Anggota DPR Ramai-ramai Menolak Kenaikan Biaya Haji, Sejauh Mana Kehadiran Negara?

Jakarta, FNN - Anggota Komisi VIII DPR RI dari semua fraksi ramai -ramai menolak kenaikan biaya ibadah haji tahun 2023 yang diusulkan oleh Kementerian Agama. Keberatan tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi VIII DPR RI dengan panitia kerja BPIH tahun 1444 Hijriyah atau tahun 2023, yang dihadiri oleh Dirjen Badan Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji dari Departemen Perhubungan, dan instansi terkait lain seperti Garuda, Saudi Air, dan Angkasa Pura, Kamis (26/01/23).

Sebelumnya Menteri Agama mengusulkan BPIH tahun 2023 naik menjadi Rp90.893.000,- dan 69 juta lebih di antaranya harus ditanggung oleh para jemaah. Jumlah biaya tersebut naik sangat tinggi karena sebelumnya hanya RP 39.886.000,-. Kenaikan sangat tinggi tersebut terjadi karena pemerintah saat ini mengubah komponen BPIH dari sebelumnya, terutama dalam penggunaan nilai manfaat atau dikenal sebagai subsidi. Komposisinya berubah menjadi 70% : 30%, di mana 70% berasal dari BPIH yang dibayarkan oleh para jemaah, 30% dari manfaat dana yang dikelola. Padahal, sebelumnya para calon jemaah haji hanya membayar 40,54% dan dari nilai manfaat 59,46%.

Anggota Komisi VIII DPR RI, John Kenedy Aziz, mengingatkan bahwa dia mendapat banyak sekali keluhan dari para calon jemaah haji di daerah pemilihannya, Sumatera Barat. Untuk itu, dia minta agar komponen tiga besar dalam berhaji yaitu pesawat, catering, dan hotel bisa diturunkan harganya.

Keberatan yang juga disampaikan oleh anggota Komisi VIII, Abdul Wahid dan Hasbi Asyidiki.  “Kehadiran negara dalam masalah haji sejauh mana? Yang dikatakan negara ini adalah termasuk bapak-bapak itu, yang namanya Angkasa Pura, Garuda, juga  termasuk kesehatan, ini sejauh mana kehadiran negara,” tanya Wahid.

Wahid kemudian membandingkan pelaksanaan haji di Malaysia. Biaya naik haji di Malaysia 108 juta, tapi yang dibebankan kepada jemaah hanya 30 juta (kalau nggak salah). Artinya, itu di-cover oleh negara dan dana haji. “Mestinya, bapak-bapak dari Garuda, Angkasa Pura, Kesehatan,  atau yang lain, sudah menyiapkan, bila perlu dimasukkan dalam anggaran tiap tahun. Artinya, ini negara hadir,” ujar Wahid.

Wahid juga mengingatkan bahwa yang  berangkat haji reguler 70% adalah tukang macul, kuli bangunan, dan ibu-ibu petani sehingga tidak mampu kalau dinaikkan sebanyak itu. “Kenapa ini selalu kita bahas dan angkanya sampai kita minta turun turun turun turun, kehadiran negara sampai di mana ini,” lanjut Wahid.

Sementara, Hasbi Assyidiki menyampaikan bahwa komisi 8, Panja khususnya, menolak usulan Kemenag dalam hal BPIH bukan karena semata-mata kita masuk tahun politik sehingga pencitraan, tapi semata-mata karena usulan ini tidak rasional. Kenaikan itu sangat membebani.

Dia paham bahwa kenaikan tidak bisa dihindari, tapi dia ingin kenaikan yang rasional. Jadi harus ada rasionalisasi. “Lalu saya bertanya kepada diri sendiri untuk apa ada BPKH yang kepala pelaksanaannya adalah seorang pakar keuangan, semua ahli keuangan ini di BPKH, ini ahli, lalu ke mana nilai manfaat itu sehingga skema menjadi 30 : 70?” tanya Hasbi.

Namun, penjelasan dari Kepala BPKH mengisyaratkan bahwa kendati anggota DPR ramai-ramai menolak, BPIH tetap akan naik. Berapa besarannya akan belum tahu. Alasannya, kalau tidak naik maka penggunaan dana manfaat akan sangat besar sehingga untuk jemaah berikutnya yang masih dalam daftar tunggu (sekitar 5 jutaan orang) bisa tidak kebagian karena habis untuk mensubsidi jemaah haji yang berangkat lebih awal.

Tetapi, berapapun besarnya nanti, dipastikan akan tetap naik. Kalau naik menjadi 50 juta, misalnya, maka jemaah harus membayar lagi 25 juta per jemaah. “Jadi, bagi Anda semua yang mendapat kuota haji tahun ini, harus siap-siap membongkar tabungan, tinggal dikalikan saja berapa orang yang akan berangkat haji,” saran Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Jumat (27/01/23).(ida)

310

Related Post