INTERNASIONAL

Seret China ke Mahkamah Internasional

Oleh Mangarahon Dongoran Perlukah China dibawa ke Mahkamah Internasional? Sangat perlu, agar tabir penularan Covid-19 terbuka selebar-lebarnya, apakah dari hewan atau buatan manusia. Jakarta, FNN - Kamis (26/03). TULISAN ini berawal dari obrolan teman-teman di grup WhatsAp dengan Nina Hansson yang tinggal di Malmo, kota besar ketiga di Swedia. Teman Hersubeno menyapa kabar Nina di sana. "Mbak Nina di Swedia, aman kan? " tanya mas Hersu. "Gak Mas. Swedia juga makin parah. Situasi kayak di Indonesia. Pemerintah ngeyel gak mau lockdown & hanya mengimbau jaga jarak. Sementara rakyat udah gregetan banget dengan cara Pemerintah (Swedia) menangani. Di Stockholm paling parah. Mungkin ibu kota ya. Padat penduduk," jawab Nina. Yang menarik ketika Nina menyebutkan ada diskusi di sebuah media Swedia agar China minta maaf pada dunia. "Di Sebuah media pernah ada debat agar China minta maaf pada dunia sebagai penyebab ini semua. Rakyat (para komentator) di media tersebut pun menuntut hal yang sama; Cina harus minta maaf & berhenti makan binatang-binatang yang gak lazim," tulis Nina lagi. Kalimat ini langsung saya jawab, tidak hanya meminta maaf, tetapi mengajukan China ke Mahkamah Internasional. "Ide yang bagus. Saya kira tidak hanya minta maaf. China harus dibawa ke Mahkamah Internasional karena telah membuat dunia resah dan penduduknya (dunia) sengsara. Berhenti makan binatang-binatang yang tidak lazim ( ini bisa dasar menuntut oleh pencinta binatang) kalau mau. Sangat menjijikkan, apa saja dimakan. Makanya Islam mengajarkan makan yang halal dan baik. Walau halal, tapi kalau tidak baik bagi tubuh tinggalkan. Misalnya, kambing jika disembelih secara syariat sangat halal. Tetapi, jika punya penyakit darah tinggi menjadi tidak baik dan segera tinggalkan," jawab saya. Mengapa RR China selain meminta maaf dan harus diseret ke Mahkamah Internasional? Bukankan Virus China atau Virus corona (Covid-19) merupakan wabah yang (katanya) berasal/menular dari kelelawar? Kalau menular dari binatang/hewan, itu berarti musibah. Lalu apa dasarnya meminta maaf apalagi di bawa ke Mahkamah Internasional? Virus China berasal dari kota Wuhan awal tahun 2020. Pemerintah komunis RR China panik dan langsung menutup kota Wuhan. Wuhan menjadi kota mati. Akan tetapi, penyebaran virus tidak bisa dibendung. Kini sudah 198 negara yang terjangkiti wabah mematikan itu. Jumlah penderita di seluruh dunia 471.044 orang, 21.284 meninggal dunia dan 114.228 sembuh. (Angka Kamis 26 Maret 2020 pukul 10.29 WIB). Angka ini naik dari hari-hari sebelumnya dan akan terus memakan korban jiwa karena belum ada vaksinnya. Di Indonesia angka korbannya juga bertambah terus dari hari ke hari. (Mudah-mudahan dan kita berdoa agar tidak bertambah lagi). Merujuk keterangan resmi juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, Achmad Yurianto, hingga Kamis, 26 Maret 2020 total 893 kasus, 78 meninggal dunia dan 35 sembuh. Jika dibandingkan angka sehari sebelumnya, yang sembuh bergerak lambat yaitu dari 31 menjadi 35. Sedangkan yang terkena kasus angkanya melompat drastis dari 790 menjadi 893 kasus. Demikian juga yang meninggal naik cepat dari 58 menjadi 78 orang. Virus China begitu cepat mewabah. Tidak mengenal negara maju atau berkembang. Tidak mengenal rakyat biasa, orang miskin atau pejabat dan orang kaya. Semua seakan menjadi sasaran "empuknya". Akibatnya, sejumlah negara melakukan lockdown. Semuanya berakibat fatal. Perekonomian dunia melorot. Komunikasi tatap muka berkurang, kunjungan kekerabatan dibatasi. Lebih menyedihkan lagi, jenazah korban Virus China yang beragama Islam tidak dimandikan (hanya tayammum). Jenazahnya langsung dibawa ke liang kubur dari rumah sakit, tanpa berhenti di rumah duka (rumah keluarga). Jumlah yang ikut dalam pemakaman pun sedikit (dibatasi) dan ini berlaku pada agama lain seperti yang bisa dibaca pada korban Covid-19 di Italia. Menyedihkan. Sejak korban masuk rumah sakit dan langsung masuk ruang isolasi, tidak boleh ada yang besuk. Yang bisa lihat hanya petugas medis yang disiagakan. Menyedihkan, karena tenaga medis yang merupakan garda terdepan pun menjadi korbannya. Mengapa China atau Tiongkok harus minta maaf dan diajukan ke Mahkamah Internasional? Karena asal-usul Covid-19 masih simpang siur. Kalaupun ada yang mengatakan bersumber dari kelelawar, itu pun belum bisa dibuktikan secara ilmiah. Masih butuh waktu bagi ilmuwan untuk melakukan penelitian. Yang sekarang terjadi baru dugaan dari kelelawar. Covid-19 menjadi masalah kesehatan global. Ahli zoologi dan pakar penyakit bahkan menyebutkan bukan salah kelelawar yang memicu penyakit tersebut, tetapi juga salah manusia. Jika menilik ke pendapat ahli itu, wajar jika pada akhirnya penduduk bumi bertanya-tanya dari mana asal-usul Covid-19. Apakah betul dari hewan atau senjata biologi yang dibuat manusia. Dari hewan atau buatan manusia? Apalagi belakangan muncul kecurigaan kepada China yang diduga memiliki laboratorium yang bocor di Wuhan. Laboratorium yang dicurigai (memproduksi virus?). Di tengah kecurigaan itu, muncul lagi tuduhan bahwa Amerika Serikat dan Israel lah yang menjadi penyebar virus. Hanya saja, virus tersebut terlebih dahulu dibawa ke China. Amerika Serikat dan RR China sering bermusuhan, terutama perang dagang, karena kedua negara itu sama-sama berambisi menguasai dunia. Alasan menuduh Amerika dan Israel masuk akal juga. Sebab, kedua negara itu sebenarnya ingin menghancurkan Iran yang menjadi musuh bebuyutannya. Sedangkan China konsisten membela Iran, baik di PBB maupun dalam berbagai pernyataan resmi pejabatnya. Perlukah China dibawa ke Mahkamah Internasional? Sangat perlu, sehingga tabir penyebar atau penularan Covid-19 terbuka selebar-lebarnya, apakah dari hewan atau buatan manusia. Masyarakat dunia menjadi tahu secara jelas apakah virus corona buatan manusia atau bukan. Jika terbukti buatan manusia (apakah buatan China, Amerika dan Israel), tentu hukumannya berat. Kalau tidak terbukti, dan ternyata menular dari hewan (apakah kelelawar dan lainnya), maka menjadi tugas manusia menemukan vaksinnya. Menjadi tugas manusia agar berhenti makan binatang-binatang yang tidak lazim. *** Penulis adalah Wartawan Senior

