RESENSI

Aktivis GMNI Terbitkan Buku Menjemput Mandat Presiden untuk Anies

Jakarta| FNN - Sabtu sore, 25 November 2023, bertempat di Posko Pejuang AMIN Jl  Pandeglang No 41 Menteng Jakarta Pusat, relawan Bro Anies bersama Posko Pilihan Rakyat (PPR) menggelar acara Launching dan bedah buku Menjemput Mandat Presiden. Beberapa toboh politik dan akademisi seperti  Kapten Timnas Pasangan AMIN Marsdya (Horn) (Purn) Ahmad Syaiqu, Prof. Refly Harun, Prof. Marwan Batubara, Prof. Anthony Budiawan, Prof. Egy Sudjana, Jumhur Hidayat dan Edy Mulyadi ikut meramaikan diskusi buku yang ditulis oleh Yusuf Blegur itu. Yusuf Blegur mantan presidium GMNI yang menjadi Ketua Umum BroNies, menyampaikan bahwa  buku Menjemput Mandat Presiden merupakan buku pertama dari Trilogi Mengetuk Pintu langit. Pada bulan Desember 2023 akan terbit buku Upaya Penjegalan dan Kriminalisasi Anies: Berbahayakah Anies Bagi Oligarki. Kemudian di bulan Januari 2024 akan hadir buku Antiklimaks Soekarnoisme: Anies Putra Sang Fajar. Insyaa Allah semua bisa terwujud, sambung penulis yang pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan aktif di pergerakan 1998 itu  Bedah buku yang dihadiri ratusan peserta tersebut melahirkan suasana menjadi hangat tatkala panelis Jumhur Hidayat mengatakan Jokowi menjadi kuat bukan karena kehebatannya, tapi karena rakyat yang takut. Harus ada keberanian dari seluruh elemen rakyat jika rezim Jokowi yang sudah menyimpang dari konstitusi ini ingin dimakzulkan. Sementara Prof. Anthony Budiawan dengan tegas menyebut Jokowi sebagai pengkhianat karena terlalu banyak kesalahan-kesalahan fundamental dalam proses penyelenggaraan negara. Dalam kesempatan itu juga, Yusuf Blegur Blegur berharap buku Menjemput Mandat Presiden ini menjadi salah satu kontribusi dari relawan agar sosialisasi figur Anies Baswedan bisa lebih optimal. Yusuf meminta Timnas Pasangan AMIN bisa membawa buku    yang mengupas rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi Anies ini bisa dibagikan ke seluruh rakyat di peloso-pelosok kota dan desa di Indonesia saat kampanye nanti. (*)

Muhammadiyah dan Islam Moderat: Catatan Atas Buku Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam, sebuah Telaah Kritis Pemikiran Haedar Nashir

