Adu Mulut PM Kanada – Xi Jinping Soal Spionase China, Indonesia Harus Waspada TKA China

Presiden China Xi Jinping mengkonfrontasi Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau di sela pertemuan KTT G20 Bali, Rabu (16/11/2022).

Jakarta, FNN – Seperti sudah sejak awal kita duga bahwa dalam panggung KTT G20 memang Indonesia seperti yang sebagai event organizer. Tetapi, bagaimanapun juga, Indonesia tidak bisa melepaskan diri dari berbagai persoalan geopolitik global.

Yang terbaru dan sekarang sedang viral adalah konfrontasi secara terbuka antara Presiden Xi Jinping dan PM Kanada, Justin Trudeau, yang kebetulan tertangkap kamera, dan ramai sekali dibicarakan di media sosial dan media internasional.

Di media sosial, para wartawan internasional justru saling ada tweet word bagaimana Xi Jinping sangat marah kepada Trudeau.

Ketika diminta tanggapannya oleh Hersubeno Arif, wartawan senior FNN, di Kanal Rocky Gerung Official, Jumat (18/11/22), Rocky Gerung mengatakan, “Jadi, sebetulnya dari sudut pandang diplomasi, Indonesia itu kalah dalam memperebutkan isu, karena isu dipakai oleh Jinping, Joe Biden.”

“Dan kita tahu Kanada adalah proksi Amerika Serikat. Jadi, kalau kita mau bayangkan kenapa dia bocor di situ, itu artinya Kanada atau Blok Barat itu memanfaatkan G20 tanpa koordinasi dengan Indonesia, dengan Intelijen Indonesia. Tapi yang bocor artinya kemampuan Indonesia untuk menyimpan rahasia para pemimpin dunia yang sedang bersidang, itu nggak terlaksana,” ujar Rocky Gerung.

Memang, itu pertemuan yang tak di-publish karena tak mungkin G20 dipakai untuk pembicaraan bilateral antara China dan Kanada yang ketegangannya sudah dari 10 tahun lalu.

Kanada terus mempersoalkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di China dan belakangan soal pemanfaatan intel-intel China yang menyusup melalui perdagangan untuk intervensi dalam politik lokal Kanada. Itu dibahas banyak hal.

“Tapi, yang lebih menegangkan sebetulnya adalah Indonesia nanti dalam soal-soal ketegangan itu ada di mana posisinya. Dan, bagi jurnalis internasional, G20 dimanfaatkan oleh kekuatan besar numpang di dalam event yang presidensinya adalah Indonesia.”

Menurut Rocky Gerung, Indonesia mungkin terkaget-kaget kenapa bocor tapi tidak tahu. Mustinya Indonesia itu tahu lebih dahulu karena Indonesia tuan rumah. Memang mungkin pembicaraan tersebut ada dalam agenda, tetapi Indonesia mesti menjamin bahwa itu tidak akan bocor.

Jadi, kamar tidur negeri ini diintip oleh intel asing sebelumnya dan Kanada tentu tahu dan dengan jeli memanfaatkan situasi itu lalu membocorkan. Jadi impact-nya sebetulnya Indonesia tidak rapi di dalam mempersiapkan ruang-ruang pertemuan di antara mereka yang ingin melakukan kasak-kusuk empat mata. Etikanya, Indonesia mesti menjamin tidak akan bocor.

“Jadi, sebetulnya G20 itu memang diintai oleh semua kekuatan besar untuk dimanfaatkan. Karena, kita cuma event organizer, kita nggak pernah paham permainan diplomasi tingkat tinggi yang sebetulnya sudah dipersiapkan oleh Amerika, Rusia, China,” ungkap Rocky Gerung.

Jadi, mata-mata China itu sebetulnya sudah ada di ruangan di seluruh Bali. Demikian juga CIA sudah ada di situ, lalu mungkin kirim-kirim sinyal.