Negara Dalam Keadaan Darurat

By Dr. Ahmad Yani SH. MH. Jakarta, FNN – Indonesia menjadi negara yang sombong terhadap penyebaran virus Corona. Saat negara-negara lain mulai panik, petinggi negeri ini justru berkomentar seperti orang yang lagi berkomedi. Mulai minum jamu, deterjen membunuh Corona. Indonesia negeri tropis, tidak bisa di masuki Corona dengan berbagai alasan. Semuan itu bentuk keangkuhan yang membawa malapetaka. Kelambatan tersebut terutama karena ‘sungkan’ takut menyinggung Tiongkok. Pejabat-pejabat Indonesia menolak menerima kenyataan bahwa Corona sudah semakin menghawatirkan. Meski Pemerintah Pusat sangat lambat dan acuh-tak acuh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan cepat dan tanggap menghadapi virus tersebut. Anies Baswedan sangat cepat merespons kasus Corona setelah warga negara Indonesia yang tinggal di Depok terpapar. Walaupun akhirnya Anies diserang dan dibully. Bahkan ada menteri yg ikut-ikutan juga untuk membully Anies. Pemerintah Pusat sibuk mengatasi “hoax”. Bukan mengatasi penyebaran virus. Sampai orang yang merekam kedatangan Warga Cina di Sulawesi Tenggara diperiksa polisi dengan tuduhan hoax. Padahal WNA Cina itu benar-benar datang dari Cina. Ini berbeda dengan Presiden Duterte yang memecat pegawai yang membiarkan orang cina masuk ke wilayah Filipina. Demikianlah cara Pemerintah Pusat menghadapi Corona, yaitu menghadapi orang yang menyebarkan berita virus tersebut. Seakan-akan dengan cara itulah pemerintah bisa mengatasinya. Padahal virus corona sudah ada di tengah kita. Corona bergerak cepat dalam masyarakat. Tetapi ternyata pemberantasan “hoax” justru mempercepat laju penyebaran Corona virus. Sudah 227 orang terkena virus, 19 orang meninggal. Menurut beberapa sumber, yang riil, tetapi tidak terpublikasi sudah mencapai 4.000 orang lebih yang terpapar. Virus sudah menghinggap di banyak orang, kepanikan kian memuncak. Sampai saat ini kita sebagai rakyat tidak mendapatkan informasi yg cukup. Tentang keganasan Corana. Propinsi dan kabupaten mana yang banyak penyebarannya? Rumah sakit mana yang sudah ditunjuk untuk memeriksa, mengobati, mengisolasi, merawat yang sudah positif tertular Corona? Sementara kewaspadaan pemerintah hanya untuk dirinya sendiri, yaitu bagaimana melindungi diri dari protes masyarakat. Pemerintah sibuk memberantas hoax untuk menjaga kelangsungan kekuasaannya, tetapi tidak peduli terhadap keselamatan warga negaranya. Kepanikan Global Kepanikan muncul di mana-mana. Negara-negara mulai mengantisipasi dengan melakukan lockdown secara teritorial. Arab Saudi menutup perjalanan umrah. Malaysia, 31 Maret memutuskan lockdown guna menghentikan penyebaran Corona. Manila dilockdown dan diumumkan langsung oleh Presiden Duterte. Bersamaan itu Duterte melarang masyarakat berkumpul. menutup semua sekolah. Prancis mengumumkan lockdown 15 hari. Italia juga melakukan lowdown di beberapa wilayah. Beberapa negara lain sudah mulai pula melakukan lockdown. Banyak negara menghadapi kepanikan global yang luar biasa. Aksi lockdown di berbagai negara tidak diikuti oleh Indonesia. Masih sempat Indonesia menerima pariwisata asing, khususnya Cina.Ada 47 warga Cina masuk di Konawe. Tampaknya Pemerintah Indonesia lebih takut kehilangan investasi daripada keselamatan 270 juta warga negaranya. Pemerintah hanya peduli pada kehendaknya sendiri. Sementara rakyat harus mendapatkan risiko besar dari penyebaran virus corona ini. Setelah virus itu tersebar, kita bisa pasrah. Persediaan alat medis dan berbagai fasilitas kesehatan yang masih terbatas. Kita hanya menunggu waktu kalau pemerintah masih bersikap menutup-nutupi gejala ini demi untuk kepentingannya. Ini masalah serius dan berbahaya. Darurat Kesehatan Indonesia hari ini sudah mulai darurat Kesehatan Nasional. Kasus yang terus meningkat. Penyebaran yang sangat cepat, membuat kepanikan rakyat yang luar biasa. Aksi lockdown terjadi di berbagai daerah. Pemerintah Daerah mengambil langkah cepat, meski Pemerintah Pusat masih sibuk mengurus hoax. Kondisi ini mengkhawatirkan. Perang melawan Corona sudah dimulai. Semua orang di daerah kini mengunci dan mengisolasi diri dari penyebaran Corona. Kampus, pondok pesantren, sekolah, kantor dan seluruh aktivitas publik dihentikan. Masyarakat memutus hubungan sosialnya untuk sementara dengan keluarga, tetangga, kerabat, teman, sahabat, dan orang dekatnya. Ditengah kepanikan rakyat Indonesia, warga negara Cina yang menjadi sumber Pendemi Corona justru diberi keleluasaan masuk di Indonesia. Padahal dalam kondisi pendemi yang sangat cepat ini pemerintah harus mencegah masuknya Warga Negara Asing seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain. Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah darah Indonesia. Masyarakat berhak mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin Dalam Undangundang nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, bahwa kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan. Penyakit baru atau penyakit lama yang muncul kembali dengan penyebaran yang lebih cepat, dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan faktor risiko kesehatan yang komprehensif dan terkoordinasi, serta membutuhkan sumber daya, peran serta masyarakat, dan kerja sama internasional. Karantina Kesehatan merupakan upaya mencegah keluar atau masuknya penyakit yang menyebabkan kedaruratan kesehatan Masyarakat. UU No. 6 ini telah memberikan definisi yang jelas tentang darurat Nasional. Tugas negara sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 “melindungi segenap warga Indonesia dan tumpah darah Indonesia”. Pemerintah wajib menjamin keselamatan warga negara. Karantina kesehatan adalah jalan yang paling mungkin untuk dilakukan dengan tegas, mengingat kondisi penyebaran pendemi Corona semakin ganas. Upaya-upaya yang ada sekarang ini masih sangat jauh dari yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain. Bersyukur kita, Pemerintah Daerah cepat melakukan lockdown untuk mengantisipasi penyebaran Corona, meski Pemerintah Pusat melarang untuk melakukan lockdown itu secara sepihak. Penanganan pendemi yang penyebarannya begitu cepat tidak bisa menunggu sikap lambat Pemerintah Pusat. Krisis Nasional Pendemi Corona akan berefek pada beberapa hal. Pertama, krisis ekonomi yang memang sudah mulai terlihat di awal tahun 2020. Sekarang sudah semakin nampak. Nilai tukar rupiah yang semakin anjlok dan kondisi ekonomi semakin lesu. Ancaman resesi terus menghantui Indonesia. Krisis ini akan merambat pada krisis politik dan krisis sosial yang mulai terlihat. Seperti kata Rizal Ramli, ekonomi Indonesia terus anjlok karena salah kelola. Bukan hanya karena Corona. Tetapi akibat mabuk utang dan pengetatan makro. Ekonomi hanya tumbuh 4% tahun 2020. Kalau tindakan terhadap corona effektif, ekonomi hanya akan anjlok lagi -1%. Tapi jika tidak effektif, ekonomi akan anjlok -2% lagi. Kondisi ini memperkuat hitungan Syahganda Nainggolan bahwa, selesai Corona bisa-bisa rezim ini jatuh. Bahkan Syahganda menghitung hari kapan kejatuhan rezim ini, disebabkan pengelolaan yang amatiran. Pengelolaan yang amatiran inilah termasuk yang membawa virus ini berkembang cepat di Indonesia. Sebagai warga negara, kita wajib menjaga kesehatan dengan memperbanyak ibadah dan doa, serta menghindari keramaian. Sembari melihat perkembangan ekonomi yang kian anjlok dan aksi lockdown yang sudah mulai diterapkan pemerintah daerah. Rasanya beban untuk menghadapi Corona ini sangat dirasakan rakyat kecil yang menggantung nasibnya pada penjual-penjual keliling dan lain-lain. Bisa juga kondisi ini membawa pada krisi bahan makanan pokok. Negara wajib memikirkan terjaminnya penyediaan kebutuhan dan kelangsungan hidup masyarakat. Mungkin krisis keuangan bagi rakyat kecil sudah mulai terasa dengan adanya Corona ini. Pemerintah wajib memikirkan bagaimana krisis keuangan itu bisa diatasi untuk menghindari wabah kelaparan di tengah masyarakat kecil. Kita berharap dan berdoa semoga wabah ini cepat berlalu. Rakyat Indonesia selamat dari wabah ini, sehingga kita semua dapat hidup seperti biasanya di kemudian hari. Insaa Allah kita bisa melewati ini dengan menerapkan pola yang dianjurkan berbagai pihak dalam menangkal penyebaran Corona ini. Wallahualam bis shawab. Penulis adalah Politisi, Praktisi Hukum, Dosen Fakultas Hukum dan Fisip UMJ.

Allah Isolasi RR China Dengan Corona - 1

Oleh Mangarahon Dongoran "Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah ia. (Qur'an Surat Yasin ayat 82). Jakarta, FNN.co.id - AWALNYA Virus Corona ditutup-tupi oleh pemerintah komunis RR China atau Tiongkok. Bahkan, orang yang sempat mengungkapkannya ke masyarakat dunia "diisolasi" pemerintah negara tirai bambu itu. Akan tetapi, namanya virus, ya susah dibendung untuk berjangkit ke mana saja. Virus Corona akhirnya menyebar ke beberapa negara. Berdasarkan data terakhir, jumlah korbannya sudah mencapai 83.265 kasus dan 2.858 orang meninggal dunia. Covad-19 telah menginveksi 50 negara. Di negara panda itu sendiri, pemerintahnya tidak mampu mengatasinya dalam seketika. Wuhan yang menjadi awal serangan Corona pun akhirnya diisolasi sendiri oleh pemerintah China. Pembangunan rumah sakit kilat ( hanya delapan hari selesai), tak mampu membendung virus yang diduga berasal dari kelelawar itu. Kita bisa menyaksikan di media resmi, Wuhan sudah menjadi kota mati. Beberapa kota lainnya juga menyusul Wuhan. Tidak hanya pemerintah Tiongkok yang mengisolasi Wuhan dan kota-kota lainnya. Hampir seluruh negara di dunia yang memiliki hubungan strategis pun melarang warganya mengunjungi China dan tidak menerima kunjungan atau turis dari China. Bahkan, Israel yang merupakan sekutu dekat Beijing pun menutup pintu bagi kedatangan warga China dan tidak membolehkan warganya berkunjung ke China. Negara lain memperlakukan hal yang sama. Jika ada warganya yang baru pulang dari China, harus diisolasi terlebih dahulu. Pemerintah Indonesia juga memberlakukan hal yang sama, seperti isolasi di Pulau Natuna selama 14 hari. Mahasiswa yang menuntut ilmu di China dipulangkan. Penerbangan ke dan dari China dihentikan. Bahkan, impor dari negara tersebut pun dilarang sejumlah negara, terutama berupa makanan dan minuman, termasuk buah-buahan. China dikucilkan Kini China diisolasi oleh dunia. Negara komunis itu dikucilkan, tanpa harus perang dagang, tuduhan membuat senjata pemusnah massal, dan tuduhan pelanggaran macam-macam. Pemerintah Indonesia yang awalnya terlihat tenang atau pura-pura tenang dalam menghadapinya, toh akhirnya goyah. Banyak tudingan yang menyebutkan Tenaga Kerja Asing asal China masih bisa masuk ke Indonesia. Pemerintah terutama Si Luhut B. Panjaitan selalu menjawab tidak masalah. Jawaban hampir sama juga disampaikan Presiden Joko Widodo, yang terang-terangan membela kepentingan China di Indonesia. Adanya pekerja China yang mati di sebuah apartemen di Meikarta, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang diberitakan tertular viris Corona dibantah pemerintah. Pun juga karyawan perusahaan asal China yang berkantor di gedung Bank Rakyat Indonesia (BRI), kawasan Semanggi, Jakarta Pusat yang diimbau memakai masker redup setelah Menteri Kesehatan, dr. Terawan mengunjunginya tanpa menggunakan masker. Akan tetapi, apa yang dilakukan dan dijelaskan pemerintah itu tetap tidak mampu membendung efek COVIS-19 itu. Meski awalnya menolak, pada akhirnya pemerintah juga mengakui bahayanya virus Corona itu. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pun mengeluarkan surat yang melarang penggunaan TKA asal China. Kementerian Perhubungan juga melarang seluruh penerbangan maskapai Indonesia ke China. Begitu mudahnya Allah mengisolasi China dengan Corona. Isolasi tanpa perang dagang, isolasi tanpa tuduhan mengembangkan senjata nuklir, dan tuduhan-tuduhan lainnya yang biasanya dilakukan Amerika Serikat dan Barat untuk menekan lawan-lawannya atau negara yang tidak mau tunduk pada kepentingannya. Apakah pemerintah tetap bertahan mengatakan Indonesia masih bebas dari virus Corona? Kalau masih bebas, mengapa Arab Saudi menghentikan pelayanan visa umroh sejak 27 Februari 2020. Bahkan, ada calon jemaah yang sudah terbang, harus kembali. Banyak jemaah yang sudah siap berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, tapi gagal berangkat. (Bersambung)** Penulis wartawan senior.