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan -  Sabang Merauke Circle Buku berjudul \" Moderasi Keindonesiaan dalam Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Kritis Pemikiran Haedar Nashir\" diberikan penulisnya,  Muhammad Akmal Ahsan, ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Yogyakarta pada saya sudah 6 bulan lalu. Buku ini, terbitan Suara Muhammadiyah, 2023, sangat penting untuk dibaca. Sebab, buku ini merupakan riset untuk keperluan tesis penulisnya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan menyangkut pikiran tokoh Islam utama si Indonesia, Haedar Nashir, ketua umum Muhammadiyah, sehingga mempunyai bobot akademis yang tinggi. Saya baru bisa memberikan komentar atau resensi dan kritik saat ini, karena baru ada waktu luang membaca buku yang berat ini.  1. Islam dan Muhammadiyah Moderasi Islam, menurut Haedar Nashir, adalah sebuah upaya menempatkan \"positioning\" Islam dalam konteks kemajemukan bangsa Indonesia. Sebagai ideologi, Islam harus menjadi jati diri bangsa sekaligus memberi arah kemajuan. Namun, Muhammadiyah, melihat nilai-nilai keindonesiaan yang bersifat historis, faktual dan sosiologis merupakan nilai-nilai yang harus bersatu dengan nilai-nilai keislaman tersebut (h.37).  Nilai-nilai moderat dalam Muhammadiyah, menurut Haedar, berakar dari metode penafsiran sumber keislaman seperti Qur\'an, Hadist dan ijtihad dengan pendekatan \"bayani, burhani dan irfani\". Approaching ini memberikan peluang pada sinergitas ayat-ayat suci, akal dan pengalaman keilahian. Hal ini berbeda dengan kelompok Islam yang memaksakan penafsiran tunggal atas teks-teks Alquran, dengan mengabaikan peranan akal atau ijtihad.  Amal sholeh merupakan bentuk praxis ideologi Muhammadiyah, di mana antara visi kemajuan diimplementasikan langsung kepada masyarakat luas. Sehingga Islam sebagai ajaran Rahmatan lil alamin terwujud.  2. Pancasila, Islam dan Keindonesiaan Pemahaman Indonesia dan keindonesiaan dalam pandangan Haedar didekati dalam 5 hal, yakni (1) perspektif sejarah, (2) kemajemukan bangsa, (3) karakteristik dan jati diri bangsa, (4) visi kebangsaan yang berkemajuan, (5) Membangun Indonesia dalam kerangka holistik, tidak sekedar fisik. Dalam perspektif sejarah, Indonesia didirikan oleh kekuatan Islam. Sehingga kontribusi tersebut, berbarengan dengan kontribusi perjuangan kaum nasionalis, menunjukkan hak historis Islam dalam menjunjung falsafah negara Pancasila. Islam dalam hal tersebut juga harus dimaknai sebagai jati diri bangsa. Artinya ajaran atau nilai-nilai Islam tidak dapat dipisahkan dari Pancasila, ketika falsafah bangsa itu digali secara historis oleh founding fathers kita.  Haedar menjelaskan bahwa Muhammadiyah dan atau ummat Islam tidak dapat menegasi eksistensi Pancasila. Pancasila adalah ideologi bangsa.  3. Radikalisme Radikalisme dalam pikiran Haedar Nashir harus ditempatkan secara tepat. Memang jelas ada ekstrimitas keagamaan yang berkembang dalam sebagian masyarakat dan dunia pendidikan. Namun, jikalau pendekatan multi-faktor diterapkan, maka radikalisme terjadi pada banyak aspek dan kelompok. Misalnya, radikalisme juga bisa ditemukan secara ekstrim pada kelompok liberal, yang ingin mengubah ideologi Pancasila menjadi liberal, maupun golongan ultra nasionalis yang memaksakan tafsir tunggal tentang keindonesiaan. Radikalisme juga seringkali berhubungan dengan kegagalan bangsa kita dalam menerapkan sila-sila Pancasila secara utuh. Misalnya, ketimpangan sosial yang berlangsung terus menerus dan membiarkan segelintir orang menghisap sumberdaya alam secara rakus, akan berdampak pada rusaknya \"social trust\", yang nantinya dapat juga menjadi \"bara api\" ekstrimitas dalam masyarakat.  Penstigmaan radikalisme pada Islam dan orang-orang Islam adalah sebuah \"misleading\". Radikalisme adalah persoalan non-sektarian. Moderasi keindonesiaan diperlukan kepada semua bentuk ekstrimitas. Jika stigmatisasi dipaksakan pada agama Islam, akan membuat kecurigaan ummat Islam bahwa ada upaya pengucilan terhadap Islam. Hal ini kontra produktif untuk membangun kebersamaan sebuah bangsa. Padahal, Indonesia dalam kemajemukannya membutuhkan manajemen persatuan bukan dominasi sebuah kelompok. 4. Pembangunan Bersifat Holistik Pembangunan, menurut Haedar, harus holistik. Artinya, pembangunan itu bukan sekedar fisik melainkan pembangunan (karakter) manusia juga. Pembangunan fisik seringkali kelihatan megah namun sering kehilangan makna, seperti keserakahan manusia. Melalui pembangunan manusia, dengan menanamkan moral dan karakter, akan menciptakan manusia beriman dan sekaligus produktif.  Selain itu, pembangunan juga harus ditujukan kepada semua golongan dan lapisan masyarakat agar maknanya dapat dirasakan semua masyarakat.  5. Islam, Indonesia dan Pendidikan Pendidikan merupakan strategi kebudayaan, bukan sekedar perubahan kognitif. Selama ini, menurut Haedar, pendidikan telah menjadi sub-sistem kapitalisme. Dengan posisi itu, pendidikan akhirnya hanya alat untuk menghasilkan manusia-manusia yang melayani kepentingan pasar. Posisi ini membuat manusia kehilangan kemanusiaannya.  Untuk mengubah sistem pendidikan yang ada, negara harus memasukkan visi Iman dan Taqwa dalam pendidikan. Haedar mengkritik pemerintah yang menghilangkan aspek agama dalam Visi Pendidikan 2035. Seharusnya kita mencontoh keberhasilan barat yang bersandar pada etika Protestan, China bersandar pada Confusionisme, Jepang pada Tao dan Tokugawa, serta lainnya.  Selain itu, strategi kebudayaan juga dimaksudkan untuk membangun solidaritas sosial dan menjadikan pendidikan sebagai alat moderasi keindonesiaan.  Sedikit Catatan Kritis Meskipun sedikit disinggung soal Islam Berkemajuan, sebagai paradigma Muhammadiyah, namun dalam buku ini tidak dikupas secara dalam perbedaan paradigma Islam Berkemajuan versus Islam Moderat, yang dipikirkan Haedar Nashir. Penekanan pada kosa kata moderasi menunjukkan pergeseran dari kosa kata berkemajuan, yang selama ini dikenal. Meskipun, boleh jadi prinsip-prinsip berkemajuan tetap tersampaikan dalam buku ini.  Hal lain adalah kosa kata moderasi sebagai upaya menggantikan diksi deradikalisasi dapat menjebak akan adanya penyebutan \"Islam Moderat\", sebuah istilah yang menambah kebingungan atas diksi yang telah ada seperti \" Islam Liberal\" dan \"Islam Nusantara\". Mungkin, sebagai alat analisa hal tersebut dapat ditolerir asalkan jangan menjadi label baru.  Demikianlah resensi buku ini. Semoga berkenan membeli buku tersebut. (Salam Perubahan, Dari Danau Toba-Sumatera Utara).

