UAS Ditolak Masuk Singapura, Rocky Gerung: Ini Undangan Perang...
Jakarta, FNN – Ustaz Abdul Somad (UAS) mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan saat berkunjung ke Singapura. Ulama kondang penghafal Al Quran dan Hadits asal Pekanbaru itu ditahan pihak Imigrasi Singapura dan berujung pada penolakan dirinya masuk negeri yang wilayahnya tak lebih dari luas Kabupaten Jembrana, Bali itu. Luas wilayah Singapura 728,6 km persegi, sedangkan luas wilayah Kabupaten Jembrana Bali 841,7 km².
Padahal, kedatangannya ke Singapura hendak berlibur bersama keluarga. Salah satu hal yang sangat disayangkan oleh umat Islam adalah perlakuan kasar pihak Imigrasi Singapura terhadap diri dan keluarganya. Sampai-sampai menyerahkan keperluan bayinya pun, dilarang. Ustad Abdul Somad dituduh ekstremis.
Perlakuan semena-mena Pemerintah Singapura tersebut kemudian mendapatkan kecaman dari sejumlah tokoh di tanah air. Mereka menyesalkan tindakan Singapura yang melarang Doktor lulusan Universitas Islam Omdurman Sudan, itu masuk ke negara tersebut meski dengan tujuan berlibur.
Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa bagaimana pun Abdul Somad ini mewakili satu komunitas yang besar, lepas dari kontroversi dia. Tuduhan ekstremis kepada pendakwah yang sering berdakwah ke luar negeri itu, akan berbuntut panjang.
“Lebih bagus kalau Singapora bilang, ya kami punya data tentang suatu yang bahkan nggak bisa diucapkan ke publik tetapi itu hak kami untuk keep data intelijen. Tapi kalau kita lihat secara diplomatik, ini sebetulnya undangan perang dari Singapura, undangan perang diplomatik. Karena seolah-olah Departemen Dalam Negeri Singapura mengatakan kami punya file, tolong dikoreksi oleh Indonesia,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 18 Mei 2022.
Rocky menyarankan pemerintah Indonesia untuk proaktif mencari tahu tuduhan Singapura terhadap salah satu warga negaranya.
“Apa betul Abdul Somad teroris? Apa betul dia ekstremis? Ini akan akan menjadi kekacauan diplomatik baru. Dan Indonesia bisa bilang enggak. Nah kalau enggak, kenapa kita punya file itu? Lalu timbul problem apa ada operasi intelijen Singapura di Indonesia untuk memata-matai orang Indonesia sendiri? Kan itu soalnya,” papar Rocky.
Menurut Rocky, pemerintah harus bisa membela warga negaranya saat dilecehkan negara lain.
“Jadi bukan sekadar debat di dalam sosial media. Tapi kita musti bisa baca between the line atau biasa kita sebut di belakang layar ini ada apa sebetulnya? Ada transaksi untuk intelijenkah antara intelijen Indonesia dan Intelijen Singapura? Atau Singapura memang ingin uji Indonesia, mampu enggak Indonesia kasih counter argumen pada penemuan kita. Atau mungkin juga Indonesia menyodorkan data itu melalui jaringan-jaringan yang under current atau under table. Dan Singapura ingin lakukan semacam kontradiplomasi,” tegasnya.
Rocky menduga kasus ini akan berbuntut panjang karena berkaitan dengan Islamophobia yang sesungguhnya sudah dilarang di Amerika Serikat.
“Amerika justru mungkin yang tahu lebih dulu kenapa Ustaz Somad dideportasi oleh Singapura sebelum Indonesia bereaksi. Apalagi mereka sudah tahu. Apalagi Israel. Israel pasti sudah dapat informasi itu,” paparnya.
Menurut Rocky, persoalan ini bukan sekadar persoalan dua negara tapi cara pandang baru dunia yang menganggap Indonesia itu bukan lagi disebut senior player di dalam politik Asia Tenggara atau terutama di Asia.
“Jadi, ini akan panjang soalnya. Kenapa? Karena Singapura secara langsung menuduh Ustadz Abdul Somad sebagai seorang ekstremis. Ini lemparan bola panas dari Singapore yang musti diolah secara kepala dingin oleh Indonesia karena isu Islamofobia,” pungkasnya. (ida, sws)