Miles Guo, Buronan Momok Baru China?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Nama miliarder asal China, Miles Guo, tiba-tiba kini kembali menjadi perhatian media dunia. Ia seolah “menantang” Pemerintah China terkait jumlah korban Virus Corona yang mewabah negeri leluhur pria yang bernama asli Guo Wengui ini. Melansir Mata-Media.Net, jumlah korban tewas secara total yang dirilis Pemerintah Komunis China terkait virus mematikan itu tidak sesuai fakta di lapangan. Guo mengungkap ini dalam Program “War Room: Pandemic” yang disiarkan Americasvoice.news, Sabtu (8/2/2020) lalu. Miles Guo menyebut, pihak China tidak ingin pihak luar mengetahui jumlah sebenarnya dari korban virus corona ini. Miles Guo menyebut jika korban tewas akibat virus corona ini sudah mencapai 50 ribu lebih. “Di Wuhan, setiap hari ada 1.200 mayat yang dikremasi. Itu baru di Wuhan saja. Sementara total yang sudah dikarantina lebih dari 250 juta orang di seluruh China,” tegas Miles Guo. “Saya dapat informasi dari ‘orang dalam’, ada 1,5 juta orang sudah terkonfirmasi terjangkit virus corona di seluruh China. Dan total jumlah kematian, sesuai data yang sudah dikremasi adalah 50 ribu, bukan 30 ribu,” jelasnya. Menurut miliarder yang tinggal di New York, Amerika Serikat (AS) ini, Pemerintah Komunis China mencoba mengalihkan perhatian soal jumlah sebenarnya dari korban virus corona ini dengan menyebut virus berasal dari AS. “Tak ada kejelasan soal jumlah total kematian, berapa banyak yang sudah dikarantina, berapa banyak yang dipastikan terjangkit. Ini sudah sangat berbahaya,” tandas Miles Guo, seperti dikutip Mata-Media.Net, Rabu (12/2/2020). Banyak kalangan yang meragukan informasi Miles Guo terkait jumlah korban virus corona itu. Pasalnya, Miles Guo sendiri adalah seorang buronan berbagai tindak kriminal yang oleh pemerintah China sudah diminta untuk ditangkap. Jejak digital mengungkap tuduhan Beijing terhadap taipan properti yang kini berdomisili di New York itu. Miles Guo, meminta suaka politik dari pemerintah Amerika Serikat setelah menuduh sejumlah pejabat tinggi China terlibat skandal korupsi. Kepada BBC, kuasa hukum Miles Guo, Thomas Ragland, menyebut kliennya yang dikenal dengan nama Miles Kwok itu yakin “telah dianggap sebagai lawan politik oleh pemerintah China”. Beijing telah meminta Miles Guo ditangkap, namun tuduhan kepada pengusaha itu belum jelas. Media massa milik pemerintah China menyebut pria berusia 53 tahun itu menyuap wakil menteri, namun Guo membantah hal tersebut. “Guo takut pemerintah China berupaya menghukumnya atas pernyataan dan kegaduhan yang diciptakannya,” kata Ragland, Kamis (7/9/2017). Miles Guo yang meninggalkan China pada 2014 itu mengunggah sejumlah cuitan di Twitter dan menampilkan video di Youtube yang mengungkap dugaan korupsi pejabat penting Partai Komunis China, termasuk tokoh sentral antikorupsi negara itu, Wang Qishan. Guo juga merilis dokumen yang disebutnya rahasia negara terkait kongres Partai Komunis. Kongres itu digelar setiap lima tahun yang sudah diselenggarakan pada 18 Oktober 2017. Meskipun Guo tak menampilkan bukti-bukti kuat, seluruh tudingan yang diungkapnya itu memicu kemarahan Beijing. Melansir Detik.com, Sabtu (09 Sep 2017 13:10 WIB), pada April 2017 silam, pemerintah China mengeluarkan surat penangkapan internasional, red notice kepada Interpol di seluruh dunia untuk menangkap Guo. Disebutkan, otoritas China telah menyelidiki 19 kejahatan yang diduga pernah dilakukan Guo, antara lain penyekapan, penggelapan, dan pencucian uang. Agustus 2017, kepolisian China membuka investigasi terkait tuduhan pemerkosaan yang diperbuat Guo. Guo sendiri telah membantah berbagai tuduhan itu. Ia menilai surat perintah penangkapan terhadapnya didasari kepentingan politik. Ragland mengatakan sebagai pemohon suaka, Guo yang visa turisnya habis pada 2017 ini berhak tetap tinggal di AS sampai keputusan administratif soal suaka itu keluar. Reuters menyebut proses permohonan suaka di AS rata-rata memakan dua hingga tiga tahun. Sementara itu, Miles Guo juga menghadapi tuduhan fitnah atau pencemaran nama baik dari sejumlah warga dan perusahaan di China. Terkait itu, Guo mengklaim sudah tidak berstatus Warga Negara China lagi. Kepada Voice of America edisi bahasa China, Miles Guo mengaku mempunyai paspor dari 11 negara berbeda. Namun, tidak jelas alasan Guo tidak pindah ke satu dari sekian negara itu ketika visanya di AS kedaluwarsa. Ragland enggan merinci status hukum Guo sebagai warga negara China atas dasar privasi. ”Dia berada di AS menggunakan paspor dan visa resmi. Lebih dari itu, saya tidak mau membicarakan perihal paspornya,” ujarnya. Sayangnya, hingga kini, pihak Interpol belum juga berhasil “menangkap” Guo yang kala itu berhasil melarikan diri dari China bersama istri dan anaknya. Sedangkan keluarga Guo yang lainnya gagal meninggalkan China. Kini mereka menunggu hukuman mati! Mengapa Miles Guo berani bicara terkait virus corona? Kabarnya, Guo dendam. Ia gunakan hubungan bisnisnya dengan Presiden AS Donald Trump untuk balas dendam. Konon, Guo itu juga dalang provokasi perang dagang AS dan China. Selama ini data dari Guo manipulasi. Keasliaannya diragukan. Namun dimanfaatkan Trump. Targetnya jika salah, Guo yang diseret Trump ke pengadilan HAM. Karena itu, semua info dari Guo tidak layak dipertimbangan, apalagi dipublikasikan. Guo kini tinggal di AS. Di apartemen berpenjaga tentara swasta bantuan dari Trump pribadi, bukan AS. Kekayaan Guo di China dibekukan. Juga di Hongkong, Korsel, Korut, dan negara lain yang punya hubungan bilateral dengan China. Miles Guo kini marah. Guo berambisi hancurkan China. Pertanyaannya, mampukah seorang sipil hancurkan China yang kuat dalam segalanya? Penulis wartawan senior.