Habib Rizieq Menjemput Takdir

Peresensi: Dr. Dhimam Abror Djuraid, Wartawan Senior, dan Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat. REVOLUSI besar di dunia diawali oleh kemunculan gagasan. Gerakan rakyat yang besar berawal dari kemunculan ide. Sedang ide atau gagasan mengubah dunia melalui gerakan massa. Gerakan massa yang hanya sekadar masif tanpa didasari sebuah gagasan akan menjadi gerakan anarkis. Habib Riziq Shihab (HRS) adalah satu di antara pemimpin gerakan sosial di Indonesia yang hadir dengan membawa gagasan. Dia bukan sekadar ulama, tapi juga intelektual dan pemimpin gerakan sosial yang tangguh. Kualitas kepemimpinan seperti itulah yang akan membawa kekuatan menuju perubahan. 10 November 2020 akan menjadi catatan sejarah dalam lanskap politik Indonesia. HRS seorang disiden politik yang menjalani eksil tiga setengah tahun di Arab Saudi, akhirnya kembali ke Indonesia. Kepulangannya ditunggu banyak pengikutnya dengan harapan dan kegembiraan. Sebaliknya, musuh-musuh politik mengantisipasi kepulangan HRS dengan kecemasan. Kepulangan HRS menandai sebuah episode baru dalam perjalanan dakwahnya yang panjang dan penuh gejolak. Episode baru itu sambung-menyambung menjadi satu, antara satu intrik dengan lainnya, tuduhan pidana yang dibuat-buat, pembunuhan terhadap para pengawalnya, sampai kemudian HRS dimasukkan ke penjara secara paksa. Dari sisi garis waktu, episode itu pendek, merentang hanya dua tahun sejak 2020 sampai 2022. Tetapi, rentang waktu yang singkat itu menjadi salah satu episode paling krusial penekanan rezim pada HRS, perlakuan yang bisa dianggap sebagai kezaliman politik. Episode penuh warna dan gejolak itu direkam dengan baik oleh Ady Amar dalam buku ini. Ady Amar, seorang kolumnis yang tekun, mencatat berbagai peristiwa penting dalam rentang waktu dua tahun itu dan merangkumnya menjadi sebuah konstruksi peristiwa yang utuh dan saling berkaitan. Ady Amar menyebut periode dua tahun itu sebagai ‘’Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab’’ seperti yang tergambar pada subjudul buku.  Buku ini berjudul lengkap ‘’Tuhan Tidak Diam: Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab’’. Ady Amar selalu cermat dalam memilih diksi dan teliti dalam membuat narasi. Pemilihan narasi ‘’Tuhan Tidak Diam’’ sebagai judul utama menyiratkan makna kepasrahan dalam tawakal, tetapi juga ada harapan akan hadirnya campur tangan Tuhan. Dalam tradisi Jawa ada ungkapan ‘’Gusti Allah Mboten Sare’’, Tuhan tidak tidur. Ungkapan ini menunjukkan sifat khas orang Jawa yang ‘’sumeleh’’ (pasrah) dan nerima ing pandum (menerima takdir). Ada nuansa kepasrahan pasif pada filosofi Jawa itu. Ady Amar mengadopsi idiom itu dan mengubahnya menjadi ‘’Tuhan Tidak Diam’’. Dari situ tersirat bahwa ketidakadilan dan kezaliman tidak akan berlalu tanpa perhitungan, karena diyakini akan ada campur tangan Tuhan (divine intervention) yang akan turun. Episode gapai keadilan ini menjadi rangkaian transformasi atau metamorfosis gerakan dakwah HRS bersama organisasi dakwah FPI, sejak organisasi itu bernama  Front Pembela Islam, kemudian dibubarkan secara paksa, dan bertransformasi menjadi Front Persaudaraan Islam. Pada awalnya FPI menjadi organisasi dakwah yang lebih fokus pada dakwah ‘’nahi munkar’’, mencegah praktik dan perbuatan maksiat. Karena itu FPI kemudian diframing sebagai organisasi yang lebih banyak melakukan sweeping ke tempat-tempat maksiat dan melakukan kekerasan yang menimbulkan kerusakan fisik. FPI melakukan transformasi dengan cepat. Fokus dakwah bertambah dari nahi munkar menjadi menebar kemaslahatan dengan terjun ke lokasi bencana untuk membantu para korban. Salah satu momen paling fenomenal adalah ketika terjadi tsunami Aceh pada 2004. Sebelum relawan lain muncul di daerah bencana, pasukan FPI sudah terlebih dahulu datang dengan peralatan lengkap untuk membantu korban bencana. HRS memimpin langsung operasi penyelamatan kemanusiaan itu dengan terjun langsung ke lokasi bencana. Operasi kemanusiaan yang sama dilakukan oleh FPI ketika terjadi bencana di berbagai daerah. Hal ini  menandai transformasi mendasar pada gerakan FPI. Organisasi ini semakin mendapatkan dukungan yang luas dari publik. HRS sebagai orang nomor satu di FPI mendapatkan pengakuan yang luas dari masyarakat. Pengaruh HRS yang semakin besar ini menjadi ancaman bagi rezim. Berbagai upaya untuk menjatuhkan HRS pun bermunculan. HRS kemudian memutuskan untuk melakukan uzlah ke Arab Saudi dan menjalani hidup sebagai eksil. HRS ialah manusia gerakan yang tidak bisa jauh dari umat. Tiga setengah tahun menjalani eksil, HRS memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebuah pilihan yang berisiko, tetapi HRS sudah bertekad untuk menempuhnya. Ady Amar menyebut momentum HRS kembali ke Indonesia sebagai momentum ‘’Habib Rizieq Menuju Takdirnya’’ (halaman 3-7). Sejak pulang kembali ke Indonesia hidup HRS tidak pernah sama seperti sebelumnya. Ia menjadi disiden politik yang paling diawasi, dan keselamatannya menjadi pertaruhan. Tetapi HRS sudah memilih takdirnya seperti digambarkan pada tulisan ‘’Takdir Memilihnya sebagai Martir’’ (halaman 32-35). Enam pengawal HRS tewas disiksa dan dibunuh, tetapi peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa ada pengadilan yang jujur. HRS kemudian ditangkap dan diadili karena pelanggaran protokol kesehatan. Tuduhan yang terlalu dangkal untuk membawa seseorang ke kursi pesakitan. Refly Harun menyebut bahwa jangankan dihukum, dibawa ke pengadilan pun HRS tidak layak (lihat prolog). Pembelaan Refly Harun itu melegakan seperti tertulis di halaman 186 ‘’Bersyukur Ada Refly Harun’’.  HRS membela diri dengan gigih. Argumennya kuat dan logika hukum yang dipakainya kokoh. Bahkan Ady Amar menduga, tanpa didampingi penasihat hukum pun argumen HRS tetap sangat solid. HRS bukan hanya singa podium yang keras mengaum, tapi juga singa pengadilan ‘’lion of the court’’ yang garang (halaman 137). Tapi, vonis akhirnya jatuh juga. Dalam kasus tes swab RS Ummi, HRS dihukum 4 tahun penjara. Sebuah keadilan yang sama sekali tidak adil. ‘’Duh…4 Tahun Penjara, Zalim Luar Biasa’’, Ady Amar menuangkan tangisnya terhadap vonis itu (halaman 163).  Penjara tidak membuat HRS berubah menjadi ‘’kucing yang basah kuyup kehujanan’’ (narasi pilihan Ady Amar). HRS tetap menjadi singa. Ia akhirnya dibebaskan, meskipun tidak sepenuhnya bebas. HRS masih harus menunggu sampai 2024 untuk memperoleh kembali kebebasan yang terampas. Philip Graham, wartawan senior The Washington Post, mengatakan ‘’Journalism is the first rough draft of history’’, laporan jurnalistik adalah draf awal dalam penulisan sejarah. Para jurnalis harusnya bertindak sebagai penulis awal draf sejarah yang jujur. Sayangnya, kita sering mendapatkan laporan jurnalistik yang tidak jujur karena berbagai kepentingan. Buku Ady Amar ini mengisi kekosongan itu. Ady Amar menulisnya seperti rangkaian laporan jurnalistik yang sambung-menyambung menjadi episode sejarah yang utuh. Buku ini akan menjadi bagian dari draf sejarah yang penting dalam salah satu episode krusial sejarah Indonesia menuju perubahan. HRS tidak berhenti. Ia tidak bisa dihentikan. Ia hanya bersandar dan berteduh sejenak untuk bergerak lagi. Seperti diungkap Ahmad Sastra pada epilog: ‘’Terkadang, para pejuang dakwah butuh pohon untuk sekadar bersandar dan berteduh, berhenti sejenak untuk mengatur langkah dan menarik nafas dalam-dalam untuk kembali berlari’’.   Itulah HRS. Ia rehat sejenak, bersandar sejenak. Ia segera berlari lagi memimpin gerakan menuju perubahan. Judul Buku: Tuhan Tidak Diam: Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab. Penulis: Ady Amar. Prolog: Refly Harun. Epilog: Ahmad Sastra. Penerbit: Ikon Teralitera, (2022). Jumlah Halaman: 242 (termasuk halaman kecil). (*)

