Tiga Langkah Jegal Anies
Jangan "paksa" Anies jadi tersangka jika tidak benar-benar ada bukti layaknya tersangka yang lain. Yang ada bukti, jelas dan kasat mata saja, gak kunjung dijadikan tersangka. Anies yang menurut banyak ahli hukum tidak melanggar mau dijadikan tersangka.
Oleh: Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
ANIES Baswedan gak boleh nyapres. Ini harga mati. Ada pihak yang merasa tidak aman kalau Anies nyapres. Apa yang tidak aman? Bisnisnya tidak aman, kepentingan politiknya tidak aman, bahkan diri mereka juga bisa tidak aman. Anies satu-satunya kandidat yang oleh mereka dianggap tidak bisa mereka kendalikan. Karena itu, Anies harus dihentikan. Sekali lagi, harus dihentikan.
Ada upaya sangat serius untuk jegal Anies, kata Andi Arief. Politisi Demokrat yang terkenal tegas ini blak-blakan soal penjegalan terhadap Anies. Publik pun sebenarnya sudah sangat paham.
Bagaimana cara menghentikan Anies? Ada tiga langkah. Langkah pertama, jadikan Anies tersangka. Pra pilgub DKI 2017 hingga hampir selesai masa kerja lima tahun sebagai gubernur, kasus demi kasus terus dicari. Kasus DP 0%, gak ketemu. Formula E? Commitment fee, ternyata bukan pelanggaran. Tanggal pembayaran? Di sini dicari celahnya.
Meski sudah disetujui banggar, pembayaran Formula E tetap mau diutak atik. Pembayaran sebelum Sidang Paripurna DPRD mau dipermasalahkan. Padahal, tidak ada pelanggaran hukum. Itu hanya soal administrasi belaka.
Apalagi, ini dilakukan untuk menghindari denda. Kalau kena denda, harus keluar uang lagi. Anies selamatkan event Formula E dari denda. Kok mau ditersangkakan? Ini bisa memicu gejolak sosial, kata salah seorang ketua umum partai dengan wajah marah.
Hal yang sama dikhawatirkan sejumlah orang. Kalau Anies tetap "dipaksa jadi tersangka" apakah akan terjadi gejolak sosial, tanya sejumlah anggota Dewan dan aktifis ke saya. Boleh jadi apa yang diungkapkan Ketua Umum Partai itu benar-benar terjadi, jawabku. Jawaban yang aman.
Saat ini, Anies boleh dibilang satu-satunya ekspektasi bagi rakyat yang selama ini merasa tidak terakomodir aspirasinya. Jika ekspektasi ini hilang, mereka bisa putus asa. Frustasi! Dan ini bisa menjadi sumber lahirnya gejolak sosial-politik itu. Sebab, tak ada lagi harapan. Ngeri!
Jangan "paksa" Anies jadi tersangka jika tidak benar-benar ada bukti layaknya tersangka yang lain. Yang ada bukti, jelas dan kasat mata saja, gak kunjung dijadikan tersangka. Anies yang menurut banyak ahli hukum tidak melanggar mau dijadikan tersangka.
Hal ini bukan saja akan dicatat sebagai sejarah terburuk bagi demokrasi di Indonesia, tapi juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial-politik. Ini juga akan membuat kualitas pemilu pada 2024 menjadi pemilu terburuk di era reformasi.
Emang ada yang mikirin kualitas pemilu? Banyak yang justru masa bodoh!
Langkah kedua, Anies jangan sampai dapat tiket nyapres. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk oleh PPP, PAN dan Golkar dibaca publik sebagai upaya untuk jegal Anies. Publik tahu bahwa kader dan pemilih PPP-PAN mayoritas mendukung Anies.
Terlalu berisiko jika dua partai ini dukung capres lain. Elektoral bisa jeblok. Suka tidak suka, fakta politiknya menunjukkan bahwa kader dan konstituen dua partai ini mayoritas dukung Anies. Partai yang tidak aspiratif terhadap konstituennya, bisa collaps! Kita lihat di pemilu 2024 nanti.
Golkar sendiri? Ada Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung. Dua tokoh KAHMI ini masih punya pengaruh besar terhadap Golkar. Keduanya lebih dekat dengan Anies dari pada kandidat-kandidat yang lain. Ada kemungkinan merapat le Anies setelah KIB gak berujung.
Kehadiran Partai Komunis China (PKC) ke kantor Golkar baru-baru ini juga dicurigai oleh sejumlah pihak sebagai upaya untuk menjegal Anies. Nah, kecurigaan ini perlu ditelusuri. Benarkah?
Setelah KIB terbentuk, munculah Nasdem, PKS dan Demokrat yang semakin intens berkomunikasi. Arahnya akan mengusung Anies. Tiga partai ini hampir solid. Gabungan dari tiga partai ini cukup memenuhi syarat untuk mengusung Anies. Tapi, masih ada satu persoalan.
Demokrat bisa pindah tangan jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan Moeldoko. Mungkinkah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan melemah dan membuka ruang negosiasi untuk menghentikan langkahnya mendukung Anies? Hanya SBY dan Tuhan yang tahu. Teriakan Andi Arief sebagai kader militan Demokrat mungkin bisa dibaca dari sini.
Langkah ketiga, jika langkah pertama dan kedua gagal dan Anies tetap bisa maju di pilpres 2024, maka cara terakhir adalah menggunakan infrastruktur kecurangan. Ini akan bisa masif jika kubu Anies tidak mengantisipasinya. Kemungkinan akan ada sejumlah institusi dan lembaga yang dilibatkan untuk mengalahkan Anies di pilpres 2024.
Anda ingat pilgub DKI 2017? Ada instruksi kepada sejumlah kepala daerah datang ke Jakarta untuk memenangkan Ahok. Ada sejumlah TPS dimana di putaran pertama Anies-Sandi tidak dapat suara satupun. Baru di putaran kedua, Anies-Sandi bisa menang di beberapa TPS itu. Dahsyat bukan?
Jadi, ini semua gak ada urusannya dengan isu kadrun, radikal, intoleransi atau sejenisnya. Itu semua sampah. Anda bodoh kalau percaya isu ini. Orang Arab bilang: "bahlul murakab".
Yang terjadi adalah pertarungan politik tingkat tinggi, dimana munculnya Anies sebagai kandidat capres 2024 menjadi ancaman bagi kepentingan segelintir orang. Mereka merasa tidak aman. Munculah kemudian isu-isu sampah itu. Dan mereka yang goreng isu itu saat ini sedang bekerja keras untuk jegal dan hentikan Anies, sebagaimana yang Andi Arief bongkar itu. Paham?
Akhirnya, apakah Anies akan terjegal dan bisa dihentikan? Atau Anies melenggang dan menjadi Presiden RI ke-8? Mari kita tunggu takdir masa depan bangsa ini.
Jakarta, 2 September 2022. (*)