Wabah Virus Corona Sudah Diprediksi Ulama Yaman

Oleh Mochamad Toha JAkarta, FNN - Wabah Virus Corona China sudah benar-benar mengguncang dunia. Pertemuan bisnis yang semula mau diadakan di Singapura, dibatalkan. Singapura meningkatkan status kewaspadaan negaranya menjadi siaga corona. Hal ini dilakukan setelah ditemukan tiga kasus baru terkait wabah tersebut. Per hari Jumat (7/2/2020), jumlah pasien yang positif terjangkit virus corona di Singapura sudah meningkat menjadi 33 penderita. “Karena sekarang ada beberapa kasus lokal tanpa kaitan dengan kasus-kasus sebelumnya atau sejarah perjalanan ke China, kami telah meningkatkan penilaian risiko kami,” ujar seorang pejabat Kementerian Kesehatan Singapura dikutip Detik.com dari Reuters, Jumat (7/2/2020). Oleh karena itu, pemerintah Singapura menyarankan pelaku bisnis untuk membatalkan atau menunda segala pertemuan bisnis di negeri itu. Hal ini dilakukan guna mencegah penularan virus itu lebih luas lagi. Untuk diketahui, tingkat kewaspadaan corona di Singapura dinaikkan menjadi oranye. Level ini adalah level serupa yang sempat diberlakukan negara itu selama wabah SARS menyebar pada 2003 silam. Virus corona telah membuat panik warga Singapura. Mereka memburu bahan makanan yang bisa disimpan hingga membuat Supermarket sampai kosong. Mereka juga memburu makanan halal di Mustofa Center, punya pengusaha Muslim. Di Thailand, korban virus corona terus bertambah. Kementerian Kesehatan Umum Thailand melaporkan, ada 7 kasus baru virus corona di negaranya. Seperti dilansir dari Channel News Asia, Sabtu (8/2/2020), 7 kasus baru ini terdiri atas 3 warga Thailand dan 4 warga China. Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Penyakit Suwannachai Wattanayingcharoenchai mengatakan, ke-7 orang yang terinveksi saat ini sudah berada di rumah sakit. “Tujuh kasus baru semuanya ada di rumah sakit,” ujar Suwannachai. Suwannachai menyebut, tiga diantara empat warga China yang baru terdeteksi virus corona merupakan keluarga dari korban virus corona sebelumnya. Sedangkan sisanya, merupakan turis yang bersal dari daerah yang berisiko virus corona. Disebutkan, dengan bertambahnya jumlah korban, saat ini total kasus terinfeksi virus corona di Thailand menjadi 32 orang. Jumlah ini disebut sebagai jumlah tertinggi kasus infeksi virus corona di luar China. Dari 32 kasus tersebut, ada 9 warga Thailand dan 23 warga China di Thailand yang terinfeksi virus corona. Sebanyak 10 orang telah diizinkan pulang, sementara 22 orang lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit. Di China sendiri, hingga tulisan ini dibuat, sudah mencapai 908 orang tewas. Dari jumlah itu, sebanyak 91 orang diantaranya berasal dari Provinsi Hubai, tempat awal tersebarnya virus corona. Namun, data versi Pemerintah China itu diragukan. Pasalnya, menurut pekerja Krematorium Wuhan, mereka setiap harinya membakar 100 mayat tanpa rehat. Seperti dilansir Viva.co.id, Sabtu (8/2/2020 | 00:04 WIB), Pemerintahnya sempat dikabarkan melarang pemakaman bagi pasien yang meninggal akibat virus corona. Sebagai gantinya, mereka meminta jasadnya dikremasi. Dilansir World of Buzz, larangan itu dilaporkan untuk memperlambat penyebaran virus corona. Alih-alih mengadakan upacara pemakaman, mayat-mayat ini dibakar di ruang terbuka untuk mencegah pembusukan. Baru-baru ini, seorang pekerja dari salah satu krematorium buka suara berbagi pengalaman kerjanya. Menyusul laporan yang dikutip New Zealand Herald, para pekerja pembakaran mengungkap, mereka membakar mayat 24/7 setiap hari tanpa henti. Sejak 28 Januari 2020, tempat pembakaran itu diduga telah menerima 100 mayat untuk dibakar setiap harinya. Dengan jumlah yang luar biasa ini, hampir mustahil bagi para pekerja tersebut untuk beristirahat dari pekerjaan mereka. Dalam video yang beredar di internet, kota Wuhan yang terinfeksi terlihat diselimuti kabut tebal, yang diduga berasal dari asap pembakaran tubuh massal ini. “Sembilan puluh (90) persen dari kita harus bekerja 24/7 dan kita tidak bisa pulang. Setiap titik pembakaran yang ditunjuk di Wuhan beroperasi selama 24 jam,” kata karyawan yang membakar tubuh. “Kami tidak makan atau minum untuk waktu yang lama sepanjang hari karena kami harus selalu berada dalam alat pelindung kami. Pakaian harus dilepas setiap kali kami ingin makan, minum, atau menggunakan toilet,” ungkap karyawan tadi. “Tapi begitu pakaian tersebut dilepas, tidak bisa digunakan kembali,” tambahnya. Setelah pekerja krematorium mengungkap informasi orang dalam ini, banyak warga Wuhan mulai meragukan korban jiwa resmi yang diumumkan pemerintah akibat virus corona Wuhan. Sementara, banyak orang yang menunjukkan gejala penyakit mematikan itu mengatakan bahwa mereka tidak diberi perawatan karena rumah sakit terlalu penuh untuk merawat mereka. Tapi pihak berwenang China telah memperingatkan masyarakat untuk tidak menyebarkan berita palsu tentang virus corona agar tidak menyebabkan kepanikan di antara warga. Mulut warga seolah sengaja dibungkam dengan dalih “berita palsu”. Karena dianggap telah menyebar berita palsu pula, Li Wenliang, Dokter “Whistle Blower”, sempat dituduh menyebarkan desas-desus terkait virus corona. Dokter muda ini sempat pula “ditahan” pihak berwenang di Wuhan. Dan kini, Li baru dikabarkan meninggal dunia setelah tertular virus itu. Kabar ini dilaporkan Rumah Sakit Pusat Wuhan, dengan sebuah pernyataan terkait kondisi terakhirnya. Meninggal karena positif virus corona baru, pada Jumat (7/2/2020) dini hari. ‘ “Dia meninggal pada 2:58 (dini hari), 7 Februari, setelah upaya untuk menyadarkan kembali tidak berhasil,” jelas pernyataan rumah sakit. Li adalah seorang dokter spesialis mata berusia 34 tahun. Ia sempat dituduh sebagai orang yang menyebarkan “hoax” terkait dengan kasus virus corona baru yang mewabah di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Semua berawal dari temuannya, saat mendiagnosis 7 pasien yang ia yakini memiliki gejala yang sama seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), salah satu jenis penyakit pneumonia. Pada (30/12/19) Li melaporkan kejadian ini dengan mengirim pesan ke sesama dokter di sebuah grup obrolan, memperingatkan mereka untuk berhati-hati dan memakai masker agar menghindari infeksi virus yang ia sebut mirip SARS saat itu, tulis situs BBC. Sayangnya, 4 hari setelah ia menyebarkan kabar tersebut, ia dipanggil kepolisian, Public Security Bureau, untuk menandatangani sebuah surat. Dalam surat itu tertulis kalau ia dituduh menyebarkan desas-desus palsu yang sangat mengganggu masyarakat. Dr Li adalah satu dari delapan orang yang waktu itu diselidiki polisi karena “menyebarkan desas-desus”. Pada akhir Januari, Li menerbitkan salinan surat itu di Weibo dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Polisi setempat telah meminta maaf kepadanya, tetapi permintaan maaf itu terlambat, karena penyebaran virus corona baru sudah meluas. Pemerintah China kini sedang berupaya minta izin “pembunuhan” massal atas 20.000 penderita virus corona kepada Mahkamah Agung. Hummal Qorona Bambang Sulistomo semakin yakin, wabah virus corona telah membuktikan, partai komunis China dan kekayaan negara yang amat kuat-pun ternyata tidak mampu melawan wabah itu. Yang mampu adalah gotong royong-nya dan rasa senasib rakyat China. Menurutnya, hal ini tentu akan berakibat besar, kemungkinan polit-biro dan komite-sentral partai komunis China sadar, mereka tentu lebih dulu mencari rumusan dan solusi bagaimana akan memberikan, menampung kedaulatan pada rakyatnya lebih banyak dan luas. “Itu sebagai obat yang tidak dapat ditolak untuk memelihara sistem politik mereka, seperti saat Deng Xiao Ping memberi kesempatan dan peluang bagi rakyat China untuk berdagang bebas dan menjadi kaya,” ungkap putra Pahlawan Bung Tomo itu. Rakyat Hongkong, Uyhgur, Tibet, juga akan diberikan keleluasan lebih, karena mengurus dan mengendalikan rakyat di daerah tersebut dengan cara yang otoriter, tentu akan menjadi beban politik, sosial dan budaya yang cukup berat. Dan, “Gejolak demokratisasi politik di Hongkong kemungkinan akan dapat menular pada daerah-daerah lain di China daratan, juga sebagai akibat meluasnya kekecewaan pada partai komunis China dalam menangani wabah virus corona,” tegasnya. Yang dirasakan tidak sesuai dengan janji janji dalam pidato para pemimpinnya. Apakah akan lahir China baru yang lebih demokratis? Kemungkinannya tentu saja akan lebih besar dari kemungkinan China dengan sistem politik yang makin otoriter. “Dan bagaimana dengan para pemuja otoritarianisme di negeri kita ini? Tentu saja mereka akan tetap melawan dan terus bermimpi akan lahirnya partai tunggal yang otoriter,” lanjut Ketum DPP Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) ini. Padahal, dunia sudah membuktikan bahwa otoritarianisme dan diktatorial partai politik selalu akan melahirkan pejuang-pejuang keadilan dan kemanusiaan yang semakin banyak, dan bisa memicu runtuhnya penguasa yang menindas. Virus Corona yang membuat dunia geger, ternyata sudah diprediksi 5 tahun sebelumnya oleh Sayyidil Habib Abu Bakar Al Adni bin Ali Al Masyhur, ulama asal Yaman dalamnya (Kitab Al Habib Abubakar tentang Virus Corona). “Dan diantara tanda-tanda kiamat kecil yang disebutkan dalam hadits-hadits orang yang tidak mengatakan sesuatu dengan hawa nafsu (Nabi Muhammad SAW) tentang akan tersebarnya beberapa wabah penyakit yang tidak pernah terjadi di kalangan umat dan masyarakat terdahulu.” “Dan sungguh telah muncul dan tersebar berita dalam waktu-waktu dekat akan kemunculan wabah penyakit yang membahayakan seperti AIDS, Flu Burung, Flu Babi, Flu Corona dan yang lainnya dari penyakit-penyakit yang sulit untuk diobati.” “Yang di mana para ulama (tim ahli) masih mencari cara pengobatannya dan masih mencari sebab tersebarnya penyakit-penyakit ini di kalangan masyarakat sampai sekarang.” “Dan, bukanlah hal yang mustahil (tidak mungkin) bahwa penyakit-penyakit ini sengaja diciptakan oleh oknum-oknum jahat di belahan dunia, dengan tujuan politik, perekonomian, atau hanya sekedar eksperimen yang tidak bertanggung jawab.” Penulis adalah wartawan senior