Kolumnis Ady Amar Bukukan Kezaliman yang Dialami Habib Rizieq

Jakarta, FNN - Kebenaran terkadang harus menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkan pengakuan dari sejarah. Demikian pernyataan pengamat politik dan pemerhati bangsa Tony Rosyid dalam buku terbaru karya kolumnis Ady Amar. Diketahui pada September 2022 Ady kembali menerbitkan buku terbarunya berjudul  “Tuhan Tidak Diam, Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab”. Buku setelan 217 ini menjadi semacam \"catatan reportase” peristiwa yang dialami Habib Rizieq Shihab selama dikriminalisasi oleh penguasa. Perlakuan tidak adil tak hanya diarahkan kepada Habib, tetapi juga sampai terbunuhnya 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawalnya, pembubaran ormas FPI, lalu ditahannya Habib Rizieq dan beberapa pengikutnya hingga jalannya sidang yang melelahkan. Wartawan senior FNN, Tjahja Gunawan menilai buku ini merekam alur kejadian demi kejadian yang dialami, dari waktu ke waktu, terekam apa adanya. Ady Amar menyajikannya dengan bahasa sederhana nan apik.  Sementara anggota Majelis Habaib Progresif, Smith Alhadar menilai buku ini menjadi saksi rasa resah atas ketidakadilan yang menimpa Habib Rizieq.  Tidak hanya itu, Lieus Sungkharisma, tokoh Tionghoa yang aktif dalam gerakan demokrasi dan HAM menyebut buku ini mengungkap berbagai fakta ketidakadilan yang diterima oleh Habib Rizieq Shihab. Ketidakadilan yang tidak semestinya ia terima.  Sedangkan Mustofa Nahrawardaya, Pemimpin Redaksi Majalah Tabligh PP Muhammadiyah menilai buku ini akan menjadi aset bersejarah.  Sementara jurnalis senior dan pengamat sosial politik, Asyari Usman menyebut Ady Amar adalah satu makhluk yang tak kenal lelah menjelaskan perjuangan Habib Rizieq Shihab melawan kezaliman. Selain itu, Abdul Chair Ramadhan, Direktur HRS Center juga menjelaskan buku ini berisi berbagai dimensi perjuangan sang Imam Besar Habib Rizieq Shihab dengan berbagai risiko yang dihadapinya. Saat ini Habib Rizieq Shihab memang sudah dibebaskan, tapi bebas bersyarat. Ditahannya Habib Rizieq sebenarnya itu hal yang tidak patut ia terima. Pengamat sosial politik, Rocky Gerung menilai sejarah akan menimbang: apakah Habib Rizieq Shihab adalah pemecah bangsa atau penyuara keadilan. Tetapi sebelum timbangan itu tiba, jelas bahwa Habib Rizieq Shihab dijebak dalam permainan politik yang kotor.  Habib Rizieq Shihab ini memang fenomenal. Jika bicara runtut, intonasinya terjaga, dan memukau. Terkadang ia bicara lembut bak sutera, tapi pada saat yang lain nada suaranya menaik keras menggelegar.  Bicara tanpa teks dengan durasi waktu panjang mampu ia lakukan, dan menggelorakan semangat. Pekikan takbir yang keluar dari lisannya seolah membangkitkan kesadaran bahwa semuanya kecil, kecuali Rabb semesta.  Dalam prolognya pakar hukum tata negara Refly Harun turut membela dan menyoroti vonis empat tahun yang diberikan kepada Habib Rizieq Shihab terkait kasus swab di rumah sakit UMMI Bogor. “Jangankan diadili dan dihukum empat tahun penjara dalam tingkat pertama dan tingkat banding, serta kemudian hukumannya dikurangi dua tahun dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Bagi saya, HRS dijadikan tersangka saja tidak layak,” tegas Refly. Menurutnya, masalah yang menjerat HRS terlalu sepele untuk dipidanakan. Yaitu sekadar pelanggaran prokes yang justru dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam banyak kesempatan.  Sehingga banyak yang mempertanyakan mengapa hanya HRS yang dijerat dengan pidana, sementara pelanggar prokes lain tidak demikian. Termasuk Presiden Jokowi yang dalam beberapa kesempatan melakukan hal yang sama, jawaban dari pertanyaan semula itu, dua saja, yaitu kebenaran dan keadilan.  “Sebagai orang hukum, paling tidak, saya akrab dengan berbagai tema tentang kebenaran dan keadilan. Karena dalam hukum itulah yang sesungguhnya dibela, yaitu menegakkan kebenaran dan menegakkan keadilan. Dan saya kira itu juga tugas manusia seluruhnya. Saya melihat dan merasakan betul bahwa proses hukum yang menjerat HRS itu adalah proses hukum yang sangat dipaksakan. Mahasiswa hukum yang mengikuti persidangan HRS, maka hanya akan menggelengkan kepala, apalagi ahli hukum. Karena sangat tidak pantas,” sambungya. Dalam epilognya dosen filsafat Dr. Ahmad Sastra menyampaikan, membaca buku yang ditulis oleh Ady Amar berjudul Tuhan Tidak Diam, Episode Gapai Keadilan Habib Rizieg Shihab memberikan satu gambaran dan ibrah bahwa betapa perjuangan menegakkan kebenaran Islam itu tidak mudah. (Lia)

Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan

Oleh Isa Ansori, Peresensi Diawali dengan prolog yang diucapkan oleh Anies Baswedan, Apa yang kita kerjakan di Jakarta, selalu berkaitan dengan tiga hal, yaitu gagasan, narasi dan karya. Setiap karya dibelakangnya ada narasi, sebelum ada narasi ada gagasan, tidak ada karya tanpa gagasan, tidak ada kebijakan tanpa gagasan.  Buku ini mengajak kita pada pengembaraan bagimana Anies menjalankan kerja - kerjanya, yang selalu dilandasi panduan runut gagasan, narasi dan karya. Memang membincang tentang Anies tak akan ada habisnya, Anies di setiap gerak dan gagasannya selalu dipenuhi sajian yang bergizi.  Di tengah gempuran dan narasi fitnah tentang Anies dari para buzzer bayaran dan pembenci Anies, hadir sebuah karya tentang Anies yang akan menambah literasi kita.  Buku Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan, hadir tepat waktu di tengah masih banyaknya kekosongan literasi tentang Anies.  Buku setebal 267 halaman, tulisan Abdurrahman Syehbubakar & Smith Alhadar ini akan membawa kita dalam sebuah perjalanan pikiran bagaimana melihat Anies secara terpadu dan komperehensif.  Abdurrahman Syehbubakar adalah kolumnis dan kritikus sosial politik, pakar dan praktisi penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Pria berkacamata yang lahir di desa Wanasaba, Lombok Timur, 22 November 1968, telah banyak menulis artikel berkaitan dengan isu politik, demokrasi, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di media cetak dalam dan luar negeri. Smith Alhadar adalah seorang pakar dan kolumnis terkemuka Politik Timur Tengah, kelahiran Ternate, 27 Juni 1956. Sudah lebih dari seribu artikel ditulisnya dan dimuat di berbagai media  nasional baik cetak maupun online, terutama yang berkaitan dengan persoalan - persoalan Timur Tengah.  Buku yang merupakan kumpulan esei kedua penulis ini, memuat secara terpadu dan komperehensif tentang sosok Anies dalam menaiki dan menempuh karir politiknya, kehidupan sosial, budaya dan agama yang penuh gejolak di Jakarta.  Meski Anies adalah gubernur DKI Jakarta, sebuah propinsi yang menjadi ibu kota Indonesia, sepak terjang Anies selalu dikaitkan dengan dinamika politik secara nasional, apalagi momentumnya bertepatan dengan akan dilaksanakannya suksesi kepemimpinan nasional 2024. Buku ini terasa renyah dan nyaman mengikuti alur yang dibuat oleh penulisnya. Terdiri dari 5 bagian, bagian pertama berkisah tentang Indonesia Saat Ini dan Ke Depan, bagian kedua memotret Gagasan dan Narasi Anies Baswedan, bagian ketiga menulis tentang Aksi dan Karya Anies, bagian keempat kehidupan Anies yang diwarnai gempuran berita fitnah dan hoaks, Seputar Fitnah Politik Terhadap Anies Baswedan dan bagian kelima menulis tentang Menuju Pilpres 2024. Di dalam buku ini juga, kita mendapatkan kumpulan tulisan tentang berbagai penghargaan atas prestasi prestasi Anies selama dan sebelum menjabat Gubernur DKI Jakarta. Nampaknya buku ini menemui momentumnya dan akan menambah wawasan kita tentang siapa sejatinya sosok Anies.  Selamat Menikmati!  Judul Buku : Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan  Penulis :Abdurrahman Syehbubakar dan Smith Alhadar Diterbitkan oleh :Institute for Democracy Education ( IDe)  Tebal : 267 halaman Cetakan pertama, Mei 2022 Peresensi : Isa Ansori (*)

Sisi Lain Habibie Diungkap dalam Buku "Saya Bacharuddin Jusuf Habibie"

Jakarta, FNN - Penulis Andi Makmur Makka mengungkap sisi lain dari Bacharuddin Jusuf Habibie dalam buku berjudul \"Saya Bacharuddin Jusuf Habibie (The Untold Story)\" yang diluncurkan pada Sabtu (29/1).Buku setebal 498 halaman yang ditulis berdasarkan hasil wawancara langsung penulis dengan Bacharuddin Jusuf ​​​​​​​ Habibia atau BJ Habibie itu menuturkan perjalanan Habibie mulai dari masa kecil, masa dia menjadi eksekutif top di industri pesawat terbang di Jerman, hingga ketika dia menjadi presiden.\"Tulisan ini dilengkapi dengan hasil serangkaian wawancara selama sepuluh hari yang saya lakukan pada 2005,\" kata Andi Makmur Makka ​​​​​​​sebagaimana dikutip dalam siaran pers The Habibie Center yang diterima di Jakarta, Minggu.Buku dengan 77 bab tulisan Andi Makmur Makka fokus pada sisi warisan ilmu pengetahuan dan teknologi dari BJ Habibie yang relevan dengan isu sekarang, termasuk yang berkenaan dengan pemikiran dan teori Habibie, industri kedirgantaraan, dan pengembangan pesawat N-250.Pemimpin Redaksi Harian Republika periode 1997-2000 itu menyebut BJ Habibie sebagai ilmuwan dan negarawan yang telah meletakkan fondasi kebijakan yang sangat dibutuhkan untuk memajukan Indonesia.Rektor Universitas Multimedia Nusantara Jakarta DR. Ir. Ninok Leksono Dermawan mengatakan bahwa Habibie memimpin lembaga dengan fondasi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta menggagas banyak kebijakan yang mendorong generasi muda menguasai iptek.Menurut dia, gagasan yang selalu didengungkan Habibie untuk menguasai teknologi guna memajukan bangsa harus dibangkitkan lagi, dituangkan dalam buku-buku yang bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda.Sementara Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) periode 2014-2019 Dr. Ir. Unggul Priyanto mengemukakan konsep Habibie \"memulai di akhir, berakhir di awal\", bahwa membangun tidak harus dimulai dengan melakukan riset dari awal, tetapi bisa dari tengah atau ujung.Menurut Unggul, negara seperti China juga menerapkan konsep semacam itu. China memulai pengembangan kereta api cepat dengan membeli lisensi dari Jepang dan Jerman namun kemudian bisa mengalahkan produk dari kedua negara itu.Ia mengatakan bahwa Habibie juga berpikiran mendirikan industri kedirgantaraan mulai dari pesawat buatan Spanyol Cassa 212, kemudian berinovasi membuat CN-235 hingga mandiri merancang bangun N-250, jenis pesawat yang canggih di kelasnya.\"Jadi inovasi tidak perlu merupakan temuan baru, tidak harus diawali dengan temuan sendiri, tapi bisa merupakan pengembangan dan menjadi suatu produk baru yang lebih baik,\" katanya. (mth)

