Merasa Terancam, Guntur Romli Laporkan Profesor Karna Wijaya ke Polda

Politisi PSI Guntur Romli.

Jakarta, FNN - Kasus penganiayaan Ade Armando kembali menelan “korban”. Kali ini imbas peristiwa itu menimpa Prof Karna Wijaya, Gurubesar FMIPA UGM Jogjakarta. Ia dilaporkan pegiat medsos yang juga politikus PSI Guntur Romli ke Polda Metro Jaya.

“Hari ini melaporkan pemilik Facebook yang terduga atas nama Karna Wijaya,” kata Guntur Romli di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18 April 2022).

Guntur mengungkapkan akun medsos itu memuat foto dirinya dan istrinya serta sejumlah pegiat medsos seperti Eko Kuntadhi, Deny Siregar hingga Ade Armando, dengan narasi ‘satu per satu dicicil massa’.

“Saya merasa diancam dan dihasut karena ada postingan dia di FB yang memuat foto saya dan istri saya yang isinya itu satu per satu dicicil massa,” ujarnya, usai melapor di Polda Metro Jaya.

Guntur juga mengatakan akun medsos tersebut juga menuliskan komentar dengan kata-kata disembelih dan dibedil, dia pun menilai komentar tersebut sebagai sebuah ancaman serius sehingga melaporkannya ke pihak berwajib.

Lebih lanjut dia mengungkapkan akun medsos tersebut juga mengunggah foto Ade Armando yang disilang.

“Yang isinya satu persatu dicicil massa dan di situ ada foto Ade Armando yang disilang. Jadi, artinya kalau saya pahami ini kan kaya target mau dihakimi seperti Ade Armando selanjutnya,” pungkasnya.

Laporan Guntur Romli telah diterima dan terdaftar dengan nomor laporan LP/B/1983/IV/2022/SPKT/Polda MetroJaya pada 18 April 2022.

Kuasa hukum Guntur, Aulia Fahmi, mengatakan pihaknya melaporkan dua pasal yakni Pasal 160 dugaan penghasutan, Pasal 28 ayat 2 ujaran kebencian dan pasal 29 mengenai pengancaman pribadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kita siapkan langkah ke depan yakni beberapa ahli dari ahli pidana, ahli ITE, ahli bahasa terpenting nanti, kami juga komunikasi ke beberapa ahli dan katanya memang ucapan ini sangat menakutkan dan mengandung ujaran kebencian,” kata Fahmi. 

Prof Karna dilaporkan terkait dugaan penghasutan dan pengancaman melalui media sosial karena mengomentari pengeroyokan aktivis Ade Armando.

Sementara itu, Prof Karna mengaku salah telah membuat kegaduhan dengan mem-posting terkait Ade Armando di medsosnya. Ia mengaku unggahannya itu hanya sebatas candaan.

“Saya mem-posting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan (bercanda), jadi kan sangat biasa sekali,” kata Prof Karna, Selasa (19/4/2022).

Tidak hanya dilaporkan ke polisi, Prof Karna juga dipanggil dan diperiksa oleh pihak rektorat di Kantor Pusat UGM, Senin (18/4/2022). Ia terancam sanksi pemecatan karena melanggar kode etik kampus.

“Sanksi terberat dalam konteks kita bisa saja misalnya penghentian atau penurunan jabatan. Atau bisa juga adalah penghentian melakukan kegiatan akademik. Itu dalam konteks administrasi etik,” ujar Kepala Bagian Hukum dan Organisasi (Hukor) UGM, Veri Antoni.

Laporan Guntur Romli telah diterima dan terdaftar dengan nomor laporan LP/B/1983/IV/2022/SPKT/Polda MetroJaya pada 18 April 2022.

Kuasa hukum Guntur, Aulia Fahmi, mengatakan pihaknya melaporkan dua pasal yakni Pasal 160 dugaan penghasutan, Pasal 28 ayat 2 ujaran kebencian dan pasal 29 mengenai pengancaman pribadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Kita siapkan langkah ke depan yakni beberapa ahli dari ahli pidana, ahli ITE, ahli bahasa terpenting nanti, kami juga komunikasi ke beberapa ahli dan katanya memang ucapan ini sangat menakutkan dan mengandung ujaran kebencian,” kata Fahmi. 

Sebelumnya, Prof Karna sempat dihujat di medsos karena unggahannya yang mengomentari insiden Ade Armanto dikeroyok dan ditelanjangi massa ketika demonstrasi BEM SI pada 11 April 2022.

Usai kasus itu, Prof Karna mengunggah foto, yang lantas dilaporkan Guntur Romli ke polisi. Senin 18 April 2022, pihak kampus UGM telah memanggil Prof Karna untuk mengklarifkasi postingannya soal kasus Ade Armando. 

