yang lebih utama adalah memastikan bahwa China memang dulu disebut sebagai mini super power atau junior super power, nggak bisa lompat jadi super power karena tiba-tiba kena covid, krisis ekonomi. Sementara China sangat tergantung energinya dari negara-negara luar.
China itu pengimpor semua jenis energi karena dia enggak bisa produksi sendiri tuh. Jadi bisa dibayangkan kalau krisis ini akhirnya terbuka bahwa China sebetulnya palsu pertumbuhan ekonominya. Data-datanya nggak bisa dipercaya 100% karena nggak bisa diverifikasi sebagai negara yang tertutup. Lalu kita mulai bertanya, kalau begitu relasi Indonesia dengan China potensi mau ngapain itu, ikut berantakan. Nah itu pentingnya.
Saya kira itu yang lebih penting karena kan bagaimanapun juga belakangan ini ketergantungan kita kepada China sangat tinggi, meskipun itu dibantah oleh pemerintah bolak-balik, termasuk Pak Luhut (Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan) dan sebagainya, tetapi kita tidak bisa menafikan. Itu sangat tinggi sekali dan kita pasti sensitif dengan perubahan-perubahan kekuasaan di China juga.
Betul, Indonesia harus pilih proksinya sebetulnya dalam ketegangan ini. Dan pasti berita ini nggak bisa diverifikasi semua soalnya. Semua berita nggak bisa diverifikasi, bahkan oleh pemerintah Indonesia sendiri.
Nggak bisa pemerintah Indonesia bilang wah itu nggak ada apa-apa atau ada apa-apa. Tapi tetap pemerintah Indonesia juga menduga ada sesuatu mengapa berita itu agak masif tapi hanya keluar dari beberapa negera.
Apakah ini diatur oleh Amerika supaya disuruh India sedikit kasih rumor atau Nepal dibujuk oleh pemerintah China karena Nepal adalah bagian protektorat China kendati dia negara independen tapi kita tahu negara itu dikendalikan oleh China.
Lalu China bilang oke sodorkan dulu berita semacam ini untuk memancing opini publik. Jadi itu yang terjadi sebetulnya. Kesamar-samaran itu membuat orang curiga benar apa nggak, tapi antara benar dan nggak kita bisa pastikan bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi dalam pemerintahan Partai Komunis China sendiri.
Oke. Jadi, seperti apa yang Anda bayangkan kalau ini terjadi. Katakanlah ini terjadi perubahan sikap. Ini kan ada berkaitan dengan G20 untuk yang paling dekat gitu. Yang kedua, tentu saja tadi kelangsungan dari proyek-proyek China di Indonesia karena bagaimanapun ketika terjadi perubahan pemerintahan itu, hampir pasti akan ada revisi-revisi berbagai kebijakan.
Ya, tentu kalau terjadi political uphheaval, ‘pergolakan politik’, di China, pasti yang diukur pertama adalah fungsi Amerika Serikat dalam perubahan itu. Itu dasarnya tuh. Lalu kita lihat Rusia mau bantu China nggak, sementara Rusia lagi bersiap-siap untuk mempertahankan Ukraina dari kemungkinan eskalasi di situ karena faktor NATO.
Kan kita lihat bahwa China dan Rusia itu diam-diam saling membantu. Kira-kira begitu poinnya.
Jadi, kalau betul ada krisis di China dan kita andaikan saja karena memang potensi untuk krisis, Indonesia terdampak besar sekali itu karena intensitas perdagangan kita dengan China, karena ketergantungan China atau ekspor Indonesia yang selalu dibutuhkan China dalam soal energi.
Nah, soal-soal semacam ini tentu yang akan memporak-porandakan desain-desain yang sedang dikerjakan oleh pemerintahan Presiden Jokowi, terutama soal G20. Itu langsung menjadi heboh dan bisa fatal. G20 pasti batal kalau eskalasi itu berlangsung.
Dan biasanya kalau kita perhatikan cara China menyelesaikan persoalan adalah dengan yang disebut summer the execution, artinya diam-diam dilenyapkan semua itu.
Jadi, kalau terjadi pergantian di China juga terjadi dengan kekerasan. Nah, kita yang menghitung adalah Tiananmen itu bisa berulang karena kelas menengah resah dengan keadaan di China. Sebetulnya itu dasarnya.
Jadi, kalau kelas menengah itu menuntut kebebasan itu karena ekonominya sudah naik, sudah tumbuh. Karena dalilnya setiap kali pertumbuhan ekonomi meningkat, orang menuntut kebebasan. Dan, itu nasib kita juga akan begitu. Cuman buruknya kita justru lagi turun pertumbuhan ekonomi.
Tapi, itu sama saja di negara demokratis, kalau Indonesia bilang demokratis menurunnya perekonomian rakyat itu akhirnya berujung pada demo untuk meminta pertanggungjawaban kekuasaan, pertanggungjawaban presiden.
Ya, kita ingat bagaimana revolusi kebudayaan. Itu kan bener-bener banyak sekali level kalangan elit di China yang disingkirkan, bahkan termasuk orang tua Jinping. Orang tua Jinping ini kan juga korban dari revolusi kebudayaan. Jadi, kalau ini terjadi juga pasti akan terjadi perubahan besar-besaran yang terjadi di China.
Ya, itu betul. Itu demoisasi terjadi. Lalu, Jinping ambil alih kekuasaan dan mulai melakukan reformasi di bidang ideologi, lalu China tumbuh sebagai negara yang besar.
Tetapi dengan ongkos yang besar. Jadi, hal semacam ini adalah tradisi yang nggak bisa demokratis memang dan itu yang harusnya diperhatikan Indonesia bahwa harusnya kita akan mendorong sebetulnya perubahan politik di China atau sebagai negara yang demokratis Indonesia harus mengekspor demokrasi. Kan itu intinya.
Yang terjadi sebaliknya. China mengekspor kepentingan dia di Indonesia dan itu yang dicurigai bahwa China kalau mengirim tenaga kerjanya sekaligus juga mengirim intel. Kan itu intinya.
Karena ada semacam doktrin di China itu kalau ada pengusaha di luar negeri warga negara China, artinya dia juga harus melaporkan keadaan keamanan di negeri di mana dia berinvestasi. Jadi dia merangkap intel negara sebetulnya. (Ida/sws)