Anies Baswedan, Tumbang atau Terbang di Pilpres 2024?

Oleh Tjahja Gunawan *) AKHIR Oktober 2021 ini, sahabat saya Mas Ady Amar mengirimkan buku terbarunya berjudul "Tak Tumbang Dicerca, Tak Terbang Dipuja. Anies Baswedan dan Kerja-Kerja Terukurnya". Kehadiran buku ini terasa pas dengan suasana politik menjelang perhelatan Pilpres Tahun 2024. Saat ini atmosfir politik di Tanah Air sudah mulai disuguhi informasi seputar hasil survey tentang tokoh-tokoh yang akan menjadi calon presiden. Berbarengan dengan itu, juga mulai bermunculan para relawan di berbagai daerah yang mendeklarasikan diri mendukung calonnya untuk nyapres pada 2024 termasuk deklarasi yang dilakukan para relawan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES). Kontestasi pemilu 2024 memang masih agak lama. Namun sesungguhnya, tahun depan kita sudah mulai memasuki tahun politik, setidaknya pembicaraan tentang calon-calon yang akan berlaga dalam pilpres nanti akan mulai bermunculan dan dibicarakan berbagai kalangan. Itu tentu nanti akan menghiasi berbagai pemberitaan media massa maupun perbincangan di media sosial. Situasi dan kondisi ini niscaya akan dimanfaatkan juga oleh berbagai lembaga survey untuk menggarap proyek (pesanan) politik dari para pendukung atau sponsor (bohir) calon-calon presiden tersebut. Buku Ady Amar memang tidak membahas secara khusus mengenai peluang Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Tapi buku ini lebih banyak menceritakan tentang "Catatan Perjalanan" Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Anies Rasyid Baswedan adalah tokoh yang terus dibicarakan setiap waktu. Dibicarakan dengan baik, tidak sedikit dibicarakan dengan buruk bahkan dengan cara yang tidak sepantasnya. Beragam fitnah dan cacian dengan kata-kata kotor yang disemburkan oleh para pembeci Anies Baswedan, kerap kita baca di ruang publik (media sosial). Bagi orang-orang yang berakal waras dan bermoral, hanya bisa mengelus dada menyaksikan perilaku para pembenci ini. Mereka nyaris tidak bisa disentuh secara hukum meskipun sudah memfitnah dan mengumbar ujaran kebencian. Pembenci Anies Kebal Hukum Boleh dibilang para pembenci Anies ini termasuk kelompok kebal hukum karena mendapat perlindungan dari rezim penguasa atau lebih tepatnya proteksi dari kelompok oligarki yang mengatur pemimpin negeri ini. Namun seperti biasanya, Anies Baswedan lebih memilih tidak menanggapi fitnah dan cacian tersebut. Padahal, dia sering difitnah dan dicaci dengan kata-kata kotor. Misalnya, Komisaris Independen PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Kemal Arsyad pernah mencaci Anies Baswedan dengan kalimat "bangsat" . Meskipun kemudian dia meminta maaf atas cuitannya itu. Ia katakan, bahwa dirinya khilaf (hal 72). Kita sebagai manusia, hanya bisa heran saja. Kok bisa ya ada seorang yang menduduki jabatan komisaris di perusahaan BUMN sampai bisa meluapkan amarahnya sedahsyat itu di ruang publik?!?. Saya yakin para pembaca mengetahui sendirilah jawabannya. Yang jelas akibat ulah Kemal Arsyad ini bisa merugikan PT. Askrindo sendiri. Askrindo adalah salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam asuransi/penjaminan. Kemal Arsyad me-retweet Anies Baswedan yang mengatakan bahwa Rumah Sakit di DKI Jakarta masih mampu menampung pasien Covid 19. Lalu Kemal Arsyad menanggapi dengan mengatakan: "Halah, Bangsat lah nih orang. Kalo ketemu gw ludahin mukanya...!!! ". Lalu, ia meminta maaf atas cuitannya itu. Katanya, umpatan itu dilontarkan karena kerabat dan keluarga saat itu kesulitan dalam mencari bed occupancy ratio di RS DKI. (Hal. 73). Bukan hanya Kemal Arsyad, aktivis media sosial Ferdinand Hutahean, Rudi S Kamri dan Deny Siregar, termasuk orang-orang yang sering menyerang Anies secara personal. Bahkan Ferdinand Hutahean menyerang Anies di ruang publik secara rasis. Setidaknya dua kali ia ucapkan narasi rasisme. Yang pertama, saat dialog dengan Geisz Chalifah di RRI. Ia ucapkan kata Arab, yang menyamakan Geisz dengan Anies. Kedua, Ferdinand di Twitternya mengolok-olok Anies dengan mengatakan bahwa Anies layak jadi Presiden Hadramaut Yaman, tidak untuk Presiden Indonesia. (Hal 47). Kelompok para pembenci ini, kata Ady Amar, memang melihat Anies dengan hati yang busuk. Hati busuk itu sebenarnya penyakit. Jika penyakit ini menyergap kelompok tertentu, mudah untuk melihatnya. Tidak