Ultimatum Jokowi, Mahasiswa dan Buruh Kembali Bergerak

RASANYA sulit sekali untuk minta Presiden Joko Widodo “turun tahta”, meski demo besar-besaran telah dilakukan oleh mahasiswa, buruh, emak-emak, dan elemen masyarakat lainnya.

Tidak kurang juga Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) telah pula memberi penilaian Kabinet Joko Widodo – Ma’ruf Amin: NASAKOM, “Nasib Satu Koma”. Ini karena indeks prestasinya “satu koma” saja.

Praktis tidak ada satu prestasi pun yang bisa dibanggakan dari slogan “kerja-kerja-kerja” itu. Jokowi – Ma’ruf lebih mengejar pembangunan infrastruktur ketimbang menyejahterakan rakyatnya.

Mahasiswa dan buruh pun akhirnya mengancam Jokowi bakal menurunkan massa yang lebih besar lagi. Apakah Jokowi masih bisa bertahan? Berikut ini dialog Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (28/10/2022).

Tentang Sumpah Pemuda, 28 Oktober

Halo-halo, apa kabar Anda semua? Ketemu hari Jumat ini, ya bersama dengan saya Hersubeno Arif dan Bung Rocky Gerung, dari Rocky Gerung official Forum News Network. Bung Rocky, hari ini tanggal 28 Oktober ya, ini bersamaan dengan hari Sumpah Pemuda dan juga hari ini ada unjuk rasa besar-besaran di Jakarta dan beberapa tempat di kota di Indonesia.

Ya, ada kebangkitan kembali semangat Sumpah Pemuda dan justru karena bangsa ini ada di depan pintu gerbang perpecahan. Jadi, kita harus mengingat kembali bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka, 17 tahun sebelum Indonesia merdeka, justru para pemuda ini yang sudah memerdekakan bangsa ini sebelum negara ini merdeka itu.

Dan kita ingat bahwa kan janji Sumpah Pemuda itu nusa satu, bangsa satu, dan bahasa persatuan satu. Dia nggak bilang satu bahasa, bahasa Indonesia itu bahasa persatuan di antara bahasa-bahasa daerah yang berbeda itu. Jadi jelas dari awal, filosofi dari Sumpah Pemuda itu kira-kira bunyinya begini: karena kami berbeda maka kami memerlukan persatuan.

Jadi, itu pentingnya ontologinya karena kami berbeda, kami memerlukan persatuan. Sekarang, rezim ini justru membalik, demi persatuan tidak boleh ada perbedaan. Kan itu konyolnya begitu kan.

Jadi, sebetulnya pengertian-pengertian pluralitas itu dari awal dipahami oleh anak-anak muda ini. Mereka tahu bahwa Sulawesi pasti beda wataknya dengan Sumatera, orang Batak beda dengan Jawa, tetapi demi sesuatu di masa depan, dia bersatu.

Dengan kata lain, jangan hapuskan perbedaan itu, karena justru adanya perbedaan itu yang membuat mereka bergembira untuk bersatu. Sekarang kami Pancasila, yang lain berarti bukan. Jadi, demi Pancasila semua nggak boleh. Itu kacau kan sebetulnya. 

Jadi, Pancasila itu harus dianggap sebagai ide yang mempersatukan, bukan ide yang membasmi perbedaan. Itu soalnya tuh. Itu terkait dengan soal Islamofobia. Islamofobia itu seolah-olah menganggap bahwa semua hal yang berbau Islam itu berbahaya buat persatuan.

Justru karena ada Islam, ada Kristen, ada Hindu, segala macam diperlukan merawat perbedaan. Jadi, kita mengingat Sumpah Pemuda dalam upaya merawat perbedaan, bukan memusuhi perbedaan. Itu poinnya. Dan yang lebih penting sebetulnya anak muda cuma bersumpah Satu Nusa Satu Bangsa Satu Bahasa. Mereka nggak bersumpah satu pajak.

Dan kalau kemudian kita proyeksikan sekarang, dengan rendah hati kita mesti bilang bahwa tokoh-tokoh Pemuda dulu, para founding parent kita itu jauh lebih cerdas dan jauh lebih bijak dibandingkan kita sekarang ini ya.

Iya betul, karena mereka nggak pernah berkoalisi. Mereka datang dengan indentitas sendiri bahwa kami datang dengan perbedaan tapi kami bangga dengan perbedaan itu. Itu sebetulnya yang mesti dirayakan dalam demokrasi. Kalau sekarang, itu semuanya menganggap ini mesti koalisi demi supaya menghimpun kekuatan.

