Mau Indonesia Aman dan Damai, Ini Tipsnya

Hersubeno Arief.

Jakarta, FNN - Selama 2 periode pemerintahan Presiden Joko Widodo yang paling terasa saat ini adalah perpecahan, perpecahan itu dirasa luar biasa. Krimininalisasi terhadap aktivis dan ulama masih saja terjadi.

Situasi seperti itu tidak terjadi semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Masa Pak SBY tidak pernah mengkriminalisasi aktivis dan ulama  saat itu,” tutur wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point, Senin (2/5/2022).

Kalau ada pandangan yang berbeda ataupun kritikan kepada Presiden SBY, mereka yang ada di pos pemerintahan tidak terus melaporkan (secara hukum). Mereka bersumpah untuk menjauhi hukum.

Pertanyaan kita adalah bagaimana kita akan memperbaiki situasi ini? Berikut adalah beberapa sarannya.

Bagaimana memilih presiden yang tidak dipromosikan oleh partainya karena sistem kita saat ini dengan ambang batas presiden 20% membuat kita tidak punya pilihan, sehingga kita ingat pemilihan presiden 2019 lalu hanya ada 2 calon presiden: Joko Widodo atau Prabowo Subianto.

Jadi, jika orang tidak suka Jokowi nanti kita pilih Prabowo. Sebaliknya kalau dia tidak suka Prabowo akhirnya dia pilih Jokowi.

Jadi, pilihan kita bukan berdasarkan rekam jejak orang itu atau benar-benar pilihan terbaik, kita hanya memilih opsi terbaik dari yang terburuk. Ini juga berarti pilpres semuanya buruk, itulah yang terjadi pada Pilpres 2019, kita saksikan adalah pilpres dihantam keras oleh Prabowo yang dipastikan kalah.

Kita ingat bahwa dalam banyak kasus ada kesadaran akan hal ini, karena dalam banyak kasus Mahkamah Konstitusi mengatakan Opini Oposisi atau kemudian menguatkannya dalam suatu kasus.

Misal, dalam kasus Omnibus Law, yang disebut payung konstitusi bersyarat, tetapi secara inkonstitusional bersyarat. Sekarang, jika banyak lawan yang melakukannya.

“Tetapi jika Anda memilih untuk bertarung (di MK), saya pikir Anda tak boleh mengikuti desas-desus, yaitu narasi konstan yang dijalankan oleh divisi kami, kami harus membuat kontra-narasi untuk meningkatkan kesadaran sebagai orang Indonesia,” lanjut Hersubeno.

Kita bersaudara, tanpa memandang suku, agama, preferensi politik Anda atau praktik Anda dalam organisasi, sehingga kita mungkin berbeda pendapat, tapi kita bersaudara.

Jadi, “Mari kita mulai dengan tidak membuat stigma atau meme yang disebut berudu, lonceng, dan bajingan. Kita seharusnya tidak mengikuti mereka. Kita harus mengabaikan pilihan lain,” ungkap Hersubeno.

Menurutnya, pelakunya, para taipan oligarki ini benar-benar tangguh karena mereka begitu kuat dalam mewujudkan modal besar, semakin besar laporan dari berbagai lembaga keuangan negara dan lembaga keuangan dunia dan bank, ia menyatakan bahwa Indonesia adalah orang kaya.

Itu semakin kaya dan semakin buruk dan buruk. Kekuatan ini benar-benar perlawanan jangka panjang. Jadi, kita harus membangun ekonomi sendiri, harus ada kesadaran seperti ini, tidak mudah, sangat sulit.

Gerakan-gerakan seperti ini muncul setelah aksi 212 tetapi meredup di tengah jalan. Namun, kita harus mandiri secara ekonomi, kita harus mandiri karena jika kita tidak mandiri secara ekonomi kita akan bergantung atau dibimbing oleh kelompok-kelompok oligarki tersebut. (mth)

376

Related Post