The Lady Who Knew Too Much
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan
(Foto reklame film Alfred Hitchcock 1956)
Judul CABE kali ini adaptasi saja dari film HItchcock The man who knew too much yang dibintangi James Stewart dan Doris Day. Sebuah political film. Benar, saya nonton kok.
Kalau dalam spionage yang banyak tahu bisa saja disingkirkan. Ini tentu berbeda dengan politik.
Pernyataan Ketua DPR Puan Maharani sebagaimana dikutip CNN Indonesia 23/3/2022 letterlijk, lahiriah, bersahaja, bahwa Puan secara pribadi khawatir proyek IKN akan mangkrak. Geestelijk, spirit, tak dapat diremehkan.
Puan puteri Ibu Megawati yang tahu banyak, bahkan berada di peristiwa, power game sejak 1998 hingga dewasa ini dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
Pernyataan Puan patut diindahkan.
Mega anggota DPR PDI jaman Orba, ketua umum PDIP sejak 1998 sampai sekarang, pernah Wakil President dan President RI. Partai yang dipimpinnya mencapres Jokowi dua kali. Dua kali menyaksikan pergantian presiden di luar jadwal dari Suharto ke Habibi dan dari Gus Dur ke dirinya. Pengalaman pergulatan politik yang tak meragukan.
Mungkin tepat kalau digunakan istilah tikungan berbahaya kepada elit politik sekarang karena mereka dan para petinggi gemar balapan.
Dalam situasi econ yang memburuk lalu berharap bisa mewujudkan pembangunan IKN, bak balapan. Seperti halnya Presiden Soekarno ngotot dengan politik konfrontasi sementara keuangan negara hancur2an. Apalagi upacara kumpul tanah dan air gendi dari 34 propinsi dalam banyak pemberitaan media tidak membumi, bahkan ada yang gunakan istilah alien, mahluk halus.
Pemerintah mestinya hati-hati karena melintas tikungan berbahaya. IKN mau, sedangkan econ melemah terus. Pertemuan Presiden Jokowi dengan 12 organisasi mahasiswa pada 23/3/2022 mengingatkan saya dengan pertemuan Presiden Soekarno dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, KAMI, Desember 1965. (*)