Selamat Ginting: Usia Pensiun TNI Idealnya 60-65 Tahun Setara Polri, PNS, dan Terkait Usia Harapan Hidup
Jakarta | FNN - Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengusulkan usia pensiun TNI idealnya 60-65 tahun, setara dengan Aparat Sipil Negara (ASN) lainnya, seperti Polri, Kejaksaan, dan PNS (Pegawai Negeri Sipil) lainnya. Selain itu mesti disesuaikan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
“Usia pensiun TNI tergolong terlalu cepat dibandingkan dengan Polri, dan PNS lainnya. Apalagi jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia sekitar 74 tahun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik akhir Desember 2023 lalu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP Unas, Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Ia menanggapi Rapat Paripurna DPR ke-18 Masa Sidang V Tahun 2023-2024 yang mengesahkan empat RUU menjadi usul inisiatif DPR, Selasa (28/5).
Empat RUU itu yakni RUU perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri, RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, dan RUU Perubahan ketiga UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
RUU TNI akan mengakomodasi tiga materi pokok usulan usulan revisi. Masing-masing terkait status TNI, masa pensiun dinas, dan mengenai hubungan TNI dengan Kementerian Pertahanan.
Termuda di Dunia
Menurut Selamat Ginting, jika dibandingkan dengan usia pensiun militer di Asia dan dunia, maka usia pensiun TNI maksimal 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama, tergolong paling muda di dunia. Umumnya negara-negara di Asia dan dunia rata-rata sekitar 60-65 tahun, hal ini terkait dengan usia harapan hidup penduduk di negara-negara tersebut.
“Jika dikaitkan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia pada akhir 2023 lalu, usianya sekiar 74 tahun. Artinya wajar apabila usia pensiun TNI ditingkatkan menjadi 60-65 tahun. Usia seperti itu masih tergolong usia produktif dengan semakin baiknya tingkat Kesehatan, dan kesejahteraan penduduk,” kata Ginting.
Sama seperti PNS, lanjut Ginting, usia pensiun bagi eselon dua dan eselon satu maksimal 60 tahun. Sedangkan eselon tiga ke bawah, usia pensiunnya 58 tahun. Sementara yang menduduki posisi fungsional seperti dosen atau tenaga pengajar bisa sampai 65 tahun. Maka wajar pula apabila perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan strategis seperti Panglima TNI maupun Kepala Staf Angkatan, serta prajurit yang menjadi dosen atau guru militer, dan memiliki keahlian khusus dapat diberikan kesempatan berdinas hingga maksimal 65 tahun.
“Prajurit yang mempunyai tugas fungsional serta keahlian, tidak bisa begitu saja dipensiunkan, karena untuk mencetak sumberdaya manusia seperti itu tidak mudah dan mahal. Misalnya ahli penjinak bom Zeni, ahli nubika (nuklir, biologi, kimia) Zeni, ahli tank dan panser Kavaleri, ahli Meriam Artileri, teknisi pesawat tempur, teknisi kapal perang, dan lain-lain. Semakin tua akan semakin ahli dan matang. Mereka justru umumnya golongan bintara. Apa harus pensiun 53 tahun? Jadi wajar juga jika mereka pensiun usia 58-60 tahun, karena negara membutuhkan keahlian mereka,” ungkap Ginting.
Oleh karena itu, kata dia, UU TNI Pasal 53 tentang usia pensiun Prajurit TNI bisa disesuaikan dengan Polri. Prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun. Sedangkan khusus untuk jabatan fungsional, prajurit TNI dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Bagi perwira tinggi TNI, masa dinas keprajuritan dapat diperpanjang secara selektif oleh Presiden. Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan masa dinas keprajuritan cukup bisa diatur dengan Peraturan Panglima TNI saja, karena pimpinan TNI mengetahui urusan internalnya,” ujar Ginting.
Apabila perubahan usia pensiun TNI dapat disetujui DPR, kata Ginting, maka otomatis Pasal 71 tentang pemberlakuan usia pensiun prajurit TNI, bagi perwira yang tepat berusia atau belum genap berusia 58 tahun, diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 60 tahun dan bagi bintara/ tamtama yang tepat berusia atau belum genap berusia 53 tahun, diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 60 tahun.
“Selama ini didengungkan soliditas TNI dan Polri. Tapi begitu lihat usia pensiun bintara/tamtama TNI dan Polri berbeda jauh. Bintara/tamtama TNI pensiun usia 53 tahun, sedangkan Polri 58 tahun. Perbedaan tersebut bisa menimbulkan kecemburuan di antara prajurit TNI dengan Polri. DPR harus memperhatikan psikologis prajurit di lapangan. Misalnya antara babinsa (bintara pembina desa) TNI dengan bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) Polri,” ungkapnya.
Prajurit TNI Satu Persen dari Jumlah Penduduk
Selamat Ginting beralasan, jumlah personel TNI saat ini terlampau minim jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta jiwa. Prajurit TNI hanya sekitar 500 ribu orang. Jika mengambil satu persen saja dari jumlah penduduk Indonesia, setidaknya jumlah prajurit aktif TNI sekitar 2,7 juta personel. Begitu juga dengan polisi, jumlahnya mesti 2,7 juta personel aktif.
“Namun melihat kondisi keuangan negara, maka yang paling memungkinkan saat ini menjadikan jumlah prajurit TNI sekitar satu juta personel, begitu juga dengan prajurit aktif Polri sekitar satu juta personel. Dengan jumlah personel gabungan TNI dan Polri sekitar dua juta personel, maka kita bisa leluasa menjalankan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata) menghadapi ancaman perang berlarut,” ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik dan militer.
Oleh karena itulah, menurut Ginting, dengan memperlambat usia pensiun TNI dan Polri hingga 60-65 tahun dapat memenuhi jumlah personel untuk mengisi organisasi TNI dan Polri dari Sabang Sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote. Termasuk untuk mengisi organisasi-organisasi baru yang disesuaikan dengan hakikat ancaman bagi NKRI.
“Misalnya untuk bintara yang usianya sekitar 50 tahunan dapat mengisi posisi babinsa. Sehingga satu pos babinsa idelanya akan mengisi satu desa. Bukan seperti saat ini, satu babinsa bisa bertugas di 3-5 kecamatan. Bintara dengan usia 50 tahunan diharapkan akan lebih bijak dan bisa dituakan seperti tokoh masyarakat,” pungkas Ginting. (sws)