OJK Sebagai Penyelidik dan Penyidik Tunggal Dikhawatirkan Memicu Persekongkolan

Jakarta, FNN - Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku penyelidik dan penyidik tunggal dalam kasus pidana sektor keuangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dikhawatirkan dapat memicu persekongkolan.

Demikian respons Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan amggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

Menurut Sahroni untuk mengusut tindak pidana di sektor jasa keuangan, harus dilakukan kolaborasi kelembagaan agar terjadi proses check and balances. Jadi jika salah satu diberi kewenangan absolut, di situ justru ia rasa akan muncul potensi-potensi korupsi baru. 

"Jadi sangat berbahaya sekali kalau OJK dijadikan penyelidik dan penyidik tunggal. Perlu ada penyiidik Polri setidaknya sebagai pelengkap, bila perlu penyidik KPK dan Kejaksaan Agung," kata dia akhir pekan ini.

Pada 15 Desember 2022, Sidang Paripurna DPR RI mengesahkan UU PPSK, yang disebut sebagai Omnibus Law Keuangan. Pasalnya, undang-undang itu, mengatur sedikitnya 17 Undang-Undang di dalamnya. Termasuk regulasi yang mengatur kewenangan OJK, sebagai lembaga penyidik itu.

Pasal 48B ayat 1 dan 2 UU PPSK: OJK berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan.

"(1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan dimulainya, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan.

(2) Sebelum menetapkan dimulainya penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan."

Sementara anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengemukakan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) itu, sistem pengawasan dan struktur OJK harus diperkuat agar tak menimbulkan persekongkolan.

Dalam keterangannya kepada pers, seperti dikutip Sabtu (7/1), Yeka Hendra Fatika mengatakan, yang menjadi catatan jangan sampai terjadi persekongkolan. Karena, OJK satu-satunya penyidik sektor keuangan, juga akan melibatkan stakeholder di sektor keuangan. Ia mengkhawatirkan ada persekongkolan yang berujung SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), atau penyidikan dihentikan.

Karena itulah dalam pandangan Ombudsman perlu ada lembaga pengawas OJK. Yeka mencontohkan, untuk Polri ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kejaksaan diawasi Komisi Kejaksaan, dan begitu juga pengawasan hakim di tangan Komisi Yudisial.

Pertanyaannya, siapa yang mengawasi lembaga penyelidikan di tangan OJK?. Karena itu, perlu ada perubahan penguatan struktur OJK, agar bisa meminimalisir persekongkolan, atau bahkan mencegahnya.

OJK juga harus memperkuat fungsi pengawasannya sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan di sektor jasa keuangan. Kalau bisa jangan sampai kasus sudah terjadi baru penyidikan. Ini mengesankan OJK menunggu di hilir, ada masalah baru bekerja. 

Dengan adanya undang-undang UU PPSK, Ombudsman berharap OJK memperkuat sistem pengawasan, untuk mengoptimalkan fungsi preventif. Jangan seperti pemadam kebakaran, yang datang saat api sudah menghabiskan semuanya (dj)

487

Related Post