Virus Corona, Singapura dan Indonesia

By. Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Orchard Road, Kampung Bugis, dan Little India merupakan kenangan indah bagi puluhan juta pelancong Indonesia yang pernah menikmati tamasya ke Singapura. Para penjudi kita lebih mengenang lagi Casino di Sentosa Island. Bahkan, konon ada seorang mantan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) masih menyimpan uangnya Rp. 600 Milyar di Kasino itu. Bagi pengusaha Indonesia, Singapura sudah menjadi rumah kedua. Ada yang memanfaatkan Singapura sebagai "international hub" bagi ekspansi bisnis mereka. Tapi ada juga seperti bisnis keluarga Erick Tohir, menteri BUMN RI, yang diberitakan berbagai media tahun lalu, melakukan potensi kejahatan, di mana perusahaan mereka diberitakan memindahkan pajak sebesar U$ 125 juta dollar, yang setara dengan 1.710.125. 000.000 rupiah. Atau ada juga tuduhan mafia migas Indonesia yang dianggap bermarkas di Singapore.Tidak adanya perjanjian ekstradisi kriminal anatar Indonesia - Singapura, dianggap menjadikan Singapura tempat perlindungan terdekat penjahat kerah putih Indonesia. Sebelum Tax Amnesty, diberitakan sekitar 4.000 triliun uang segelintir orang Indonesia diparkir di sana. Hari ini Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, telah berpidato di televisi dan media lainnya terkait penyebaran virus corona yang semakin mencekam di Singapura. Pemerintah menaikkan level bahaya ke warna orange. Lee sedang merespon kepanikan masyarakat "city state" yang berpenduduk 5,5 juta jiwa tersebut. Sebab penduduk sudah ketakutan dan berlomba-lomba membeli stok makanan. "Kita yakin bahwa bersama-sama, kita boleh melewatkannnya", kata Lee dalam bahasa Melayu. Perdana Menteri Lee mengingatkan mereka dahulu juga Singapura pernah mengatasi serangan virus SARS dengan sukses. Kejadian panik warga Singapura dan respon Lee tentu menjadi tanda keguncangan besar negara tetangga ini. Sudah 40 kasus virus korona sejauh ini, termasuk seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia. Kepanikan ini beralasan, karena sudah terjadi penyebaran virus corona di Singapura diantara mereka. Bukan lagi disebabkan oleh pendatang dari RRC. Seperti TKW Indonesia itu, tidak pernah ke RRC. Padahal turis atau pelancong dari RRC adalah yang terbanyak datang ke Singapura. Sumber di mana "outbreaks" virus corona. Sebab lain adalah Singapura adalah negara kota. Tidak punya tempat lain untuk menjauh atau melarikan diri. Dalam situasi peradaban digital dan online seperti sekarang, informasi sudah menyebar cepat. Informasi yang kadangkala melampaui fakta. Meski pemerintah Singapura berpikir bisa menenangkan rakyatnya, bisa jadi rakyat mereka lebih panik lagi. Terakhir, pemerintah Singapura takut dengan "rush money", meskipun berita "rush money" ini belum berkembang besar. Lalu apa kaitannya dengan Indonesia? Pertama, Indonesia harus mulai mempertimbangkan berita riset Harvard University yang menilai Indonesia seharusnya sudah ada kasus virus corona ini. Alasannya, volume interaksi warga Wuhan, Hubei di kawasan ini. Kasus interaksi warga Malaysia dan Inggris yang positif terkena virus corona dengan warga China di Singapura telah menjadi berita. Dalam situs aseanbriefing. com, "The Coronavirus in Asia and ASEAN – Live Updates by Country", Indonesia masih diberitakan tanpa kasus terjangkit virus corona ini, bersama Myanmar. Namun, semua negara asean lainnya sudah mengakui ada kasus. Kedua, Indonesia harus mulai mencemaskan interaksi warga kita dengan warga Singapura. Interaksi warga Indonesia dan Singapura begitu tinggi, mencapai 17.000 jiwa pelancong perhari, ini merujuk pada pernyataan Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular, Kemenkes Indonesia. Saat ini pemerintah Singapura telah menaikkan tanda orange pada wabah corona. Artinya apa? Artinya kita juga sudah harus mulai membatasi interaksi dengan warga Singapura. Ketiga, Indonesia harus mempertimbangkan kerjasama baru dengan Singapura. Apakah itu? Indonesia bisa menyediakan wilayah atau pulau khusus bagi warga Singapura untuk meghindar dari kecemasan dan kepanikan selama isu virus ini ada. Mereka dapat menjadi penghuni sementara. Singapura memberi bantuan kerjasama riset bidang kesehatan dengan Indonesia, khususnya menangani wabah virus corona ini. Konpensasinya, Singapura harus menutup semua fasilitas kemudahan bagi uang orang-orang Indonesia, baik yang sudah deklarasi, maupun uang haram yang mencapai ribuan triliun. Penutup Penyebaran virus Corona di Singapura sudah membuat kepanikan warga mereka. Sebagai masyarakat kaya raya dan cerdas, kepanikan mereka mempunyai alasan yang kuat. Meski pemerintah Singapura mengatakan tidak perlu panik, faktanya kepanikan terjadi, mereka mulai menyiapkan stok pangan. Singapura adalah tetangga dekat kita. Sebuah negara kota, yang warganya tidak mampu lari jika wabah virus melanda semakin besar. Namun di Singapura juga jutaan masyarakat Indonesia melakukan interaksi setiap tahunnya. Sebagai negara tetangga, sebaiknya kita harus memberikan peluang agar Singapura memanfaatkan wilayah Indonesia yang luas sebagai tempat mereka bermukim sementara, jika diperlukan. Tentu di desain sejak awal. Seperti pulau2-pulau di sepenjang laut Sumatera. Namun, Singapura sebagai tempat bersembunyinya ribuan triliun uang-uang haram orang Indonesia. Baik mereka yang sudah dideklarasi dalam tax amnesty maupun belum. Singapura juga menjadi tempat berkuasanya mafia-mafia bisnis seperti mafia minyak. Para mafia ini harus menjadi objek perundingan yang mungkin dapat dibicarakan dengan mereka. Dengan menyediakan pulau khusus untuk Singapura, juga sekaligus mengingatkan mereka bahwa tetangga yang baik harus mampu menunjukkan semangat kebersamaan dan kemajuan bersama. Termasuk mengajarkan kita tentang bahaya virus corona. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Institute

