Anas Urbaningrum Terbukti Korupsi, Kok Malah Disambut Meriah
Oleh Linda Suryani - Praktisi Hukum
PEMBEBASAN Anas Urbaningrum dari Lapas Sukamiskin bikin kita geleng-geleng kepala. Kok bisa-bisanya pembebasan koruptor disambut meriah dan gegap gempita? Ini sungguh menghina kewarasan publik.
Tragisnya, lewat Ketum Partai Kebangkitan Nusantara, Gede Pasek Suardika, disebutkan bahwa Anas Urbaningrum siap berdebat dengan dua eks Pimpinan KPK untuk menguji apakah kasus yang menjeratnya murni persoalan hukum atau sebuah bentuk kriminalisasi.
Pengabaian Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sudah benar. Masak pembuktian hukum mau digantikan dengan adu bacot?
Pembuktian persoalan hukum letaknya di sidang pengadilan, bukan di ruang diskusi. Jika tindak pidana diselesaikan dengan debat terbuka, mau jadi apa negeri ini? Jika kasus korupsi diselesaikan dengan perdebatan, kenapa tidak sekalian minta pembubaran KPK, polisi, jaksa, dan hakim? Apa perlu kita sobek-sobek UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyebut Indonesia sebagai negara hukum?
Lagipula Anas sudah diberi ruang seluas-luasnya untuk membela diri. Dia sudah memanfaatkan semua jalur hukum. Namun, sejak dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, hingga Kasasi dan Peninjauan Kembali di Makamah Agung, hasilnya sama.
Majelis Hakim, di semua tingkatan, memvonis Anas terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindakan korupsi dengan jumlah fantastis.
Anas dinyatakan pengadilan menerima suap berupa: Rp 2,2 miliar dari Adhi Karya, Rp 25,3 miliar dan US$ 36,070 dari Permai Group, Rp 30 miliar dan US$ 5,225 juta, Mobil Toyota Harrier dan Mobil Toyota Vellfire, hingga fasilitas survei dari Lingkaran Survei Indonesia sebesar Rp 478,6 juta.
Sungguh jumlah yang fantastis. Dan ingat, uang yang dikorupsi Anas itu bukan uang BUMN, bukan uang swasta, melainkan uang rakyat Indonesia, uang kita semua.
Lalu, kok bisa-bisanya pembebasan seorang koruptor disambut gegap gempita seperti pahlawan yang pulang perang? Bukankah ini menghina kewarasan publik? (*)