perlu pakai alat pembesar. Kelompok pembenci yang memiliki hati busuk, tidak melihat keberhasilan orang lain sebagai prestasi yang patut diapresiasi, tapi yang dilihat tetap saja kekurangannya. Justru mereka merasa sakit hati jika ada orang lain mendulang prestasi. Dalam bahasa agama, orang-orang seperti itu mempunyai sifat hasad atau dengki. Kerja keras Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam mewujudkan janji-janjinya telah melahirkan berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri. Misalnya, nama Anies tampil sebagai salah satu dari 21 pahlawan dalam "21 Heroes 2021" oleh lembaga internasional yakni Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI). Anies dinilai berhasil melakukan transformasi mobilitas kota, yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup seluruh warga. Namun Anies tidak jumawa apalagi larut dalam euforia saat dinyatakan meraih penghargaan international itu. Di awal kalimatnya, dia hanya mengucapkan Alhamdulillah. Lalu, kata Anies, prestasi itu adalah hasil kolaborasi seluruh warga Jakarta. "Pahlawan sebenarnya adalah ribuan orang yang bekerja setiap hari untuk mendorong integrasi transportasi Jakarta. Lalu ada jutaan warga yang ikut menyukseskan dengan memilih berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan transportasi publik. Pengakuan (penghargaan) ini buat kita semua," Kata Anies Baswedan. (Hal 32). Menurut Ady Amar, apresiasi atas pencapaian Anies ini selayaknya diberikan sewajarnya. Tapi juga tidak pantas jika harus menutup mata. Lalu berdalih dengan mengelak, bahwa karya Anies itu warisan dari Gubernur Kolonial masa penjajahan Belanda, J. P Coen. "Kan aneh?, " ujar Ady Amar. Keanehan itu memang ditunjukkan oleh beberapa politisi PDI Perjuangan. "Kalau saat ini Anies banyak dapat penghargaan, itu karena buah kerja keras dari pendahulunya, " kata Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDIP Jakarta. (Hal 33) Seperti biasanya Anies memilih tidak merespon hal-hal demikian. Ia memilih larut dalam pekerjaan sunyi, dan lalu penghargaan demi penghargaan didapatnya. Bagi sebagian orang mungkin menganggap Anies terlalu sabar dalam menghadapi berbagai fitnah dan cacian dari para pembencinya. Tapi bagi Anies justru sebaliknya berbagai ujaran kebencian dan fitnah tersebut, merupakan energi bagi dirinya untuk melatih sekaligus mempraktekan "sabar tanpa batas", sebagaimana tuntunan dalam agama Islam. Pemerhati politik, Eep Saefulloh Fatah, sebagai salah seorang yang memberi kata pengantar dalam buku Ady Amar, mengatakan betapa beruntungnya menjadi Anies Baswedan. Untuk apa pun yang dikatakan dan dilakukannya, baik atau buruk, selalu tersedia para pengkritik permanen dan militan. Selalu ada saja pihak yang merasa apa pun yang berkaitan, dikatakan, dan dilakukan Anies tak pernah cukup, bahkan selalu bisa ditemukan sisi kelirunya. Mengapa beruntungnya? Sebab dengan begitu, Anies pun terbebas dari pemanjaan. Anies seperti didorong-dorong terus untuk senantiasa mengakselerasi ikhtiarnya. Pasti melelahkan. Tapi lelah yang dibalut ke beruntungnya. "Sebagai kawannya, saya juga tidak permah terlalu mencemaskan situasi penuh tekanan, kritik dan cacian untuk Anies. Sebab, saya tahu persis sikap dasarnya, kredonya: Tak jatuh terjerembab karena dicerca, tak melayang-layang terbang karena dipuja, " kata Eep. Sebelum menulis resensi buku ini, saya iseng WA Mas Ady Amar. "Mas Ady, sebenarnya Anies ini penduduk bumi atau penduduk langit sih?". Lalu dia jawab dengan setengah berkelakar: "Manusia langit yang menikah, punya anak dan ambisi lainnya. Hanya itu tadi, simpulan antum, hidupnya terlalu cepat dibanding zamannya". Buku setebal 228 halaman ini terdiri dari tiga bagian. Bagian Pertama, " Tulisan Sunyi Anies Baswedan di Seputar Fitnah dan Pembusukan Sistematis". Bagian kedua, "Manusia Merdeka, Bekerja dalam Senyap". Bagian Ketiga: "Hal-hal lain yang Berkaitan dengan Anies Baswedan". Buku yang ditulis Ady Amar ini bukan hanya cocok bagi para pendukung dan simpatisan Anies tapi juga perlu dibaca oleh para pembenci Anies agar mereka bisa terus melanjutkan hasad dan kedengkian mereka pada Gubernur Indonesia menjelang Pilpres 2024 ini. **** *) Penulis wartawan senior FNN

Ketua DPRD: "Buku & Tulisan Yusuf Blegur, Aktifis 98 Bisa Jadi Referensi Politik Lokal dan Nasional yang Aktual