Di Balik Paten Anti-Virus Corona: Bisnis Baru China?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Dalam tulisan sebelumnya, saya sempat menyinggung soal tidak tertutup kemungkinan virus corona yang tersebar pertama di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, itu adalah uji coba dari senjata biologis yang sengaja diciptakan China. Indikasi ini terlihat, kini China sedang ajukan Hak Paten untuk Antivirus Corona. Adalah Wuhan National Biosecurity Laboratory atau dikenal dengan nama Institut Virologi Wuhan sebagai lembaga yang meneliti berbagai virus yang berlokasi di Wuhan. Melansir Detik.com, Kamis (06 Feb 2020 13:45 WIB), Peneliti China mengajukan hak paten obat hasil eksperimen yang mereka yakini bisa memerangi virus corona baru. Institut Virologi Wuhan yang berada di pusat kota China ini tengah mengajukan permohonan penggunaan obat antivirus yang dikenal dengan remdesivir, untuk mengobati virus corona baru. Pengajuan hak paten obat itu sudah dilakukan sejak 21 Januari 2020. Temuan para ilmuwan menunjukkan kombinasi remdesivir dan chloroquine ketika diuji coba ke virus corona baru (2019-nCov) di laboratorium sangat efektif untuk memerangi virus corona baru. Berbeda dengan remdesivir yang merupakan antivirus terbaru, chloroquine adalah obat antimalaria yang sudah dikenal sejak 80 tahun yang lalu. China sudah bisa memproduksi chloroquine sehingga mereka tinggal membutuhkan paten untuk menggunakan remdesivir. Melansir situs Straits Times, remdesivir saat ini dalam tahap uji klinis terhadap pasien yang menderita infeksi virus corona di China. Kepala Staf Medis Gilead Merdad Parsey, mengatakan saat ini ada dua pasien dengan gejala infeksi virus corona yang parah dirawat dengan remdesivir. Gilead mengirimkan obat itu dalam dosis yang diperkirakan cukup untuk merawat 500 pasien dan pasokan itu bisa ditambah jika uji klinis itu berhasil. Hingga Rabu (5/2/2020) ini, Gilead bekerja cepat untuk menghasilkan lebih banyak obat. Pernyataan Gilead ini justru menunjukkan bahwa Institut Virologi Wuhan sebelumnya sudah menyiapkan antivirus corona yang kemudian diuji-coba ke pasien yang kini dirawat di rumah sakit di China. Hasilnya, 475 pasien dinyatakan sembuh dan sehat. Seperti ditulis Detik.com sebelumnya, Selasa (04 Feb 2020 18:08 WIB), meski jumlah pasien yang terinfeksi virus corona tipe baru bertambah setiap harinya, angka kesembuhannya pun terbilang meningkat. Dilaporkan sebanyak 475 pesien virus corona telah dikeluarkan dari RS setelah menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Komisi Kesehatan Nasional China dalam keterangan resminya yang dikutip dari The Star menyebut sekitar 147 orang pada Minggu (2/2/2020) keluar dari RS, 80 diantaranya dari Hubei, setelah benar-benar bersih dan negatif virus corona. Hingga kini, jumlah total kasus infeksi virus corona dikabarkan mencapai 20.438 dengan total kematian sebanyak 425 jiwa, bahkan data terakhir mencapai 600 jiwa lebih. Di luar China, sedikitnya 180 kasus dilaporkan termasuk data mengenai korban meninggal. Hingga Selasa, (04/02/2020) WHO mengabarkan virus corona positif tersebar di 27 negara. Diantaranya, Amerika, Australia, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Singapore, Nepal, Angola, dan beberapa negara besar di Eropa. Tercatat 425 orang dinyatakan meninggal dunia, dan 17.825 orang terinfeksi virus corona. Sebanyak 52 negara juga sudah mengumumkan berbagai warning kepada setiap warga negaranya yang berkunjung ke China. Secara ekonomi, pasar bursa di China juga mengalami kepanikan yang luar biasa. CNBC Indonesia memberitakan, 5.700 triliun rupiah dana bursa diamankan para pemain bursa. Sehingga Bank Central China harus menyuntikkan dana sangat fantastis yaitu sebesar 178 miliar dolar agar pasar bursa tetap hidup plus berbagai macam instrumen insentif per-bank-kan yang dilakukan otoritas China untuk menjaga stabilitas ekonomi negaranya. Di dalam tataran masyarakat kepanikan lebih menjadi-jadi. Hampir sudah seluruh daratan China dinyatakan “berbahaya” dan berpotensi terjadi penularan virus corona. Jutaan masyarakatnya dikarantina, diberlakukan jam malam super ketat, tidak boleh bepergian keluar rumah. Mengapa kondisi China hari ini begitu berbanding terbalik dengan China yang super megah dengan berbagai macam kemajuan dan lompatan teknologi yang mereka capai? Hampir dua dasawarsa ini, ramai kita dengar berbagai rasa takjub. Dengan geostrategi politik BRI (Belt, and Road Initiative) China menjelma menjadi raksasa baru ekonomi dunia. Secara ekonomi dan lompatan penguasaan teknologi China itu bahkan dianggap setara atau sudah melampaui Amerika. Produk-produk China membanjiri santero dunia. China pun adalah negara yang mempunyai cadangan devisa negara dalam bentuk dolar terbesar di dunia. Kini kita melihat, kemegahan China mulai meredup, seiring serangan virus corona. Namun, di balik itu semua bahwa China kini tampaknya sudah menemukan vaksin antivirus corona yang siap dipatenkan. Tentu saja tidak salah kalau kita patut curiga, jangan-jangan virus corona itu memang ciptaan China sendiri?! Silakan hitung sendiri, sesuai catatan WHO, sekarang ini virus corona positif tersebar di 27 negara. Diantaranya, Amerika, Australia, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Singapore, Nepal, Angola, dan beberapa negara besar di Eropa. Dan ingat, virus corona ini bisa dengan mudah menyebar luas di tengah-tengah masyarakat dunia. Kalau China sudah berhasil mematenkan antivirus corona itu, bisa dibayangkan, berapa nilai keuntungan yang bakal diperoleh dengan “bisnis” vaksin corona ini. Untuk uji coba itu bagi China tidak masalah meski harus "mengorbankan" rakyatnya sendiri. Bahkan, untuk jumlah korban pun masih ada upaya menutupinya. Ini diungkap oleh media online terbesar China, Tencent, yang menyajikan hasil liputannya. Tencent menyajikan jumlah data kematian dan yang terinfeksi virus Corona di Wuhan jauh melebihi angka resmi yang dirilis pemerintah China, seperti dilansir oleh Tempo.co, Kamis (6 Februari 2020 19:54 WIB). Tencent pada 26 Januari 2020 dalam hasil liputannya yang diberi judul Epidemic Situation Tracker menunjukkan jumlah korban infeksi virus corona yang tewas di Wuhan mencapai 24.589 orang dan korban yang terinfeksi di kota itu sebanyak 154.023 orang. Seperti dilaporkan Taiwan News.com, 5 Februari 2020, Tencent memuat data itu pada 1 Februari 2020 jam 11 malam 39 menit dan 4 detik. Setelah beberapa saat kemudian, media yang dimiliki konglomerat multinasional China itu, mengganti data tersebut sesuai dengan data yang dirilis pemerintah China, yaitu 304 orang tewas dan 14.446 kasus terinfeksi virus corona di Wuhan. Seorang netizen Taiwan, Hiroki Lo kemudian melaporkan bahwa sebelum data diubah mengikuti data pemerintah China, Tencent dan NetEase sempat mengunggah kata: statisitik tidak dimodifikasi. Perbedaan data yang dirilis Tencent dan pemerintah memunculkan berbagai dugaan serta spekulasi. Ada yang menyebut sebagai teori konspirasi tanpa merinci alasannya. Namun beberapa orang menduga data ini sengaja dibocorkan jurnalis karena berseberangan dengan Beijing. Ada juga yang mengatakan ini semacam rekayasa data digital. Tencent sendiri tak memberikan data yang jauh lebih tinggi dari data pemerintah China. Daily mail menulis, salah satu pengguna Twitter yang mengklaim sebagai analis politik berkantor di Taiwan menyajikan data yang menunjukkan jumlah angka kematian. Menurutnya, akibat wabah virus corona di China mencapai 12,781 orang pada 27 Januari 2020 jam 8.30 malam waktu setempat. Saat yang sama, data pemerintah menyebut jumlah yang tewas sebanyak 80 orang. Situs Secret China juga mengutip laporan Tencent yang menyebut 2.577 orang tewas pada 26 Januari, atau 130 kali lebih banyak dari data pemerintah China. Forum diskusi online yang fokus pada topik-topik yang sensitif, Pincong, menanggapi data Tencent. “Tidak tahu apakah hal ini benar, tapi data ril lebih tinggi dibandingkan yang resmi. Karena, sebagian besar yang menderita di Wuhan telah mengirim permintaan bantuan mereka melalui WeChat, menuding rumah sakit-rumah sakit menolak menerima mereka setelah mereka dinyatakan terinfeksi.” Data Tencent pun sesuai perkiraan atas hasil studi modelling ilmiah oleh Univeristas Hong Kong dan dipublikasikan di situs Lancet. Studi ini menyebutkan pada 25 Januari 2020, kemungkinan jumlah orang yang terinfeksi virus Corona mencapai 75.815 orang di Wuhan. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan data pemerintah pada tanggal 6 Februari yakni 28 ribu orang. Dari perhitungan pada 25 Januari hingga 1 Februari 2020, jumlah kasus infeksi virus corona di Wuhan saja menurut studi Universitas Hong Kong telah mencapai 150 ribu kasus. Ini artinya mendekati data Tencent, yakni 154.023 kasus. Mendekati 12 hari sejak laporan ini dirilis, studi ini memperkirakan jumlah orang yang terinfeksi virus corona di Wuhan mencapai 300 ribu orang. Hingga Kamis (6 Februari 2020), data resmi pemerintah China menyebutkan jumlah korban tewas akibat wabah virus Corona sebanyak 560 orang dan lebih dari 28 ribu orang terinfeksi. Sebagian besar korban tewas dan terinfeksi ditemukan di Wuhan. Penulis adalah wartawan senior

