OBOR Versus OPOR
Oleh Ridwan Saidi Budayawan
ONE belt one road garis niaga yang mau dibentang China, dikenal dengan akronim OBOR, tampaknya tak berjaya di lapangan. China dikepung USA dan sekutu lebih setahun. Negara-negara yang menerima pinjaman China kini sulit menutup hutang dan berujung ganti rezim.
Tidak suksesnya serbuan Rusia ke Ukraine berdampak pada China juga, setidaknya pada BRIC yang mereka bentuk.
Dampak Ukraine War pada Rusia lebih tampak. Sistem dan kekuatan pertahanan Rusia terbaca. Selain perang itu juga melemahkan ekonomi Russia.
Akhirnya tercapai juga kesepakatan Russia-Ukraina dalam perundingan kedua negara yang ditengahi tuan rumah dan disaksikan utusan PBB pada tanggal 13/7/2022 di Turki. Rusia sepakat memberi jalur laut yang aman bagi ekspor gandum Ukraina.
Presiden Erdogan bekerja cukup lama untuk mewujudkan perundingan ini. Hasil ini menggoda saya untuk mengkaji asumsi:
1. Rusia tak sekuat seperti yang ia mau kesankan selama ini.
2. Rusia membuat perhitungan meleset ketika memutuskan mengagresi Ukraina. Benar permintaan Ukraina menjadi anggota NATO ditolak, tapi tidak tertutup jalan bagi Barat untuk memberi bantuan alat-alat perang, logistik, dan sukarelawan kepada Ukraina ketika Rusia benar-benar mengagresinya.
3. Kok Turki yang berhasil bujuk Rusia dan Ukraina ke meja runding, bukan Indonesia?
Politik, terutama politik Internasional menuntut profesionalisme yang tinggi. Bermain politik lokal pun sebenarnya tak boleh amatiran.
Setelah perundingan Turki, bipolarisasi kekuatan dunia tidak setajam sebelum agresi Rusia ke Ukraine. Saya tidak mengatakan kedua blok di dunia sudah akur-akuran. Tapi bipolarisasi era pemimpin dunia genre Bung Karno sudah berlalu, dimana tatkala itu mencuat gagasan membangun Non-Blok.
Proses persaingan yang berkelindan dengan confrontation antar blok berujung di Kiev. Kota di Ukraine ini yang dihajar Rusia berbulan-bulan gagal dikuasai Rusia.
Adegan berikut rontoknya rezim-rezim gagal bayar hutang China dan munculnya sikap anti TKA China, yang terbaru di Solomon.
Melemahnya kekuatan dua anggota BRIC secara dialektis mengkondisi AUKUS (Inggris, USA, Aussie) bisa menjelma menjadi OPOR, one power one road. OPOR memang asyik, tapi tak mudah diantisipasi negara yang ekonomi belum maju, politik masih amatiran.
Menkeu Mulyani pada 14/7/2022, berkata Indonesia terancam ikuti jejak Srilanka.
Kita saksikan bersama ekonomi dan politik Srilanka remuk redam.
Indonesia mencoba mainkan doktrin polugri bebas aktif tapi kondisi lapangan kian berubah dan menuntut kualitas berpolugri bebas dan kreatif. Kekuatan-kekuatan dunia tampaknya tidak lagi bipolar, dunia mengarah ke monopolarism, wether U hate it or not. Realita arena begini, sedangkan politik soal realita. Ubah realita, jika mampu. Lawan realita, kalau kuat. Atau, bersesuaian dengan realita. Tak ada entri dalam ensiklopedi politik: lari dari realita. (RSaidi).