Pro-Kontra- Rencana Penerapan Electronic Road Pricing ‘Jalan Berbayar’ di Jakarta

Jakarta, FNN - Pemerintah Provinsi DKI di bawah Pj. Gubernur Heru Budi Hartono akan segera memberlakukan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP)  “jalan berbayar”.  Ada 25 ruas jalan yang sedang dikaji untuk dijadikan jalan berbayar. Kebijakan ini menimbulkan pro- kontra-. Bagaimana esensi dan tujuan jalan berbayar?

“ERP sebetulnya salah merupakan satu tools, salah satu alat untuk pengendalian lalu lintas di sebuah ruas. Idenya adalah bagaimana memindahkan para pengemudi di sebuah ruas yang melebihi kapasitas ruas tersebut sehingga menjadi macet, dipindahkan ke ruas baru yang lebih kosong,” kata Anggota Komisi V dari Fraksi PAN, periode 2004-2009, serta Panja dan Pansus Undang-undang Lalu Lintas, Putra Jaya dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Minggu (15/01/23).

Menurut PJ, ERP bersifat fleksibel dan variabel. Pada saat road tidak macet, dia bisa nol. Begitu tingkat kepadatan sedang, dia bisa setengahnya, dihitungnya adalah km/jam.  Jadi bukan fix price dan tidak satu tempat satu satuan waktu, tergantung komputer melihat kecepatan dan kepadatan di jalan itu. Begitu jalannya senggang, mereka tidak bayar.

 “Tujuan retribusi itu bukan mendapatkan PAD, bukan untuk mengambil uang rakyat untuk pemerintah, tetapi agar rakyat memilih atau menentukan sendiri apakah mau lewat jalan tengah dengan cas sekian atau lewat highway yang memutar tapi tidak kena cas,” tambah PJ. Tetapi, PJ khawati Pemprov DKI tidak paham apa sebetulnya misi dari ERP. PJ khawatir mereka berpikir bahwa ERP akan menambah PAD, sedangkan orang sudah bayar pajak kendaraan, alias sudah bayar untuk jalan.

 Di Jakarta, ERP disebutkan akan diterapkan di 25 ruas jalan dan tarifnya antara Rp5.000 sampai Rp 19.900. Bagaimana praktiknya? Menurut PJ, “Jadi kalau saya dari selatan mau ke Utara saya harus ada jalan yang saya tidak bayar, nggak boleh semua ditutup. Kalau semua ditutup itu namanya memagari, bukan mengatur.”  

Sampai saat ini belum ada sosialisasi mengenai rencana pemberlakukan ERP. “Jangan-jangan mereka nggak bisa sosialisasi karena mereka nggak paham. Kalau saya lihat dasar hukum penyelenggaraan itu mereka nggak paham. Antara undang-undang Peraturan Pemerintah kemudian ke Pergub itu nggak nyambung,” ujar PJ.  

PJ mengatakan bahwa di Singapura butuh proses 20 tahun untuk ke ERP. Dia menyarakan diterapkan ganjil genap dulu, baru terapkan ERP. (sof)

817

Related Post