PNKN: Batalkan UU Ibu Kota Negara Segera!
Jakarta, FNN - Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) telah resmi disahkan menjadi undang-undang (UU) yang disepakati dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa 18 Januari 2022.
UU IKN ini terdiri dari 11 BAB dan 44 Pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota.
Hal-hal yang diatur diantaranya berkaitan dengan: a) wilayah dan rencana induk; b) penyelenggara pemerintahan oleh otorita IKN; c) pembagian wilayah; d) penataan ruang; e) pemindahan ibu kota; f) pendanaan dan pengelolaan anggaran; dan g) partisipasi masyarakat.
Terhadap pembentukan UU IKN, Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) akan mengajukan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi dengan poin-poin argumentasi sebagai berikut:
1. Pembentukan UU IKN Tidak Disusun dan Dibentuk dengan Perencanaan yang Berkesinambungan. Dari Dokumen Perencanaan Pembagunan, Perencanaan Regulasi, Perencanaan Keuangan Negara dan Pelaksanaan Pembagunan.
Hal ini karena rencana IKN tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, dan tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019.
IKN mendadak muncul baru dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Namun meskipun demikian, anggaran IKN tidak pernah ditemukan dalam Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021, dan 2022.
2. UU IKN dalam Pembentukan tidak benar-benar memperhatikan materi muatan. Karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana.
Bahwa dari 44 Pasal di UU IKN, terdapat 13 perintah pendelegasian kewenangan pengaturan dalam peraturan pelaksana. UU IKN tidak secara detail mengatur mengenai administrasi pemerintahan IKN dan UU IKN masih sangat bersifat makro dalam mengatur hal-hal tentang IKN.
Ragam materi yang didelegasikan dalam 13 perintah pendelegasian dalam UU IKN diatas seharusnya menjadi materi muatan yang diatur dalam level undang-undang, karena bersifatnya yang strategis.
3. UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
Oleh karena IKN merupakan materi yang disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan IKN mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik.
Kebijakan pemindahan IKN tidak mempertimbangkan aspek sosiologis kondisi nasional dan global yang tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang dari waktu ke waktu trennya masih cukup tinggi.
4. UU IKN Tidak dibuat Karena Benar-Benar Dibutuhkan. Bahwa berdasarkan hasil survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), 19 Desember 2021, sebanyak 61,9% Orang Tidak Setuju Ibu Kota Pindah.
Pemborosan anggaran menjadi alasan utama mengapa responden tidak setuju. Ada 35,3% responden yang tidak setuju yang menjawab hal tersebut.
Sementara itu, 18,4% menganggap lokasi yang dipilih kurang strategis dan 10,1% responden menilai fasilitas Jakarta sudah memadai. Kemudian, 5,6% responden mengkhawatirkan utang yang akan bertambah jika pemindahan ibu kota benar terjadi. Selain itu, 4,7% responden merasa pemindahan ibu kota dapat mengubah sejarah atau nilai historis.
5. Pembentukan UU IKN minim Partisipasi Masyarakat. Dari 28 tahapan/ agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya ada 7 (tujuh) agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan 21 agenda lainya informasi dan dokumenya tidak dapat diakses publik.
Pembentukan UU IKN yang dibahas sejak 03 November 2021 sampai dengan 18 Januari 2022 hanya memakan waktu 42 hari. Tahapan ini tergolong sangat cepat untuk pembahasan sebuah RUU yang berkaitan dengan IKN yang sangat strategis dan berdampak luas.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 jo Undang-Undang Mahkamah Konstitusi berkenan memeriksa dan memutus permohonan Pemohon sebagai berikut:
Pengujian Formil
1. Mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pembentukan Undang-Undang IKN tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Menyatakan Undang-Undang IKN tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
5. Jika Mahkamah berpendapat lain maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Dalam mengajukan permohonan Uji Formil UU IKN tersebut, PNKN memberi kuasa penuh kepada Tim Lawyer yang dipimpin oleh Viktor Santoso Tandiasa, S, MH, dengan didukung oleh Wirawan Adnan, SH, MH, bisman bachtiar, SH, MH, Djudju Purwantoro, SH, Harseto Setyadi Rajah, SH, dan Eliadi Hulu, SH.
“Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian serta dukungan rekan-rekan media dan seluruh rakyat pendukung tegaknya Kedaulatan Negara, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,” tulis siaran pers tersebut.
Koordinator Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN), Dr. Abdullah Hehamahua & Dr. Marwan Batubara. Setidaknya, sudah ada 75 nama Pemohon dan Pendukung Uji Formil UU IKN. (mth)