Megawati dan Puan Tabur Bunga Tragedi Itaewon, Netizen: Lupa ya Kanjuruhan Lebih Dekat

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani bersama bersama Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menyambangi lokasi tragedi Itaewon di Seoul, Korea Selatan. (Istimewa)

IRONIS memang. Meski korban penembakan gas air mata polisi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, 1 Oktober 2022, mencapai 135 orang tewas, ternyata Ketua DPR Puan Maharani dan ibunya yang juga Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri lebih memilih ke Korea Selatan.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2022, keduanya memilih ke lokasi Tragedi Itaewon di Kota Seoul, Korsel daripada ke Stadion Kanjuruhan, yang waktu tempuhnya hanya sekitar 1,5 jam saja dari Jakarta.

Kedua tokoh politik itu juga mengekspresikan rasa duka atas tragedi tersebut dengan menaruh bunga. Kedatangan keduanya dipersiapkan oleh protokoler DPR, KBRI Seoul, dan pihak Korsel.

Keduanya mendatangi tempat menyampaikan duka bagi VIP. Di situ keduanya menaruh bunga dan menuliskan ucapan duka cita. Jarak tempat duka bagi VIP dan lokasi tragedi sekitar 300 meter, masih di wilayah Itaewon.

Keduanya membawa nama sebagai pimpinan DPR dan Ketum partai ketika mengucapkan bela sungkawa.

Sedangkan korban akibat penembakan gas air mata di Kanjuruhan nyaris tak dapat ucapan bela sungkawa sama sekali, apalagi didatangani oleh keduanya, padahal jarak Jakarta – Malang cuma sekitar 1.000 km saja.

Ironis bukan? Miris sekali. Selamat jalan “Pahlawan Aremania”! Meski kedua tokoh politik itu tidak peduli dengan korban Stadion Kanjuruhan, toh masih banyak rakyat yang menaruh empati kepada mereka.

Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat kunjungan Megawati dan Puan ke Korsel itu? Berikut ini dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (11/11/2022).

Setelah memberi kuliah umum di Universitas Bengkulu, saya kira sama ya, Anda temukan di berbagai daerah apa yang dipikirkan oleh publik.

Iya. Itu akhirnya saya bikin komparasi bahwa ekspresi lokal itu tidak bisa dipahami hanya melalui keterangan pers dari partai-partai di pusat. Jadi dari pusat itu nggak paham bahwa di daerah itu perintah partai pusat beda dengan keadaan lokalnya. Jadi, kelihatannya ini dari segi kepartaian itu nggak ada hubungan langsung antara DPP dan pengurus daerah.

Keluh kesah dari pengurus daerah menunjukkan kepada siapa itu tidak online sebetulnya atau tidak inline apa yang menjadi ekspresi daerah dan apa yang diputuskan di pusat.

Bagi mahasiswa kendati Bengkulu sedikit melemah karena prestasi akademis yang tidak tumbuh dengan baik dan itu masih takut untuk mengekspresikan pikirannya, tapi mereka anggap bahwa ini permulaan.

Jadi, mereka mengundang saya dengan maksud berani untuk bicara. Jadi, terlihat bahwa kampus memang membutuhkan diasuh kembali oleh akal sehat. Kira-kira begitu tema mereka, karena dia nggak dapat informasi lain tentang politik selain dari FNN. Semua hal akhirnya dikembalikan pada kehadiran FNN. Itu jadi FNN sudah jadi talk of the town di Bengkulu.

Syukurlah kalau memang apa yang kita lakukan itu semacam ada manfaatnya. Ada kontribusi kita terhadap pemikiran-pemikiran di daerah begitu, karena memang sejak awal kan channel ini kita dedikasikan untuk itu.

Itu mahasiswa tanya bagaimana desa kalian tahu. Mereka bilang, di desa kami juga setiap hari itu ada komunitas untuk saling mengingatkan bahwa ini ada video FNN. Jadi, mereka sebut ibu-ibu, emak-emak, itu begitu ada pertemuan para petani, misalnya, itu membahas isu FNN.