Virus Corona: Jumlah Terjangkit Bisa Mencapai Ratusan Ribu Orang

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Portal berita “Business Insider” di Singapura melaporkan virus Corona, yang disebut “2019-nCoV” sudah masuk ke Provinsi Xinjiang. Di wilayah ini, sekitar satu juta warga muslim Uigur dipenjarakan oleh Presiden Xi Jinping. Ada dua kasus Corona di Xinjiang, seperti dilaporkan oleh Radio Free Asia dan Wall Street Journal, hari Kamis (23/1/2020). Kedua sumber berita ini mengutip penjelasan para petugas kesehatan setempat. Penularan ini membuat 465 kamp tahanan Uigur di Xinjiang sangat rentan. Sebab, kondisi di ratusan komplek tahanan itu sangat buruk. Tidak ada sanitasi. Penghuninya padat, sedangkan fasilitas kesehatan sangat minim. Pemerintah mengeluarkan angka resmi jumlah yang tertular di negara itu. Sejauh ini, kata mereka, ada 1,970 kasus di seluruh China, terutama di Provinsi Wuhan. Jumlah korban meninggal di China mencapai 56 orang. Tapi, seorang perawat yang memakai masker dan dia merawat pasien Corona di Wuhan mengatakan lewat video bahwa pemerintah menutup-nutupi jumlah yang terjangkit. Dia mengatakan, sudah 90,000 orang yang tertular. Presiden Xi Jinping mengakui bahwa China sedang menghadapi “situasi berat”. Sebelumnya, dia mengatakan “Kami akan menang melawan virus Corona.” Laporan-laporan menyebtukan, pihak penguasa China mulai mengekang media sosial yang mengunggah soal Corona. Hari Sabtu (25/1/2020), para pejabat kesehatan Malaysia melaporkan empat kasus virus Corona yang terkonfirmasi. Pengumuman ini keluar beberapa jam saja setelah Malaysia mempublikasikan kasus pertama. Singapura memastikan ada satu kasus Corona. Sementara itu, Prancis memastikan kasus pertama virus Corona. Para pejabat kesehatan mengatakan, dua diantara tiga warga negara China yang terjangkit Corona, tiba di Prancis tanpa ada gejala. Penularan virus Corona berlangsung relatif sangat cepat. Dua analisis ilmiah mengenai penyebaran Corona menyebutkan bahwa satu orang yang terkena virus itu menulari dua atau tiga orang lain. Ini disimpulkan dari jumlah tertular yang ada saat ini. Ada dua penelitian yang menarik untuk dicermati tentang ini. Keduanya dilakukan oleh dua universitas berbeda di Inggris. Pertama, studi yang dilakukan Imperial College London –salah satu universitas papan atas dunia. Tim peneliti Imperial mengatakan, wabah Corona di China dapat dikendalikan kalau mereka bisa menyetop penularan 60% dari kasus yang ada saat ini. Prof Neil Ferguson, spesialis penyakit menular di Imperial, mengatakan untuk waktu ini tidak jelas apakah penularan bisa dibendung. Tim peneliti Ferguson mengatakan, jumlah kasus Corona di China mencapai 4,000 orang pada 18 Januari. Tingkat penyebarannya adalah satu orang menulari 2-3 orang lain. Kedua, studi yang dilakukan oleh Universitas Lancaster. Tim peneliti di sini memperkirakan tingkat penyebaran Corona di China adalah setiap tertular menulari 2.5 (dua setengah) orang lain. Menurut tim Lancester, kalau laju penularan tidak teratasi, maka pada 4 Februari 2020 jumlah yang terjangkit akan sangat besar sekali. Mereka memperkirakan, di kota Wuhan saja akan ada 190,000 orang yang akan terjangkit Corona awal Februari. Wuhan adalah tempat asal ‘outbreak’ virus ganas itu. Kalau situasi ini menjadi kenyataan, maka kota-kota lain di China akan dengan cepat diserbu Corona. Dan penyebaran ke negara-negara lain akan menjadi lebih banyak. Sementara itu, kepala Program Riset Biosecurity di Kirby Institute di Universitas New South Wales, Australia, mengatakan hari Sabtu (25/1/2020) bahwa dia sangat mencemaskan tingkat penyebaran Corona di China. Menurut Raina MacIntyre, semakin cepat penularan di China berarti semakin tinggi pula bahaya yang mengancam dunia. Yang lebih menyeramkan adalah simulasi penyebaran Corona yang dipublikasikan oleh John Hopkins Center for Health Security (JHCHC). Tiga bulan yang lalu (Oktober 2019), para ilmuwan senior di sini melakukan estimasi berbasis komputer. Disimpulkan, virus Corona bisa menjangkiti dan merenggut nyawa 65 juta orang di seluruh dunia dalam rentang waktu 18 bulan saja. Dr Eric Toner, periset senior di John Hopkins, mengatakan dia tidak terkejut dengan wabah Corona di China saat ini. “Saya sudah lama menduga virus yang paling besar kemungkinan untuk menimbulkan wabah baru adalah virus Corona,” kata Toner. “Kami tidak tahu seberapa cepat penyebarnya, tetapi kami tahu virus itu akan menular dari orang ke orang.” Bagaimana dengan Indonesia? Sejauh ini, para pejabat kesehatan di sini baru sebatas mengeluarkan pernyataan bahwa puluhan bandara internasional akan dilengkapi dengan detektor panas tubuh. Tetapi, belum tampak ada sosialisasi yang gencar mengenai virus Corona. Tidak keliru kalau ada kesan bahwa pemerintah Indonesia jauh lebih santai dibanding kasak-kusuk di negara-negara tetangga. Padahal, Indonesia sangat rentan terjangkit mengingat tingginya intensitas keluar-masuk warga China.[] 26 Januari 2020 26 Januari 202 Penulis wartawan senior.

Siapa Yang Paling Takut Perang Dunia Ketiga?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Bekalangan ini, banyak orang yang mulai menyebut-nyebut Perdang Dunia Ketiga (PD3). Kata mereka, gelagatnya sudah ada di mana-mana. Dan sudah hadir sejak belasan tahun ini. Bagus juga kalau kita mulai membahasnya dari berbagai aspek. Sebagai permulaan, coba kita tengok siapa yang berani dan siapa yang paling takut terhadap PD3. Sebenarnya simulasi PD3 sudah sering berlangsung. Setidaknya, ada 10 peperangan di masa lalu yang bisa memicu ke PD3. Ke-10 peperangan itu adalah: 1)Perang Suriah 2012 sampai sekarang; 2)Perang Irak 2003-2011; 3)Perang Afghanistan 2001-2014; 4)Perang Kosovo 1998-1999; 5)Perang Bosnia 1992-1995; 6)Perang Teluk 1990-91; 7)Perang Irak-Iran 1980-1988; 8)Perang Afghanistan (lawan Uni Soviet) 1978-1992; 9)Yom Kippur 1973; 10)Perang Enam Hari (Arab-Israel) 1967. Sepuluh perang ini berpotensi menjadi PD3. Setidak-tidaknya ada 3 perang dari 10 perang ini yang sangat tinggi kadar PD3-nya. Ketiganya adalah: Perang Arab-Israel 1967 (Six Day War), Perang Bosnia 1992, dan Perang Suriah 2012. Tapi, PD3 tak kunjung terjadi. Mengapa? Karena para calon pelakunya terlalu banyak perhitungan. Ada yang disebabkan ‘cinta dunia’. Ada yang takut karena tak sampai hati melihat jutaan korban nyawa. Dan ada yang takut karena biaya perang itu sangat mahal. Dalam Perang Arab-Israel (yang dijuluki juga Six Day War atau Perang Enam Hari), mungkin saja pihak Arab tidak begitu bersemangat melanjutkan perang ke hari ketujuh, kedelapan, dst. Lelah dan berat. Perangnya di gurun pula. Ini yang menyebabkan perang tidak meluas. Tidak mendunia. Dalam Perang Bosnia 1992, Slobodan Milosevic (presiden Serbia) dan Ratko Mladic (panglima militer) tidak didukung Rusia. Milosevic dan Mladic melakukan ‘ethnic cleansing’ (pembersihan etnis) terhadap warga Muslim Bosnia. Rusia tidak mau membela Milosevic karena khawatir dimusuhi dunia Islam. Seandainya, Rusia turun tangan, bisa saja PD3 terjadi. Kemudian dalam Perang Suriah 2012, giliran Amerika Serikat (AS) yang tidak mau berhadapan langsung dengan Rusia. Di sini, Rusia adalah pihak yang paling aktif membantu Bashar Assad (presiden Suriah). Jelas sekali AS yang menghindari PD3. Karena tak cukup kuat untuk berperang dalam waktu lama. Secara psikologi, Rusia siap menghadapi AS head-to-head. Tapi, Presiden Obama waktu itu punya kalkulasi panjang. Dan kebetulan, Obama ingin dilihat sebagai “peace loving president” (presiden cinta damai). Nah, hari ini siapakah yang paling takut PD3? Dan siapa pula yang paling berani dan paling ingin? Yang paling berani adalah Donald Trump. Dibuktikannya dengan mengeluarkan perintah untuk membunuh pimpinan militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani. Trump tentunya sudah menduga reaksi keras Iran. Dia juga sudah memperhitungkan dukungan penuh rakyat Iran kepada pemerintah mereka agar membalas kematian Soleimani. Sebelum Iran membalas, Trump lebih dulu mengancam. Dia akan menghancurkan 52 tempat bersejarah di Iran jika Iran menyerang AS. Iran tak perduli. Mereka menembakkan sembilan rudal ke markas tentara AS di Baghdad. Tidak ada korban jiwa. Menurut standar keangkuhan AS, mereka seharusnya membalas 9 rudal ini. Sejauh ini Trump diam saja. Trump mengerti Iran akan melawan. Dan Trump juga tahu bahwa Iran punya sekutu superpower. Kalau AS jadi menyerang 52 situs bersejarah yang dibangga Iran, itulah awal PD3. Hampir pasti! Yang menjadi pertanyaan, apakah Rusia mau turun langsung ke medan perang? Kemungkinan tidak. Rusia hanya akan memberikan dukungan senjata dan semangat. Ini saja pun sudah lebih dari memadai bagi Iran. Mengapa Trump begitu berani menyulut PD3? Antara lain karena dia tidak begitu sering menggunakan akal sehat. Bisa jadi dia tak punya. Mungkin juga karena dia sangat tidak populer lagi di Amerika. Sekarang, siapa yang paling takut PD3? Mungkin Anda heran kalau jawabannya: China. Tapi, memang China yang paling takut. Ada beberapa sebab. Pertama, karena China melihat dirinya berpotensi menjadi negara superpower terkuat di dunia. Bukan lagi AS. Ini mungkin terwujud dalam 20-25 tahun mendatang. China punya sumberdaya besar untuk mencapai posisi ini. CAD (cadangan devisa asing) Beijing lebih dari USD3 triliun. Sementara AS malah banyak utang. Negara superpower adalah negara yang memiliki keunggulan militer. Salah satu pertanda keunggulan militer adalah jumlah kapal induk (KI) atau aircraft carrier. Saat ini China punya dua KI. Ada yang mengatakan 4 KI. Tetapi, diperkirakan China bermbisi memiliki 10 KI dalam 15 tahun. Sama dengan jumlah KI yang dimiliki angkatan laut AS saat ini. China mampu dari segi biaya dan teknologi militer. Kedua, China tak berani memulai PD3 karena mereka akan mengalami kerugian yang sia-sia. RRC yakin bisa menguasai dunia melalui kekuatan Ekuin (ekonomi, keuangan, industri). Tidak perlu berperang. Tetapi, mereka akan tetap membangun kekuatan militer untuk membendung AS. Agar AS tidak seenaknya bertindak. China lebih senang melakukan hegemoni ekonomi melalui skema utang dan investasi. OBOR (belakagan disebut Belt and Road Initiative, BRI) adalah strategi utama China untuk menguasai perekonomian dunia. Indonesia sudah masuk ke dalam jebakan skema ini. Ketiga, China takut PD3 karena sudah sangat banyak meminjamkan uang ke mana-mana. Termasuk ke Indonesia. Kalau PD3 terjadi, bakal hanguslah uang ribuan miliar dollar yang dipinjamkan itu. Ini terasa bercanda. Tapi, sebetulnya serius. Keempat, RRC akan berusaha mencegah PD3 karena populasi diasfora mereka cukup besar jumlahnya di mancanegara. Diasfora itu sangat kuat pula dari segi penguasaan ekonomi dan bisnis di negara perantauan. Hampir pasti China merasa orang Tionghoa di perantauan punya ikatan emosional yang kuat dengan RRC. Selain itu, China akan selalu mencegah PD3 karena populasi diasforanya di banyak negara rentan menjadi sasaran jika Beijing berperang dengan negara-negara itu. Jadi, sekali lagi, yang paling berani PD3 adalah Donald Trump. Yang paling takut adalah China.[] 10 Januari 2020 Penulis wartawan senior.

