Peternak Unggas Mandiri Lakukan Unjuk Rasa

Jakarta, FNN --- Peternak unggas mandiri yang tergabung dalam Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) melakukan aksi unjuk rasa. Mereka mendesak Pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) Perlindungan Peternak. 

Pasalnya, harga sarana produksi peternak selalu melebihi harga jual ayam hidup. Kondisi tersebut yang menyebabkan peternak akan selalu merugi. 

Titik impas atau break even point (BEP) peternak unggas mandiri di Rp. 21.000,- Sementara harga jual ayam hidup saat ini Rp. 17.000 /kg.

"Input atau sarana produksi ternak (sapronak) berupa DOC (day old chicken  dan pakan yang tinggi tidak mengikuti fluktuasi harga jual ayam hidup. Kami menuntut mendapatkan DOC dan sapronak secara berkesinambungan dengan harga yang wajar karena itu merupakan menjadi komponen penting pembentuk harga pokok produksi," ujar Ketua KPUN, Alvino Antonio, saat memimpin aksi yang dihadiri peternak se-Jawa Bali yang dilakukan di Istana Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha, Jakarta, Rabu, 7 September 2022.

Kata Alvino, selama pandemi peternak unggas mandiri tidak pernah mendapat insentif dalam bentuk apapun dari pemerintah. Sehingga populasi peternak pun semakin berkurang. Banyak peternak gulung tikar karena harga jual ayam hidup lebih sering di bawah harga pokok produksi ( HPP ). 

Jumlah peternak Mandiri nasional terdegradasi terhitung sejak tahun 2000-an sebanyak 85 %.

"Tahun 2000-an jumlah peternak sebanyak 2,5 juta peternak dengan asumsi 90 % populasi nasional dikuasai oleh peternak rakyat UMKM. Sekarang tinggal 35.280 KK peternak," ujar Alvino.

Maka dari itu, pihaknya mendesak Pemerintah segera menyusun PP Perlindungan Peternak  dengan mengusulkan lakukan kontrol harga input atau sapronak. Pemerintah segera membuat standarisasi SNI untuk pakan dan DOC. 

Bila terjadi kelebihan pasokan maka pemerintah wajib melakukan pemerataan dengan distribusi ayam ke daerah yang kekurangan pasokan ayam bersinergi dengan integrator.

"Para integrator dalam role model bisnisnya harus menyertakan market ayam karkas. Supply harus disesuaikan dengan Demand. Mereka ( integrator ) tidak boleh budidaya final stock atau Livebird,"  ungkap Alvino.

Alvino menambahkan, pihaknya meminta Pemerintah untuk mengatur ulang kuota Grand Parent Stock (GPS) nasional. Karena, 64 persen kuota GPS dikuasai oleh 2 integrator raksasa. Atur kuota GPS dan biarkan perusahaan bersaing secara sehat di hulunya.

Perusahaan integrasi juga fokus membantu peternak mandiri dengan menyediakan sapronak, mulai dari DOC, pakan dan lainnya yang sesuai SNI dengqn harga yang terjangkau. 

Menurut Alvino,.pihaknya juga meminta Pemerintah memberikan sanksi tegas bagi industri yang melanggar undang-undang dan mematikan ekonomi rakyat.

"Pemerintah juga harus memaksimalkan badan pangan nasional sebagai buffer untuk melindungi dan menyerap produksi peternak UMKM," pungkas Alvino. (TG)

318

Related Post