Mereka menganggap bahwa yang penting mereka dengar. Kalau mengerti itu mungkin masih susah. Jadi, begitu cara mereka mengapresasi percakapan-percakapan di FNN.

Terima kasih. Nanti kita mencoba sedikit menurunkan bahasa, tapi susah juga. Saya kira mereka juga nanti lama-lama kalau ikuti kita terus juga paham.

Jadi, hal yang menggembirakan sebetulnya kendati mereka jujur mengatakan bahwa sebetulnya mereka nggak paham tapi mereka tahu ini politik yang benar. Mereka cuma ingin ada suara yang bisa memungkinkan mereka tahu bahwa pikiran mereka disambungkan melalui jalur-jalur sosial media. Dan, FNN ya itu yang mereka lihat sebetulnya tuh. Dosen-dosen juga begitu tuh, hadir banyak dosen, ada yang berbisik-bisik, tapi ada yang langsung lantang.

Oke Bung Rocky, sekarang kita bahas hal yang lagi rame, karena Bu Mega dan Mbak Puan sedang di Korea. Kan Mbak Puan mendapat gelar Doktor Honoris Causa yang kedua dan ini dia masih kalah jauh dibandingkan dengan Bu Megawati.

Tapi sekarang ini netizen lagi heboh karena selama di Korea rupanya Ibu Mega dan Mbak Puan itu berkunjung ke Itaewan, tempat di mana ada tragedi di sana, kemudian dia meletakkan bunga di sana sebagai tanda duka cita.

Saya kira ini bagus, tapi kemudian netizen mempersoalkan kenapa kok sampai Korea jauh-jauh datang ke situ, tapi ketika ada peristiwa di Kanjuruan kok tidak kedengaran Ibu Megawati dan Mbak Puan. Ini digugat oleh para netizen ini Bung Rocky.

Ini soal standar etik pemimpin. Ini benar dan kan memang nggak ada pejabat  yang datang ke situ dan tokoh-tokoh partai menganggap itu sekadar tragedi. Dia nggak bisa paham bahwa itu juga adalah konstituen, yang kalau Pemilu dikerahkan untuk mengusung tokoh tertentu, tapi ketika terjadi peristiwa itu, seoalah-olah lepas tangan.

Karena itu hak publik sebetulnya buat mengintip kegiatan Ibu Mega di Korea, dan mulai bikin penilaian. Jadi betul, kendati publik Indonesia itu seolah-olah tidak peduli, tapi begitu ada perbandingan mereka langsung anggap bahwa ini enggak benar tuh. Jadi kepekaan muncul selalu ketika ada perbandingan.

Itu artinya, mereka sebetulnya dari awal tahu bahwa yang terjadi di Malang itu harus dapat perhatian lebih besar dari Ibu Mega. Karena di situ juga wong cilik tuh. Jadi, keluh kesah atau semacam sinisme itu menunjukkan bahwa rakyat kita peka terhadap ketidakadilan. Dan, itu yang mesti dipahami oleh Ibu Mega. Kalau Ibu Mega dapat doktor, belum balik ke Indonesia itu masih di Korea, sudah dinilai sebagai tidak peka, ya apa gunanya simbol-simbol akademis itu.

Ya. Ini saya kira sebenarnya kayak gini nggak perlu baper juga kalau netizen mempersoalkan ini. Karena persoalan seperti ini saya kira sangat substansial. Jadi, kesannya itu kan seperti tidak ada ketulusan kalau di luar negeri bisa menunjukkan semacam itu, kenapa hal yang sama tidak bisa dilakukan, justru harusnya yang lebih diutamakan ketika terjadi dalam negeri, bukan di luar negeri.

Ya itu yang kita maksud bahwa standard moral orang Indonesia sebetulnya tinggi dan begitu kontras diperlihatkan, muncul evaluasi dan evaluasi itu yang juga diberlakukan oleh rakyat Indonesia atau netizen kalau melihat kebijakan pemerintah yang timpang atau berbohong.

