Sidang Kasus Jual Beli Bulldozer di PN Samarinda Banyak Kejanggalan
Samarinda | FNN - Sengketa jual beli bulldozer memasuki sidang kelima dengan agenda keterangan saksi, telah digelar di PN Samarinda, Senin (13/05/2024).
Jual beli bulldozer jenis D85E-SS-2 Nomor SN: JI6910 tertuang dalam Invoice nomor 961734-1.1 tahun 2014 ini terjadi antara Tantri Wijaya alias Aseng (Direktur CV Indokarya Makmur Bersama) sebagai pembeli dan Direktur Utama CV Mahakam Jaya Mandiri sebagai penjual. Harga disepakati Rp 900 juta dibayar tiga tahap.
Di luar sidang Sunarty, SH MH penasihat hukum Indra mengemukakan bahwa dakwaan tidak fokus dan saksi yang dihadirkan aneh.
Menurut Xena, panggilan akrab Sunarty tuduhan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan dokumen adalah tuduhan yang mengada ada.
"Ini kan kasus perdata lalu dipaksa ke ranah pidana. Oke kita ikuti, tapi kok tidak fokus," katanya kepada wartawan Selasa (14/05/2924).
Kasus ini kata Xena adalah kasus jual beli, di mana seluruh proses pembelian sudah dilakukan sejak awal. Mulai dari pengecekan dokumen, pengecekan fisik, hingga pembayaran. Tiba tiba dibatalkan secara sepihak.
Jika mengacu pada perjanjian jual beli, kata Zena maka pembatalan secara sepihak berakibat seluruh konsekuensi ditanggung oleh pihak yang membatalkan. Dalam Perjanjian Jual Beli pada pasal 1 ayat 10 dikatakan bahwa "Apabila Pihak Pembeli membatalkan kontrak atau melanggar dari perjanjian atau ketentuan sesuai Pasal 1 point-point di atas, maka dana atau biaya kerugian yang sudah dikeluarkan tidak bisa ditarik kembali dan Pihak Penjual tidak bertanggung jawab serta terlepas dari tuntutan hukum," kata Xena.
Perjanjian jual beli itu lanjutnya dilakukan dengan sadar oleh kedua belah pihak. "Jadi fokus saja pada materi perkara, jangan melebar ke mana-mana. Tuduhan penipuan tidak bisa dibuktikan, tuduhan penggelapan nyatanya barangnya ada, tuduhan pemalsuan dokumen tidak bisa dibuktikan," tegasnya.
Dulu, kata Xena pada saat ingin pembatalan pembelian telah dilakukan mediasi hingga akhirnya klien kami setuju mengembalikan.
"Jadi sesungguhnya mau mencari keadilan atau mau memaksa memenjarakan orang. Janganlah kebencianmu membuat kamu berbuat tidak adil. Klien kami sangat kooperatif sejak awal," kata Xena.
Tak hanya itu, Xena juga heran dengan arah persidangan ini. Sebetulnya siapa yang mau dijerat dan perkara apa yang ingin dituntaskan.
Saksi yang dihadirkan oleh penggugat adalah Ichsan dan Agus Dani. Ichsan adalah Komisaris di CV Mahakam Jaya Mandiri penjual barang. Sedangkan Agus Dani adalah pemilik barang. Kedua orang ini mulanya ditahan pihak kepolisian bersama dengan Direktur Utama CV Mahakam Jaya Mandiri, akan tetapi belakangan dibebaskan. Setelah itu mereka dijadikan saksi pihak penggugat.
"Awalnya mereka turut tergugat, sekarang berbalik arah menjadi saksi penggugat. Kok seperti drama. Lalu materi gugatan ditujukan kepada siapa? Saya khawatir ini mengarah pada pengadilan sesat," paparnya.
Keanehan lainnya disampaikan oleh Xena bahwa saat itu kliennya sudah mengembalikan Rp 130 juta dan diterima oleh pembeli. Lalu sisanya akan dibayarkan setelah unit terjual.
"Selama menunggu unit terjual, pada Jumat, 14 Juli 2023, klien saya sesuai saran penyidik kepolisian ingin mengembalikan sisanya Rp 700 juta, akan tetapi ditolak oleh pembeli. Pembeli minta Rp 1,5 M. Ini apa bedanya dengan pemerasan? Ini semua terungkap di persidangan lho," kata Xena.
Hal senada dikemukakan oleh Rustani, satu tim pengacara dengan Xena. Rustani menegaskan pembatalan itu sesungguhnya mengakhiri seluruh perjanjian.
"Jika dikatakan barang tidak sesuai, ya namanya barang bekas, ada saja baut yang sudah diganti. Yang jelas, barang berfungsi dengan baik, dokumen ada, dan pembayaran dilakukan dengan sadar," paparnya.
Dihubungi secara terpisah, Riyono Pratikto, penasihat hukum Aseng, Direktur CV Indokarya Makmur Bersama mengaku belum mau berkomentar. "Nanti saya hubungi kembali," katanya singkat.
Sidang berikutnya digelar Kamis (16/05/294) besok dengan agenda mendengar keterangan saksi.
Kasus ini berjalan hampir satu tahun. Seluruh upaya damai dan mediasi sudah dilakukan di PN Samarinda. Namun pihak penggugat tampaknya ingin kasus ini diarahkan ke kasus pidana. Bahkan di kepolisian sempat tertunda. (sws)