Polugri Layangan Putus, Terhenti Duet USA-Turki

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

POLUGRI (politik luar negeri) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini sulit dimengerti arahnya. Penolakan Indonesia atas usul menjadikan masalah pelanggaran HAM oleh China sebagai agenda bahasan PBB. Sikap bingung Indonesia jelang konferensi G20 karena rencana dikeluarkannya pernyataan usir Rusia dari Ukraine. Retorika anggota kabinet yang reluctant terhadap USA. Puji-pujian terhadap China secara meriah tak terpermanai. Idem dito terhadap Rusia.

Fakta lapangan Rusia mengalami kemunduran akibat memerangi Ukraine. Xie Jinping lagi dihajar pendemo di seluruh daratan China bahkan pendemo tuntut pembubaran PKC.

Sejak demo rakyat di Pakistan dan Srilangka kemudian disusul Iran dan China memudahkan kita memahami peta dunia yang hampir usai dibentuk.

Turki muncul sebagai representasi Islam. Iran menjadi makin sulit ambil peran di dunia. Indonesia mencoba jadi juru damai Ukraine vs Rusia ternyata tiada respons dari pihak-pihak yang bertikai. Malah Turki yang berperan walau tak berpidato, I repeat stop war.

Pilihan AUKUS dan sekutu mengambil Islam sebagai mitra tentu dengan pertimbangan. Sikap Islamophobia gagal melumpuhkan Islam, walau di China. Kalau Jinping bisa bertahan tentu dia akan bersohib dengan orang-orang Uighur. 

Islam pun mempunyai potensi ekonomi tentu ini juga jadi pertimbangan.

Indonesia sebagai negara yang menggagas  Konferensi Islam Asia Afrika mesti punya sikap terhadap perubahan mutakhir dunia. Leadership Turki tampaknya diterima negara-negara Islamic Conference. Apakah ini mau disebut politik identitas, terserah tukang istilah. Faktanya AUKUS dan sekutu mempercayai Turki sebagai representasi Islam. AUKUS dan sekutu memerlukan penyeimbang. Mereka tak hendak menjadi The Great of Roman Empire. Siapa saja dimusuhi.

Kian sulit China dan Rusia pertahankan kedudukannya sebagai pesaing AUKUS dan sekutu. Kenyataan ini mungkin pahit buat pemerintah Indonesia yang mengira perang dingin 1960-an belum berakhir dimana dunia terbagi dua blok Timur dan Barat. Saat itu populer lagi phrase East is east, west is west, and never the twin shall meet.

Semua berubah. 

I repeat, joint the world. (RSadi)

214

Related Post