Semua partai itu justru kuat, ngapain ada koalisi-koalisi. Memangnya sistem parlementer, ada koalisi segala macam. Ini sebetulnya etika politik kita dari awal itu paham betul apa itu demokrasi, apa itu pluralitas, apa itu perbedaan. Sekarang nggak ada, jadi harus sama ya. Koalisi ini harus sama, walaupun partai-partai berbeda, tapi kita sama-sama harus tunggu sinyal dari Presiden Jokowi. La itu untuk apa. Bagaimana mental begitu.

Tentang Buzzer (Komisari BUMN) yang Mengubah Kata Khilafah Menjadi Khilafuck

Dan beberapa hari ini kita kembali diganggu buzzer yang menjadi komisaris. Dan ketika menjadi komisaris juga dia nggak berubah sifatnya dari buzzer, misalnya mengubah kalimat Khilafah menjadi Khilafuck. Itu apa? Kadang-kadang saya bingung. Ini kalau kita biarkan ini ngaco, tapi kalau kita ikut mengomentari kita jadi ikut bodoh, gitu.

Itu kalau dia ikut Kongres ‘28 bisa ditempeleng sama anak-anak muda ’28, lo bego banget sih. Bayangkan, misalnya 100 sekian tahun setelah Sumpah Pemuda masih ada kunyuk-kunyuk seperti itu tuh, yang berupaya untuk menyelipkan kebencian dengan framing, dengan frasa-frasa bodoh semacam itu kan.

Jadi, kelihatan memang orang ini nggak ada otaknya itu. Mau diapain kan. Dia orang yang gak ngerti, mau ditempeleng juga nggak ngerti kenapa dia harus ditempeleng, mau dihina dia merasa ya sudah memang bagian gua menghina-hina kan.

Jadi, ini yang disebut sebagai ,,,, g itu. Bahkan, yang banal pun, yang kejahatan pun dia nggak paham. Dia nggak paham bahwa dia komisaris dari BUMN yang adalah digaji oleh rakyat. Kan itu lembaga negara. Kalau dia anak swasta mungkin dia bisa bilang ya gua kan nggak digaji.

Ini Komisaris BUMN, digaji oleh negara lewat APBN, tapi menghina rakyat yang menggaji dia. Mau diapain coba. Itu dalam bahasa filosofi ada namanya nausea, rasa muak dari rakyat tetapi muaknya aneh. Muak lihat orang bodoh. Kira-kira begitu.

Ya kalau dia memang sudah susah gitu, mau diapain. Tapi, yang jadi persoalan kok justru malah pemerintah mengangkat dia menjadi komisaris, dan kemudian juga ketika kasus-kasus semacam ini dilaporkan ke polisi justru dilindungi. Itu kan yang jadi persoalan serius malah.

Ya, saya bergaul dengan rakyat bawah. Setiap kali saya naik gunung, masuk desa-desa, pasti saya ketemu tukang ojek, penjaga keamanan sekolah, segala macam itu, dan mereka adalah rakyat biasa, rakyat kecil itu, yang punya pandangan politik berbeda dengan Pak Jokowi.

tetapi, kalau saya bicara dengan mereka yang orang sering bilang bodoh, enggak. Itu pintar semua, rakyat kecil itu pintar. Mereka paham bagaimana membedakan isu itu kebencian dan kritik itu. Ini komisaris kok bisa dungu.

Apapun istilahnya, memang dia dungu sebetulnya, dan itu yang justru akan diselamatkan oleh pimpinan BUMN. Oh, ini nggak begitu, dia begini. Apa? Itu dari segi pernyataan, memilih kalimat saja sudah buruk gitu kan. Jadi, di saat kita justru merayakan Sumpah Pemuda, ada seorang pemuda dungu yang berupaya memecah-belah bangsa.

Tentang Gerakan (Demo) Mahasiswa

Tetapi, di tengah kedunguan itu kita masih punya harapan karena mahasiswa, terutama dari BEM seluruh Indonesia hari ini mulaibergerak gitu. Dan tuntutan mereka juga sangat substansial karena mereka ingin Presiden Jokowi mencabut omnibuslaw dan kemudian segera mengeluarkan Perpu. Kalau tidak, ini akan unjuk rasa terus-menerus. Dan kita tahu kan dampak dari omnibuslaw itu seperti apa.

Iya itu. Dan, disambut oleh buruh. Jadi akan ada gerakan baliklah gitu. Mungkin si Komisaris ini minta ditakar IQ-nya oleh BEM UI. Dan BEM UI tidak pernah anggap, itu barang, bukan orang. Tapi balik tadi pada kritik BEM UI dan itu kemudian diikuti oleh banyak daerah sekarang, menganggap bahwa yang diucapkan oleh BEM UI memang itu proposal alternatif itu.