Kota Bekasi, FNN - Ketua DPRD Kota Bekasi, Ir. H. Chairoman J. Putro, B.Eng., M.Si., menerima karya penulis sekaligus aktivis 98 Yusuf Blegur berupa buku berjudul "Menyingkap Istana Boneka : Jokowi Pahlawan atau Pengkhianat" di Kantor DPRD Bekasi, Rabu (22/09/2021). Chairoman menyambut serta mengapresiasi hadirnya buku karya Yusuf Blegur, menurut Chairoman hal ini merupakan salah satu bentuk penyaluran ide dan gagasan warga menanggapi isu perpolitikan kontemporer. Pada kesempatan tersebut Chairoman melakukan dialog dan diskusi santai dengan Yusuf Blegur perihal kondisi politik lokal sebagai upaya untuk menjawab serta merespon isu-isu nasional yang coba dideskripsikan oleh Yusuf Blegur dalam buku tersebut. “Tema yang cukup menarik yakni mengangkat pandangan politik lokal, berikut dengan ide-idenya agar mampu merefleksikan atau merespon isu-isu Nasional,” Tukas Chairoman. "Buku & tulisan Yusuf Blegur, Aktifis 98 bisa jadi referensi politik lokal dan Nasional yang Aktual", tambah Chairoman Yusuf Blegur juga menyampaikan bahwa buku ini memiliki proses yang panjang dari pengamatan dan penelusuran utamanya suara rakyat yang terbelunggu, buku ini menginterpretasikan kepemimpinan Jokowi dalam 2 tahun belakang ini. “Hadirnya buku ini merupakan langkah dalam merapikan dan mengkonstruksi pikiran, selain itu penting untuk mendokumentasikannya agar bermanfaat bagi generasi mendatang” tambah Yusuf. Bang Choi, panggilan akrab Chairoman berharap dengan semakin banyak penulis lokal yang menerbitkan buku dapat membantu meningkatkan literasi warga. “DPRD Kota Bekasi sangat mendorong literasi warga untuk lebih terbuka dalam menyampaikan suaranya melalui buku atau tulisan” Jelas Chairoman. (Opick)

Buku Elegan dan Proporsional tentang Anies Baswedan dan Kerja-kerja Terukurnya

Oleh Rif'an Wahyudi *) SAAT menerima buku ini, kesan pertama menggoda, mengundang selera. Sedikit mengincip, sudah terasa gurih dan renyahnya. Tak Tumbang Dicerca, Tak Terbang Dipuja. Anies Baswedan dan kerja-kerja terukurnya adalah buku terbaru Ady Amar, judul yang mirip dgn kredo Anies Rasyid Baswedan, tak jatuh-terjerembab karena dicerca, tak melayang-terbang karena dipuja. Kredo tersebut diungkap Eep Saefulloh Fatah sahabat Ady (yang sekaligus pembuat sketsa wajah Anies yang dijadikan cover buku), memberikan tahniah atas terbitnya buku ini, bersama-sama sahabat-sahabat lainnya: Prof. Dr. M. Baharun, Prof. Daniel M. Rosyid, Fachry Ali, Dr. Dhimam Abror Djuraid, Hersubeno Arief, Anwar Hudijono, Ustadz Fahmi Salim, dan nama-nama lainnya. Buku setebal 263 h (termasuk h kecil) berupaya memotret tokoh nasional yang konsisten di papan atas lembaga-lembaga survei, bahkan namanya mendunia di berbagai forum global: Anies Rasyid Baswedan. Buku ini diterbitkan oleh Ikon Teralitera. Tampilan buku ini jernih, apalagi dipercantik dengan halaman full colour pada berbagai foto Anies dan lainnya dalam berbagai pose. Meskipun berupa kumpulan tulisan yang telah di-publish tersebar di berbagai media online, namun benang merahnya terlihat jelas. Sebuah rangkaian puzzle yang memunculkan potret tentang kerinduan Ady, dan kita semua tentunya, kepada seorang pemimpin berkualitas, yang pada era pencitraan saat ini menjadi barang langka. Pembelaan Ady tanpa pretensi kepada Anies ditulis secara elegan dan proporsional. Kualitas emosional seorang Anies yang membuatnya mampu bertahan dari bulan-bulanan framing media. Bahkan dapat membuat salah tingkah dan mati gaya bagi para penggonggong, pendengung, dan haters Anies. Terhadap buzzer fotografer Arbain Rambey dan Ferdinand Hutahean, atau tokoh/influencer Romo Benny Soesetyo, Anies tetap cool memilih tidak merespons. Bahkan saat diperhadapkan dengan Ganjar Pranowo atau Tri Rismaharini, no comment. Dalam pengantarnya sebagai penulis, Ady Amar mengklasterkan bunga rampainya ke dalam 3 bagian besar : - Tarian Sunyi Anies Baswedan di Seputar Fitnah dan Pembusukan Sistemik memuat 17 tulisan; - Manusia Merdeka, Bekerja dalam Senyap berisi 14 tulisan; dan - Hal-hal lain yang Berkaitan dengan Anies Baswedan terdiri dari 11 tulisan. Figur sentral dalam buku ini yaitu Anies Baswedan adalah seorang akademisi (merampungkan studi S-3, peneliti dan sempat menjadi Rektor), kepala keluarga (istri dan empat anak) serta pejabat publik (Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar-Menengah; dan Gubernur DKI Jakarta). Dalam salah satu bab-nya, Ady menulis tentang apresiasi TUMI (Transformative Urban Mobility Initiative) kepada Anies dengan menjadikannya sebagai 21 heroes 2021 disertai reasoning keterpilihan Jakarta sebagai kota yang mampu menciptakan transportasi yang adil, terjangkau dan inklusif bagi semua kalangan. Di belakang award internasional, terkumpul berpuluh penghargaan dari instansi pemerintah (antara lain KPK, BPS, Kemendagri, Kemenaker dll) dan penghargaan dari kalangan swasta. Sebutan netizen kepada Anies sebagai good-bener, atau julukan keseleo lidah oleh Tjahyo Kumolo (saat itu Mendagri), tidak membuat Anies besar kepala. Berbagai kegaduhan yang sengaja dihembus-tiupkan kepada Anies, mulai pilihan bacaan (buku "How Democracies Die") sampai berkaitan dengan banjir, HRS, reklamasi, Covid-19, sampai kontestasi 2024, tetap tidak memalingkan kerja-kerja terukurnya dalam memenuhi janji-janji politiknya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebuah buku karya Ady Amar yang disampaikan dengan bahasa sejuk, renyah, nakal dan sebagaimana diungkap Dr. Dhimam Abror Djuraid dalam tahniahnya, "Ady Amar adalah seorang staunch supporter terhadap kebenaran dan keadilan. Ia tidak mendukung Anies Baswedan secara membabi buta. Ady menunjukan pembelaannya dengan logika dan argumen yang jernih dan sederhana, tetapi masuk di akal sehat. *) Peresensi, Redaktur Kaffah Channel, tinggal di Surabaya.