Malakama/MalakaRma dan Coup Konstitusi

(Photo pohon dan buah Malaka)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

BUAH si Malakama konsep tentang dilema, maksudnya.

Buah ini tidak real, tapi malakama sebagai ungkapan perlu ditelaah.

Mala pada mala petaka, atau mara pada mara bahaya memberi efek dramaturgi pada kata keadaan yang didramakannya.

Mala pada kama? Meaningless karena kama yang hanya merupakan kolektiva konsonan dan vokal saja. Tapi juga bukan onomotope seperti "gedebuk" suara  orang jatuh karena tercium simpan niat kudeta (coup d'etat) konstitusi.  misalnya. Karena merasa diri di atas konstitusi. 

Kama itu fonem dan bukan word. Mestinya karma, yang dalam fonem R-nya menjadi aus. Memang harusnya MalakaRma. Karma yang amat haibat yang menimpa  seseorang akibat nist dan perbuatannya sendiri. Keyakinan seperti ini hidup di sebagian masyarakat. 

Malaka(r)ma konsep tentang pengamanan hari depan. Hidup tak dapat semau-maunya. Dengan neo Kuhap jangan berharap negara lain atau lembaga dunia tidak campur kalau itu melanggar kesepakatan sejagat tentang HAM. 

Malaka satu kata yang tak ada kaitannya dengan mala pada petaka atau pada ka(r)ma.

Malaka flora yang jadi nama negri Melayu Malaka di Malaysia.

Rekan ilmuwan saya dari Riau Prof Yusmar Yusuf me-WA:

Undang-undang laut Malaka alias adat pelayaran Malaka.

Keterangan ini sangat berharga di-tengah-tengah saya mencari rujukan Hukum Laut Melayu yang diberlakukan sejak XV M di zona-zona ekonomi di Indonesia.

Hukum laut mengatur bisnis dan perilaku pelayaran orang di pinggir dan di tengah laut yang udaranya amat panas. Dan pihak terkait taat  hukum laut. 

Mestinya mereka yang se-hari2 tinggal di gedung yang AC-nya sangat dingin juga hormat pada hukum "darat"  untuk menghindari paling tidak malaka(r)ma. (RSaidi)

320

Related Post