Praktisi dan pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji mengatakan biaya pendidikan tinggi yang semakin melambung tinggi dan mencekik akibat sistem pendidikan nasional yang dilempar ke mekanisme pasar, sehingga sulit diakses oleh masyarakat.
“Pemerintah telah abai dan gagal dalam mengelola sistem pendidikan sesuai amanat konstitusi. Maka pemerintah dalam hal ini harus mengubah arah sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan tinggi harus didesain sebagai pusat riset, sehingga, kampus bisa berkembang sesuai dengan tuntutan tanpa harus mencekik mahasiswa lewat UKT yang terlampau mahal,” katanya kepada pers, Senin (13/5/2024).
Kenaikan UKT yang melonjak tajam itu menunjukkan sistem pendidikan Indonesia yang masih menggunakan mekanisme pasar. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Akibatnya, Indonesia punya permasalahan yang besar di masa yang akan datang.
Maka dari itu, Indra menyarankan pemerintah wajib memperbaiki sistem pendidikan nasional. Jangan lagi dilempar ke mekanisme pasar karena itu namanya neoliberal pendidikan. Sementara negara kapitalis saja tidak melempar sistem pendidikan ke mekanisme pasar. Indonesia justru sebaliknya dan ini menjadi tanda tanya besar.
“Jadi untuk saat ini bagaimana generasi muda Indonesia mempunyai kesempatan seperti dalam deklarasi hak asasi manusia bidang pendidikan perguruan tinggi dan punya akses yang terbuka berdasarkan meritokrasi. Jadi bukan hanya yang punya uang saja yang mendapat layanan pendidikan,” kritiknya.
Maka ia menyayangkan sikap Kemendikbudristek yang seolah cuci tangan akan kondisi ini. Padahal, negara harus bertanggung jawab atas pendidikan warganya. Terlebih untuk keluarga yang berada di kalangan ekonomi menengah dan bawah.
“Merekalah yang justru yang paling dirugikan karena tidak dapat bantuan apa-apa. Naiknya UKT dan iuran pengembangan institusi (IPI) jelas tidak akan membuat rata-rata rakyat dari golongan penghasilan menengah akan mampu menguliahkan anak-anaknya,” ucap dia.
Selain itu, Indra juga menanyakan siapa yang mengawasi anggaran lembaga pendidikan. Maka dari itu, sudah saatnya masyarakat mengevaluasi secara menyeluruh sistem pendidikan, apakah sudah sesuai dengan sistem Pancasila.
Hal ini termasuk desain anggaran pendidikan sebagai acuan untuk melihat output dan outcome capaian yang dihasilkan dari penganggaran pendidikan tersebut.
Indra menegaskan jika dibandingkan dengan skema pembiayaan di universitas di luar negeri, 70% operasional kampus berasal dari dana riset dan 30% dari UKT mahasiswa. Sementara, di Indonesia kebalikannya. Dana riset tak ada, sehingga semuanya dibebankan kepada masyarakat.
”Jadi jangan heran kalau akhirnya setiap tahun UKT naik terus. Apa lagi modelnya PTNBH, pemerintah melepas subsidi kampus dan disuruh mencari dana sendiri dengan alasan otonomi,” papar dia.
Untuk itu, Indra mendesak pemerintah secepatnya merevisi atau mengubah arah sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan tinggi harus didesain sebagai pusat riset, sehingga kampus bisa berkembang sesuai dengan tuntutan tanpa harus mencekik mahasiswa lewat UKT yang meroket dan mahal. (Ade)