Masalah PLN, Erick Tohir Mulai Buang Badan

Oleh Ahmad Daryoko

MENTERI BUMN Erick Tohir menyampaikan titahnya agar PLN tidak bikin proyek aneh-aneh lagi yang membuang duit.

Dengan statemen di atas terkesan Erick Thohir "buang badan" terhadap kesalahan managerial PLN dan seolah dia paling bersih tanpa kesalahan.

Bagi rakyat, kesalahan langkah pengelolaan negara itu berdampak pada tingkat kesejahteraan, dalam hal PLN pastilah kenaikan tarif. Kesalahan langkah itu rata- rata karena kerakusan pejabat. Makin tinggi jabatan dampaknya makin luas.

Dengan demikian clear bahwa proyek 35.000 MW yang dilaunching Jokowi - atas desakan Wapres JK - pada awal 2015 itu, menurut Erick, adalah proyek "buang buang duit". Karena proyek itu kini mengakibatkan "over supply" 47%. Dua bulan yang lalu COD beberapa PLTU dengan kapasitas total sekitar 6.000 MW tertunda. Tetapi pembangkit-pembangkit swasta tersebut tetap terima duit 70% penjualan stroom per harinya (Top Clause). Artinya terjadi pemborosan ber miliar-miliar uang rakyat untuk bayar stroom yang tidak terpakai yang semuanya dipastikan berasal dari utang luar negeri. Itu semua rakyat yang akhirnya akan mikir pengembalian utang itu, bukan Jokowi. Tetapi saat proyek itu dilaunching hampir semua pejabat di kementerian ESDM, BUMN "ngotot" bahwa proyek 35.000 MW memang harus diwujudkan. Sebab kalau tidak Indonesia akan bangkrut. Menko Rizal Ramli yang menentang pun dicopot. Terus sekarang dengan "enteng" nya Erick bilang PLN jangan bikin proyek gak perlu? Lha kok enak? Terus PLTU Batang 2.000 MW itu milik siapa kalau bukan milik keluarganya?

Dan munculnya nafsu serakah itu memang dikondisikan secara "sistemik" dengan terbitnya "The White Paper" Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan oleh Departemen Pertambangan dan Energi pada 25 Agustus 1998. Dan itupun didorong oleh IFIs (WB,ADB,IMF) dengan apa yg dinamakan sebagai "The Power Sector Restructuring Program" (PSRP). Itupun muncul karena adanya Letter Of Intent (LOI) pada 31 Oktober 1997.

Intinya dalam grand design "The White Paper" itu PLN Jawa-Bali hanya boleh mengelola Transmisi dan Distribusi.

Makanya jangan heran kalau saat ini ada program Holdingisasi PLTP ke Pertamina karena program tersebut untuk "membersihkan" pembangkit PLN yg beroperasi di Jawa-Bali sesuai doktrin "The White Paper" tersebut! Tujuannya agar di Jawa-Bali terjadi kompetisi penuh (MBMS) kelistrikan tanpa ada gangguan dari pembangkit PLN lagi. Sehingga ber pesta pora lah "oknum" yang bisa memanfaatkan "turbulensi" listrik ini seperti Dahlan Iskan, JK, Luhut BP, Erick sendiri.

Kemudian ada utang PLN Rp 500 triliun? Itu sebagai akibat doktrin Pemerintah agar PLN memfasilitasi jaringan Transmisi dan Distribusi sesuai "The White Paper" itu. Terutama guna menyalurkan "stroom" dari Power Station yang 35.000 MW itu, yang akhirnya "mangkrak" karena saat ini sudah "over supply" ! Berarti Rp 500 T itu membiayai proyek "mangkrak", atau memproduksi besi tua dalam wujud Transmisi/Distribusi yang gagal tidak jadi dilewati "stroom" 35.000 MW.

Kesimpulan

Erick Tohir ini rupanya sedang "buying time" menunggu pelaksanaan program Holdingisasi PLTP PLN ke Pertamina. PLTA+PLTA PLN diserahkan ke PUPR, relokasi PLTGU PLN ke luar Jawa. Setelah itu Indonesia Power dan PJB bubar.

Sedangkan PLN Holding (yg di Jawa-Bali) akan di "transformasi" (bahasa "keren" nya Direksi PLN) menjadi PTJB (Perusahaan Transmisi Jawa-Bali) dan Perusahaan Distribusi Jawa-Bali (PDJB). P2B (Pusat Pengatur Beban) Jawa- Bali akan dijadikan Lembaga Independen Pengatur Sistem dan Pengatur Pasar.

Setelah itu dimulailah pesta MBMS secara murni karena tidak ada lagi instrumen PLN guna menyalurkan subsidi listrik. Paling2-paling nanti dialihkan menjadi KTL (Kartu Tenaga Listrik) yang dibagikan lewat RT/RW itupun kalau ada dananya. Kalau tidak ya rakyat yang tidak mampu terpaksa pakai lilin, teplok, sentir, gembreng dll.

Penilis Koordinator INVEST

463

Related Post