MK Tidak Menerima Gugatan IKN
MK (Mahkamah Konstitusi) tidak menerima enam gugatan IKN terkait dari kedudukan hukum, posita dan petitum yang tidak jelas, pemohon dinilai tidak mengalami kerugian secara langsung atas pembentukan UU IKN.
Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD
Kedudukan hukum terkait legal standing / keterkaitan pemohon uji formil dan materil, posita terkait dalil yang menggambarkan hubungan dasar suatu tuntutan dan petitum merupakan tuntutan yang diajukan penggugat kepada hakim untuk dikabulkan.
UU IKN resmi diundangkan dan dimuat dalam lembaran negara pada 15 Februari 2022, atau dead line tuntutan uji formilnya pada 31 Maret 2022, adapun gugatan pemohon terkait tuntutan uji formil diajukan melebihi batas tenggang waktu 45 hari yang telah ditentukan.
Ini mengingatkan saya sewaktu menghadiri sidang di PN Jakarta Pusat dalam agenda pembacaan putusan dalam pembelaan terhadap May Jen Purn Kivlan Zen dimana hakim menyampaikan bahwa pembelaan yang dilakukan tidak tertuang pada permasalahan di berkas perkara yang dibuat oleh kepolisian.
Ini yang menjadi paradok, karena bisa saja masalah yang potensial sengaja tidak dimunculkan dalam berkas perkara, disisi lain bisa menjadikan hal yang meringankan bagi tim pembela untuk melakukan pembelaan sekaligus tidak memberikan peluang dalam ajuan pembelaan yang signifikan.
Dengan kata lain hal hal yang sangat krusial dalam poin-poin kerawanan atau persyaratan IKN yang logis dan komprehensif tidak dituangkan dalam dalil dalil UU IKN.
Salah satu contoh misalnya bahwa IKN merupakan center of grafity of state, atau setidaknya bahwa disekitarnya didomisili oleh mayoritas penduduk hingga 60 -- 70 persen, atau bahwa IKN harus dengan pertimbangan geografis, demografis, strategis, filosofis dan komunikatif , atau dihadapkan kepada hakikat ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan.
Sudah selayaknya bahwa secara formil dan materil tidak bisa dibandingkan dengan berdirinya suatu perusahaan atau proyek tertentu.
Oleh karenanya putusan MK terkait kedudukan hukum, posita dan petitum harus direlevansikan dengan syarat nilai strategis dan taktis tanpa mengabaikan waktu, sumber daya alam, sumber daya buatan serta situasi dan kondisi negara saat berlaku.
Dengan demikian akan diperoleh suatu jawaban komprehesif yang mengkaitkan kepentingan hukum dengan kepentingan negara secara utuh.
Sebenarnya ini mengatas namakan kepentingan orang banyak, sebagai hak warga negara yang ingin mencegah dan mengantisipasi segala perbuatan atau tindakan yang dapat mengarah kepada kerugian dan bahayanya suatu negara.
Maka tidak salah jika ketua DPD RI AA Nyala Mahmud Mattaliti pernah mengingatkan bahwa hasil produk hukum MK sebaiknya tidak berdampak pada mencelakakan negara.
Memang tidak sepenuhnya benar mengkaitkan hubungan pernikahan antara ketua MK dengan adik presiden Ir Joko Widodo yang mengkaitkan dengan pernikahan politik, namun setidaknya harus bisa dicegah hal hal yang berkaitan dengan KKN.
(Bandung, 1 Juni 2022)