Artinya, kalau negara membiarkan hal-hal yang fundamental itu dilindungi oleh hukum yang dia buat sendiri juga, itu artinya ada hak rakyat untuk terus mempersoalkan. Dan demonstrasi akan berlanjut. Jadi terlihat betul bahwa kemampuan publik untuk membuat kontras bahwa yang dilakukan oleh rezim ini sudah buruk semua tuh.

Bahkan, dalam omnibuslaw ternyata ada bagian pasal yang menganulir sifat pidana dari ijazah. Kan hal-hal begituan yang kemudian orang curiga, kalau begitu sudah berlangsung jauh, sehingga kemudian yang kita baca kemarin lawyer-nya Bambang Tri itu atas permintaan Bambang Tri konsultasi menarik kembali kasus itu.

Tentu saja orang lantas berpikir ada apa di belakang itu, segala macam alasan teknikalitas, nggak mungkin orang lagi di penjara itu dibawa ke dalam sidang untuk peristiwa yang lain.

Itu sebetulnya memang diakali begitu supaya dia nggak masuk dalam sidang kan. Jadi, terlihat bahwa semakin soal ijazah ini ditutup-tutupi itu justru semakin terlihat atau semakin terasa bahaya memang ada yang enggak benar kan.

Jadi, apapun, itu entah alasan lawyernya nebis in idem nanti, agar mencegah nebis in idem, tapi publik sudah merasa bahwa kalau begitu ini akan jadi black number lagi nih kasus ini.

Jadi, balik pada BEM, BEM melihat semua itu bahwa ada ketidakadilan yang dipalsukan, ada pemerataan yang enggak jadi, ada akumulasi yang berlanjut dengan konsekuensi disparitas, karena semua itu enggak ada satupun di antara anggota kabinet, termasuk presiden, yang IP-nya dikasih dua. Semua di bawah dua. Artinya buruk. Jadi, kalau istana saja buruk, apalagi buzzer-buzzer-nya kan.

Saya sebenarnya termasuk orang yang menghindari untuk membicarakan para buzzer ini, karena menurut saya ini pekerjaan mubazir dan mengotori pikiran kita saja. Tapi kalau sudah berlebihan seperti ini, ya mau nggak mau kita mesti membicarakannya. Ya, sekadar untuk melampiaskan kebingungan kita dalam memahami persoalan kok bisa ada sebuah negara dikelola seperti ini.

Jadi, semua hal yang diucapkan Presiden Jokowi itu, “nanti kita ada bonus demografi”, apa? Apa deviden yang akan kita peroleh kalau kita nggak kasih investasi baik pada bangsa ini.

Jadi, sekali lagi, ada yang masih nikmat untuk menunggu deklarasi-deklarasi capres ini, tetapi secara umum masyarakat menganggap ya adalah, tapi buat apa kita masuk ke dalam kerumitan itu. Ya, putuskan saja Anies Baswedan jadi presiden. Kira-kira begitu. 

Jadi, orang sudah frustrasi sebenarnya, lu mau ngapain gitu. Walaupun tetap Anies mesti diuji, tapi di benak publik menganggap semuanya bohong begitu kan. Lebih baik proteksi Anies, tapi kemudian Anies juga masuk di dalam jebakan-jebakan tuh.

Jadi, hal-hal semacam ini akan terbawa terus, sementara di depan mata kita itu ada ancaman krisis pangan dan energi, Indonesia sudah mau kehilangan kemampuan untuk memproduksi pangan sendiri. Gitu-gitulah.

Iya, betul-betul. Untung diingatkan Anda. Saya juga baru baca itu Pak Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengingatkan agar Bulog segera serap produksi gabah dari para petani karena katanya stok beras itu sekarang menipis di Bulog. Ini serius sekali Bung Rocky kalau sampai terjadi.

Ya, itu stok kurang itu artinya ya ada betulnya juga di Bulog buffer stoknya itu buffernya dinaikin, tapi sekaligus Menteri Perdagangan memberi sinyal silakan para importir mulai mengimpor. Mendua sebetulnya itu. Tetapi, ya Menteri Perdagangan lebih enak meng-import daripada ngurusin pertanian rakyat. 

Kalau Menteri Pertanian sih iya, dia pasti ingin beras rakyat itu di-stok di Bulog. Tapi kalau Menteri Perdagangan ya itu nggak ada fee-nya tuh, mending import-lah. Jadi kita mesti waspada kalau, pokoknya kalau kabinet yang ngomong itu soal laporan rakyat, itu mesti waspada. Bisa sebaliknya tuh. (ida/sws)

390

Related Post