Jadi, ini momentum yang memang dihitung dan Kanada untung banyaklah di situ, karena dia langsung klaim bahwa di masyarakat Kanada itu biasa untuk memperlihatkan apa hasil pembicaraan, walaupun itu enggak biasa karena ada perjanjian untuk tidak dibocorkan.

“Jadi, kecolongan sebetulnya. Bukan China yang kecolongan, tapi Indonesia yang kecolongan. Yang dicolong panggungnya,” jelas Rocky Gerung.

Rocky mengatakan bahwa mestinya Presiden Jokowi datang, terus terangkan bahwa ini ada pertemuan antara China dan Kanada dalam upaya untuk menurunkan ketegangan di Indo Pasifik dan komunike mereka itu silakan tanya pada masing-masing.

Dengan demikian Jokowi dapat panggung karena seolah-olah Jokowi yang jadi moderator di situ. Tetapi hal itu tidak terjadi sehingga Jokowi kehilangan poin lagi dalam diplomasi internasional. “Yang  orang akan diingat adalah bahwa ada blunder di G20 ketika Indonesia menjadi tuan rumah. Nah, blunder itu buruk untuk hubungan internasional,” lanjut Rocky.

Karena keberatan dari Trudeau yang disampaikan kepada Jinping itu adalah banyaknya mata-mata China yang masuk ke Kanada dan yang membuat kaget adalah karena di situ disebutkan bahwa China melalui mata-matanya juga ikut terlibat dalam kontestasi semacam Pilkada atau kontestasi politik lokal Kanada. Ini mengerikan sekali.

Negara Kanada yang pasti punya mata-mata yang sangat canggih saja masih bisa ditembus oleh mata-mata China, bagaimana dengan Indonesia yang kita tahu sangat wellcome dengan China. Di antara banyak sekali tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia, pasti banyak sekali mata-matanya.

Menurut Rocky, “Sebetulnya ini semacam sindiran pada Indonesia bahwa Kanada saja yang backup intelijennya kuat masih khawatir bahwa kekuatan ekonomi China itu akan menyusup sekaligus membawa kepentingan intelijen China. Indonesia lebih rawan sebetulnya.”

“Jadi, kalau pemerintah Indonesia masih bantah-bantah dan tidak mendengar apa kata Trudeau bahwa Kanada, negara modern yang berlapis-lapis dan bahkan dapat proteksi intelijen dari Amerika Serikat, dia masih bisa merasa cemas juga,” tegas Rocky.

Jadi, sekali lagi, soal geostrategi, geopolitik kita, harus  kita hubungkan dengan kecemasan dunia terhadap ekspansi China ke negara-negara yang tadinya demokratis, tapi pasti China akan berupaya untuk eksport politik dia yang tidak demokratis. “Kan China bukan negara demokrasi,” lanjut Rocky.

Jadi, kalau misalnya Presiden Jokowi kemarin secara diplomatis menyebut Kakak Besar, itu juga berbahaya sebetulnya, karena itu mengelu-elukan sebuah negara yang tidak demokratis. Kita menghormati pemilihan umum di situ yang memang tidak demokratis sehingga menjadikan Jinping sebagai pemimpin tertinggi dan seumur hidup.

“Tapi, nggak boleh itu kita jadikan contoh bahwa itu adalah pilihan mereka. Indonesia terikat dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia global. Itu semua mesti jadi parameter bahwa Indonesia paham China melanggar HAM dengan dasar konstitusi kita yang menyatakan bahwa kesetaraan manusia harus dihargai, pelihara perdamaian dunia,” ungkap Rocky Gerung.

“Jadi, Indonesia enggak boleh mendua di situ. Secara diplomatis boleh saja, tetapi menyebut Kakak Besar itu artinya memuja-muja. Tidak boleh begitu bahasa diplomatik. Salah Pak Jokowi mengatakan Kakak Besar hanya untuk dapat investasi,” lanjut Rocky. (sof)

630

Related Post