Skandal Keuangan dan Korupsi Merajalela, Kinerja Kabinet Jokowi Jeblok, Menkopolhukam dan Jaksa Agung Gagal Kawal Penegakan Hukum
JAKARTA, FNN - Managing Director at Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyoroti skandal keuangan dan korupsi yang semakin merajalela di dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
Terbaru adanya dugaan transaksi gelap yang terakumulasi hingga Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). sejak tahun 2009.
"Hal tersebut membuktikan bahwa Kementerian Keuangan tidak menghargai mekanisme pengawasan eksternal sekaligus enggan melaksanakan sistem pengawasan internal," kata Anthony dalam Diskusi "ForJIS Mengawal Perubahan Anak Negeri" D Tema: "Kinerja Kabinet Jeblok, Janji Jokowi Melakukan Reshuffle Hanya Modus: Takut Kepada Siapa?" di Jakarta, Senin (13/3/2023).
Mengingat skandal keuangan ini sudah berjalan sejak lama secara sistematis dan terstruktur, dirinya mendorong agar dugaan mega skandal yang terkait dengan 460 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Kemenkeu ini harus segera ditindaklanjuti dengan proses investigasi dan penyelidikan oleh tim independen secara transparan.
Skandal keuangan yang notabene bersumber pada dirjen pajak dan bea cukai kementerian keuangan tersebut tentunya siginifikan mempengaruhi capaian penerimaan negara dari pajak.
Dan secara langsung sangat melukai perasaan publik yang telah diberlakukan dengan aturan pajak yang ketat dan selalu patuh dalam membayar pajak selama ini.
Belum lagi dugaan manipulasi proyek dan transaksi-transaksi keuangan lainnya di sejumlah Kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sangat merugikan keuangan negara.
"Skandal keuangan dan korupsi yang semakin merajalela di pemerintahan Jokowi ini membuktikan bahwa gagalnya Pak Mahmud MD sebagai Menkoplhukam dalam mengawal penegakan hukum yang memberikan efek jera kepada para pelakunya," tandas Anthony.
Untuk itu Anthony mendorong lembaga penegakan hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung bersama PPATK untuk mengusut tuntas semua skandal keuangan dan korupsi dengan langkah-langkah yang menimbulkan efek jera.
Namun mirisnya, kata Anthony, Presiden Jokowi terlihat seperti tidak memiliki keberanian untuk melakukan langkah-langkah pembenahan dalam struktur kabinetnya.
Padahal sebelumnya santer Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle Menteri. "Tentu menjadi hal yang positif, karena Jokowi mengganti para menteri yang tidak bisa menjalankan tugas dengan baik atau yang tidak sejalan dengan tujuan politiknya,".
Tentu tidak dapat dipungkiri, Menteri adalah jabatan politik, sehingga tidak ada salahnya jika Presiden mengganti Menteri yang sudah tidak sejalan dengan tujuan politiknya. Presiden dapat mengganti dengan yang sejalan dan tentu juga yang bisa menjalankan roda kementerian.
Pertama karena kinerja, kedua karena sudah tidak sejalan dengan tujuan politik Presiden dan yang ketiga gabungan dari keduanya, yaitu kinerja dan tidak sejalan dengan tujuan politik. Dan itu semua sah-sah saja.
"Tapi nyatanya Presiden Jokowi seolah tidak berdaya untuk melakukan pergantian di kabinetnya," tegas Anthony. (*)