Natuna Membara: China "Keras Kepala", Indonesia Harus Bersiap!

China telah menganggap Indonesia sebagai negeri jajahan, objek dan sasaran target yang akan diintegrasi menjadi bagian dari Republik China Raya. Para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek, tunduk pada China. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Masih ingat kasus sengketa perbatasan serupa dengan Natuna antara China dan Filipina yang sudah dimenangkan oleh Filipina di Mahkamah Internasional? Begitu pertanyaan Bambang Sulistomo. China tetap saja tak mematuhi putusan pengadilan! Menurut Putra Pahlawan 10 November 1945 Bung Tomo yang juga Ketum Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) itu, “Tapi dengan negara Indonesia tampaknya China tidak akan ambil resiko,” tegasnya melalui aplikasi WhatsApp. “Disamping ketangguhan TNI dan semangat kejuangan kita, mereka mungkin teringat akibat peristiwa G30S 1965, negeri ini pernah dengan tegas memutuskan hubungan diplomatiknya dengan China (Beijing),” lanjut Bambang Sulistomo. “Dan China tidak akan mengorbankan kekuatan ekonomi-nya, jika berperang terbuka dengan kita,” ungkap Bambang Sulistomo. Jadi, meski China klaim laut Natuna itu masuk wilayah Laut China Selatan (LCS), dia tak akan berani invasi ke Natuna. Statement Mas Bambang di atas sangat bertolak belakang dengan pernyataan Nasrudin Joha, seorang penulis, yang menilai para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek dan tunduk terhadap China. Menhan Prabowo Subianto yang di elu-elukan sebagai “Macan Asia”, ternyata hanya berani mengeong ke China. Prabowo tak jauh beda dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, berbicara dalam kapasitas yang membela kepentingan China. “Ya saya kira kita harus selesaikan dengan baik. Bagaimanapun China itu negara sahabat,” ujar Prabowo, usai bertemu Menko Luhut, Jum’at (3/1/2020). Bukannya mengecam pelanggaran kedaulatan yang dilakukan China atas perairan Natuna. Nasrudin Joha menyebut, Prabowo justru mengunggah pernyataan China sebagai negara sahabat. Padahal, jika China adalah negara sahabat maka mustahil China berani melanggar dan melecehkan batas kedaulatan negara sahabatnya. China telah menganggap Indonesia sebagai negeri jajahan, objek dan sasaran target yang akan diintegrasi menjadi bagian dari Republik China Raya. Para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek, tunduk pada China. Prabowo dan Luhut “kalah jantan” dengan Menlu Retno Edi Marsudi yang mengecam keras pelanggaran kedaulatan RI oleh China. Prabowo terlalu manis, karena telah 'disuap' sejumlah proyek pertahanan oleh China saat kunjungan kerja beberapa waktu yang lalu. Lantas akan kemana rakyat negeri ini meminta perlindungan? Kepada pejabat dan penguasa yang justru menyerahkan leher kedaulatan bangsa ini kepada China? Atau terpaksa tunduk dan ikut arus menjadi budak yang melayani kepentingan China? Penilaian Nasjo atas Prabowo tersebut rasanya terlalu berlebihan. Apalagi, sampai menuding Prabowo telah ‘disuap’ dengan sejumlah proyek pertahanan oleh China saat kunjungan kerja beberapa waktu yang lalu ke China. Lain halnya jika Menko Luhut. Menko Luhut meminta permasalahan dengan China di perairan Natuna jangan diributkan. Alasannya makin ribut akan membuat investasi terganggu.Apalagi Indonesia juga sedang menarik investasi dari China. “Ya makanya saya bilang jangan ribut. Untuk apa kita ribut yang nggak perlu diributin, bisa ganggu,” ujar Luhut usai bertemu Prabowo di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020). Seharusnya kita tahu tugas masing-masing menteri. Menlu Retno jelas akan menggunakan politik diplomasi dan harus “bersuara”. Luhut dengan pendekatan kemaritiman dan investasi. Prabowo pasti menggunakan politik pertahanan. Penempatan sejumlah kapal perang dan sejumlah pasukan “Siaga Tempur” ke Natuna yang terjadi belakangan ini menyusul klaim China atas laut Natuna jelas atas perintah Prabowo, sesuai dengan tugasnya sebagai Menhan. Nama lembaganya saja Kementerian Pertahanan, tentu tugasnya terkait dengan Pertahanan, bukan “Penyerangan”. Kemenhan baru akan melakukan “perlawanan” bila sampai terjadi “penyerangan” dari musuh (baca: China). Dalam menghapi kekuatan militer China, tentunya Prabowo harus benar-benar menghitung kekuatan lawan. Harus teliti secara matematis. Sebagai Menhan, Prabowo juga harus bisa melindungi TNI dan rakyat jika terjadi perang. Mampukah Indonesia menghadapi China jika terjadi perang? Sejak puluhan Kapal Perang China melakukan provokasi di sekitar Natuna, banyak “Kaum Nyinyir” yang mengecam Menhan Prabowo. Mengapa tidak tembak kapal-kapal China itu?! Dus, jika mengikuti nafsu mereka, perang "Indochina Serial Baru" pasti terjadi. Kalau saja perang antara Indonesia dan China ditakdirkan harus terjadi, sudah dapat dipastikan negara mana yang akan kalah dan hancur berantakan. Penilaian itu dapat dilihat dari peringkat kekuatan militer dunia, yang setiap tahun diterbitkan Global Firepower. Pada November 2019, Global Firepower merilis data peringkat negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia. Ironisnya China merupakan tiga besar dunia, sementara Indonesia menempati peringkat 16. Fakta itu mencerminkan, kalau perang antara Indonesia dengan China terjadi, maka nasib Indonesia bagaikan buah pisang yang dihantamkan ke buah durian. Bakal hancur berantakan! Bagi orang beriman, hanya Alloh yang bisa menolong Indonesia dalam melawan Kedzoliman China. Bukan dengan cara perang fisik. Tapi, dengan perang diplomatik di PBB bersenjatakan keputusan dan UU yang diterbitkan PBB. Coba simak data dari Global Firepower antara China dan Indonesia berikut: China. Power Index Rating: 0.0673; Total populasi Amerika Serikat: 1,384,688,986 jiwa; Total personel militer: estimasi 2,693,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 714; Total kekuatan pesawat: 3,187 (peringkat 3 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 1,222 (peringkat 2 dari 137 negara); Tank Tempur: 13,050 (peringkat 2 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 224 miliar atau Rp 3,152 triliun. Indonesia. Power Index Rating: 0.2804; Total populasi Amerika Serikat: 262,787,403 jiwa; Total personel militer: estimasi 800,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 221; Total kekuatan pesawat: 451 (peringkat 30 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 41 (peringkat 43 dari 137 negara); Tank Tempur: 315 (peringkat 52 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 6,9 miliar atau Rp 97 triliun. Jika melihat dari peringkat kekuatan militer antara China dan Indonesia, sebenarnya sudah bisa dihitung seberapa kekuatan TNI dalam menghadapi perang terbuka dengan China nanti. Makanya Menhan Prabowo menahan agar TNI tidak benturan dengan Tentara China saat ini. Bisa habis NKRI nanti. Apalagi, konon, kekuatan Tentara Merah itu sebenarnya mencapai 6 juta personil. Plus peralatan canggih. Sedangkan TNI cuma sekitar 400 ribu personil dengan peralatan kalah canggih. Kondisi persenjataan dan jumlah personil TNI itu, yang selama ini dikeluhkan oleh Prabowo itu, saat ini terbukti, jika NKRI lemah. Bisa jadi, Menhan Prabowo sekarang ini sedang cari “jalan terbaik” dalam menghadapi manuver China di laut Natuna. Menurut Direktur The Global Future Institute Prof. Hendrajit, kalau kita menghindari perang dengan China soal Natuna, bukan soal peralatan militer kita minim. “Karena memang nggak ada skenario perang di balik ketegangan Natuna,” ungkapnya. “Jadi, kalau soal dikaitkan peralatan militer ya nggak relevan. Karena, memang nggak urjen banget. Itu cuma insiden. Tapi kalau itu memang harus dipertaruhkan, perang ya perang saja. Apa urusannya kalau kita kalah banyak peralatan,” lanjutnya. “Nggak jaminan juga China bakal menang,” tegas Hendrajit. Ketika Vietnam mendukung Heng Samrin yang telah melengserkan pemimpin Kamboja Polpot yang kejamnya minta ampun, ceritanya China meradang karena pemimpin bonekanya dilengserkan. Maka China bilang, “Kami akan memberi pelajaran pada tentara Vietnam”. Tapi, nyatanya, “Vietnam yang untuk ukuran jaman dulu masih termasuk pasukan sandal jepit, malah justru yang ngasih pelajaran pada Angkatan Laut China.” “Jadi, ini bukan miskin peralatan militer atau tidak. Tapi, Natuna memang nggak urjen buat pemantik perang atau casus belly,” ungkap Hendrajit. Kalau tewasnya Panglima Al-Quds Iran Mayjen Qassem Soeamani oleh Amerika, itulah baru relevan. “Karena itu sama saja dengan negara asing menembak Danjen Kopassus atau Danjen Marinir,” tegas Hendrajit. Drone MQ-9 Reaper pembunuh Mayjen Qassem Soelamani berpotensi melahirkan “Perang Teluk Serial Baru”. Ekonomi Dunia Dipastikan Kacau! Penulis adalah wartawan senior