Seperti WAG TNI, Percakapan Menteri Soal Tunda Pemilu Mestinya Juga Ditertibkan Jokowi
Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana
Jakarta, FNN. Sikap tidak tegas Presiden Joko Widodo terkait isu penundaan Pemilu Serentak 2024 yang berimbas pada perpanjangan masa jabatan presiden disoal publik. Pasalnya, Jokowi hanya menyatakan diri taat konstitusi, dan mempersilakan baik menteri maupun elite partai politik untuk berpendapat mengenai usulan penundaan pemilu.
Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf, pernyataan Jokowi menanggapi usulan penundaan pemilu tak hanya bermakna ganda. Tetapi, juga bertentangan dengan sikapnya yang justru menertibkan perbincangan penolakan pembangunan Ibu Kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur di WhatsApp Group (WA) TNI.
Selain itu, Jokowi juga tidak bisa bersikap tidak tegas terhadap para pembantunya yang mengusulkan penundaan pemilu. Di mana, isu ini mulanya datang dari Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menyampaikan keinginan kelompok pengusaha agar Pemilu Serentak 2024 ditunda.
Kemudian, isu ini mengemuka kembali di tahun 2022 ini, khususnya ketika sejumlah elite partai politik seperti Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Bahkan teranyar, Zulkifli Hasan mengungkap isi pembicaraannya ketika dipanggil Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengaku isu penundaan pemilu telah mendapat restu dari Presiden Jokowi.
"Presiden Jokowi harus segera mencopot para pembantunya yang mengusulkan atau menyampaikan kepada publik tentang penundaan pemilu. Karena sebagai eksekutif ini tak patut dilakukan, dan patut diduga ada konspirasi makar konstitusi," tutur Gde Siriana.
Maka dari itu, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini mendorong Jokowi untuk menertibkan para pembantunya terkait isu penundaan pemilu ini.
"Dan Presiden Jokowi harus segera membongkar konspirasi makar konstitusi ini, sehingga kita tahu siapa yang terlibat, dalangnya, dan oligarki yang membiayai," harapnya.
262