Dalam unggahan soal Ade Armando tersebut, Prof Karna disorot juga karena menyertakan caption “warganet yang menemukan celana Ade Armando harap dikembalikan karena akan dipakai mengajar”.

Ia membantah foto itu adalah bentuk ancaman terhadap Guntur Romli dan istrinya. “Kelihatannya namanya ada di sembilan foto itu, lalu dia merasa terancam,” kata Prof Karna.

“Ini kayak anak kecil (saja). Padahal unggahan sembilan nama itu sikap saya memprihatinkan (atas) keadaan sekarang yang berakhir pada kejadian Ade Armando,” katanya seperti dilansir Tempo.co, Selasa pagi (19/4/2022).

Menurutnya, kejadian pengeroyokan yang menimpa Ade Armando bisa saja terulang pada Guntur Romli. “Jadi maksudnya, bukan tidak mungkin massa yang marah akan menyerang dia,” imbuh Prof Karna. 

Ia mengaku tak kenal dengan Guntur Romli. Sebelum kasus postingannya soal Ade Armando memancing hujatan, Prof Karna menyatakan tak pernah berpolemik. 

Namun dengan pelaporan ke polisi atas tuduhan itu, ia siap menghadapinya dan melaporkan balik. “Sedang kami siapkan tim hukumnya,” ungkap Prof Karna.

Terkait dugaan ujaran kebencian soal pengeroyokan Ade Armando, Prof Karna memberi pernyataan, Senin (18/4/2022). Dalam pernyataannya, Prof Karna menyampaikan permintaan maaf.

Prof Karna mengakui, dirinyalah yang mengunggah postingan terkait Ade Armando di akun medsosnya. Namun, dia berdalih komentarnya itu hanya sebatas guyonan biasa.

“Saya memposting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan, gojekan sangat biasa sekali. Bahkan mungkin statement-statement yang dibuat, katakanlah Ade Armando dan sebagainya, itu lebih sadis ya. Tapi ini kan hanya sebuah gojekan saja terhadap kejadian seperti itu,” kata Prof Karna pada wartawan.

Prof Karna menyebut, ia tidak hanya mengomentari kasus Ade Armando. Banyak kasus seperti klithih, sosial ekonomi, dan kriminal lainnya. Akan tetapi hanya postingan Ade Armando yang menurutnya “digoreng”.

“Sebenarnya tidak hanya kasus Ade Armando, ada kasus klithih, kasus yang lain begal, ada kasus sosial politik, ekonomi juga yang ada di situ tapi tidak digoreng, yang digoreng hanya yang Ade Armando saja,” ungkapnya.

“Dalam postingan saya itu saya kira juga tidak vulgar, hanya gojekan biasa,” tambahnya.

Ia melanjutkan, salah satu postingan yang digoreng adalah komentarnya yang berisi kata-kata 'sembelih'. Prof Karna mengklaim jika komentar itu ditujukan ke postingan lain dan tidak terkait dengan Ade Armando.

Karna menyebut ada pihak lain yang mengedit postingan itu seakan-akan untuk mengomentari Ade Armando. Postingan itu kemudian diunggah di grup Facebook Kagama oleh orang tanpa sepengetahuannya.

“Ada kata-kata 'disembelih', padahal kata-kata disembelih itu berasal dari statement di postingan lain, bukan dalam konteks Ade Armando,” tegasnya.

“Kata 'sembelih' itu juga tidak pada Ade Armando, pada konteks lain yang diambil orang itu diedit dan masukkan satu frame bahwa saya melakukan ujaran kebencian. Padahal hanya guyonan saja dan pemilihan diksinya,” lanjutnya.

Postingan lain yang membuat gaduh adalah tentang kolase foto ada beberapa tokoh dengan caption “Satu Persatu Dicicil Massa”. Dalam unggahan itu, foto Ade Armando dicoret.

Sekali lagi, Prof Karna mengaku jika unggahan itu hanya sebatas guyonan. Postingan itu pun dia ambil dari postingan lain.

“Itulah gojekan ini. Memang saya meng-upload itu sebagai gojekan wah ini dicicil massa itu juga ambil dari postingan lain, terus ada dicicil massa itu sebenarnya guyonan,” jelasnya.

Meski berdalih postingannya itu sebatas gojekan, namun Prof Karna tetap menyampaikan permohonan maafnya. Dia meminta maaf ke publik karena pilihan diksi yang akhirnya membuat kegaduhan.

“Jadi sekali lagi kalau statement ini menimbulkan kegaduhan, saya sekali lagi mohon maaf kepada publik,” ujar Prof Karna. Sebuah sikap gentlement. (mth)

347

Related Post