Angkat LaNyalla Jadi Dewan Pembina, FSKN Dukung DPD RI Perjuangkan RUU PPBAKN

Angkat LaNyalla Jadi Dewan Pembina, FSKN Dukung DPD RI Perjuangkan RUU PPBAKN

Jakarta, FNN – Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) mengangkat Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, sebagai dewan pembina. Hal sekaligus dukungan konkret kepada DPD RI untuk memajukan kebudayaan Nusantara melalui Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara (PPBAKN).

Dukungan disampaikan saat FKSN bersilaturahmi dengan LaNyalla, Kamis (11/8/2022). 

Dalam kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung) dan Staf Khusus Ketua DPD RI, Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero.

Dari FSKN, hadir Ketua Umum Brigjen Pol (Purn) Ahmad Aflus Mapparessa, Sekretaris Umum Rasich Hanif Radinal, Ketua Ad Hoc Prolegnas RUU Ichdar Kuneng Bau Massepe Anggota Ad Hoc Prolegnas RUU Muhamad Joni, Dewan Penasehat Teuku Rafly Pasya, Dewan Pakar Evi Oktavia dan Engkus K Anang Ketua Dept Humas Tengku Ryo. Ketua Kesekretariatan Ahmad Jazuli, serta para anggota DPP FSKN Connie Constantia, Bowo Widodo, Tengku M. Ravi dan Lucky Arimunandar.

Ketua Umum FSKN yang juga Karaeng Turikale VIII Maros Sulawesi Selatan, Brigjen Pol (Purn) Ahmad Aflus Mapparessa menjelaskan, sebagai elemen bangsa, mereka juga berkeinginan untuk ikut serta memajukan bangsa ini. 

“Kami ingin memberikan sumbangsih bagi negeri ini, salah satunya dengan mendorong pemajuan kebudayaan Nusantara,” kata Aflus pada pertemuan yang diselenggarakan di Gedung B Komplek Parlemen Senayan, Kamis (11/8/2022).

Dikatakannya, ada beberapa pokok mengenai peran keraton dalam memajukan kebudayaan Nusantara. Pertama, keraton merupakan kawasan cagar budaya yang merupakan tempat warisan budaya benda dan warisan budaya tak benda.

“Keraton juga merupakan pusat konservasi dan pelestarian nilai-nilai budaya. Keraton juga merupakan episentrum kebudayaan yang mendinamisasi kehidupan masyarakat,” kata Aflus. 

Selain itu, Aflus menilai keraton juga merupakan kekayaan pengetahuan yang tersimpan dalam manuskrip, praktik kehidupan di lingkungan dan tradisi lisan masyarakat. “Keraton juga sebagai inspirasi penciptaan karya ilmiah dan karya budaya bagi seniman, budayawan, akademisi dan masyarakat,” kata Aflus.

“Obyek pemajuan kebudayaan itu ada beberapa di antaranya tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional,” tambah Aflus.

Menanggapi hal itu, Ketua DPD RI menegaskan jika lembaganya memang diberikan peran untuk menjaga dan memajukan kebudayaan nasional. 

“Bagi kami, pelestarian warisan nusantara dan budaya luhur Nusantara sangat diperlukan sebagai bagian dari ciri dan karakter bangsa Indonesia, sekaligus sebagai filter bagi masuknya pengaruh negatif dari konsekuensi globalisasi tanpa batas yang terjadi saat dan di masa-masa mendatang,” kata LaNyalla.

Senator asal Jawa Timur itu mengingatkan pemerintah agar memberi dukungan konkret untuk kemajuan budaya nasional karena merupakan amanat konstitusi yang mengikat negara, sebagaimana tercantum pada pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

“Amanat konstitusi itu mengikat semua elemen bangsa. Artinya pemerintah, baik daerah maupun pusat, dan seluruh aparatur negara harus memberikan dukungan nyata kepada pemajuan kebudayaan nasional, sebab bila tidak, itu berarti kita tidak menjalankan perintah konstitusi,” papar LaNyalla.

Kebudayaan nasional menurut LaNyalla merupakan mozaik dari kebudayaan daerah yang lahir dari nilai-nilai adiluhung kerajaan dan kesultanan Nusantara.

“Dukungan negara kepada kebudayaan nasional harus tercermin dan seiring dengan dukungan negara kepada keberadaan kerajaan dan kesultanan Nusantara sebagai penjaga marwah kebudayaan daerah serta kearifan lokal Nusantara,” tegas LaNyalla.

Menurut LaNyalla, sumbangsih kerajaan Nusantara terhadap lahirnya Indonesia tidak bisa dihapus dalam sejarah. Kerajaan Nusantara telah melahirkan tradisi pemerintahan, penulisan, pendidikan, pengobatan, hingga tradisi kemiliteran di darat maupun di laut.

Sementara dukungan materiil diberikan berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk digunakan bagi kepentingan pendirian negara di awal kemerdekaan, bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset kerajaan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan pemerintah.

“Indonesia menjadi negara besar karena lahir dari sebuah peradaban yang besar dan unggul, yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan Nusantara yang mewariskan banyak tradisi, nilai-nilai luhur dan adiluhung kepada bangsa ini,” ulas LaNyalla.

Dari semua itu, hal terpenting yang harus dilakukan adalah kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Dengan kembali kepada UUD 1945 naskah asli, maka kebudayaan Nusantara akan terjaga dengan baik. “Saya meminta kepada FSKN untuk turut serta meresonansikan hal ini,” pinta LaNyalla. (Sof/LC)

303

Related Post