Jadi, cara kita membaca oposisi sekarang adalah melalui sinisme, satire dari netizen, itu dasarnya. Jadi Pak Jokowi atau pemerintah jangan anggap bahwa oposisi itu berhenti ketika partai-partai itu diserap dalam kekuasaan. Tetap saja, suara masyarakat sipil itu suara yang jujur, suara yang jernih.

Tentang Prabowo Didatangi Projo

Oke, Bung Rocky kita ngomongin kelanjutan obrolan yang kemarin. Kemarin Pak Prabowo didatangi oleh Projo yang baru saja menyelenggarakan musra di Sumatera Barat dan kalau di Sumatera Barat kita pasti tahulah memang Pak Prabowo juga menang di sana pada pilpres yang lalu.

Dan sebenarnya mereka ini juga tidak hanya akan menemui Pak Prabowo, tapi juga menemui orang lain seperti Erick Thohir, Sandiaga Uno dan sebagainya. Tetapi sekarang ini menjadi berbeda pertemuan itu setelah Pak Jokowi meng-endorse Pak Prabowo gitu, dan kata Projo, karena Pak Jokowi mendukung Pak Prabowo, jadi Projo juga mendukung Pak Prabowo.

Ini jadi sangat menarik dan Pak Prabowo juga memberikan sinyal bahwa dia merasa nyaman bekerja sama dengan Jokowi dan dia minta agar komunikasi dengan Projo terus berlanjut. Saya kira ini kan sebenarnya sinyal-sinyal politik yang kita bisa baca ke mana arahnya.

Ya, apa gunanya lagi Projo kalau “kami mendukung apa yang didukung oleh Pak Jokowi”. Jadi, ngapain dukung lagi kalau presidennya sendiri sudah mendukung. Ngapain relawan sibuk-sibuk? Kan fungsi relawan memperkuat dukungan kepada presiden.

Sekarang presiden bilang ya saya sudah pastikan, Presiden Jokowi mestinya bubarin saja kan. Nggak ada manfaatnya lagi. Karena presiden langsung. Lain kalau Projo yang tekan Jokowi untuk memberi sinyal pada Pak Prabowo maka Projo bisa klaim itu. Kalau sekarang Projo enggak klaim apa-apa.

Kan Projo mau bilang ya Pak Jokowi sudah putuskan maka kami ikut. Itu bukan berita. Itu namanya pengikut Jokowi jadi apa yang diputuskan Jokowi dia ikut. Jadi Pak Jokowi bilang oke maka dia ikut. Bayangkan, misalnya dulu Projo sangat anti-Prabowo.

Mereka merasa ini jijik, misalnya, menyebut nama itu. Sekarang mereka mesti nyebut itu karena Presiden Jokowi sebutkan nama dia, nama Pak Prabowo. Bagi Pak Prabowo itu enggak ada problem juga, didukung enggak didukung. Bagi Pak Prabowo yang penting dia dapat sinyal bahwa Jokowi tidak akan menghalangi Prabowo, maka Pak Prabowo mengkonsolidasi partainya tuh.

Yang bekerja siapa nanti? Ya relawan Gerindra, bukan lagi relawan Jokowi sebetulnya. Jadi agak ajaib sebetulnya ini para relawan Pak Jokowi mondar-mandir atau ke sana kemari saja kerjaannya. Nggak ada poin di situ.

Itu yang dari awal kita terangkan bahwa musra itu akhirnya akan berhenti itu sebelum tuntas 31 provinsi yang dijanjikan itu. Karena amunisinya juga habis, karena para sponsor tahu bahwa mending langsung saja Jokowi yang ucapkan daripada lewat musra.

Jadi begitulah keadaan kita. Jadi terima saja bahwa memang pasti ada atau bahkan paradoks politik. Apalagi yang mesti diucapkan selain mengatakan “Selamat Datang Pak Prabowo”! Kira-kira begitu. (ida/sws)

470

Related Post