Anies dan Jokowi Dalam Duel Politik antara Merdeka Utara dan Merdeka Selatan

Presiden Joko Widodo tidak hadir dalam Grand Launching JIS, Ahad (24/7/2022)

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Jakarta International Stadium (JIS) pada Ahad (24/7/2022). Gubernur Anies mengundang Presiden Joko Widodo hingga para Gubernur.

Namun, Presiden Jokowi tidak bisa hadir dalam grand launching JIS Ahad malam itu. Hal tersebut dibenarkan Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono.

Pemprov DKI Jakarta sejatinya telah mengirimkan surat permohonan. Namun, lanjut Heru, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak bisa hadir karena ada kegiatan lain yang sudah terjadwal sebelumnya. 

“Sudah ada kegiatan lain yang sudah terjadwal sebelumnya,” ujarnya dalam pesan singkat, Ahad (24/7/2022). Sebelumnya, Gubernur Anies mengaku mengundang Presiden Joko Widodo Jokowi hingga para Gubernur.

Wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung membahasnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (24/7/2022). Petikannya.

Meskipun pada hari libur, persoalan politik, rivalitas politik di Indonesia makin menghangat menjelang Pilpres 2024. Yang sekarang banyak disoroti orang itu nanti malam (Sabtu, 23 Juli 2022) ada Grand Launching Jakarta International Stadium.

Bagaimanapun ini salah satu icon keberhasilan dari pembangunan Anies Baswedan, dan orang bertanya-tanya Pak Jokowi akan hadir atau tidak? Karena kata Anies beliau diundang. Coba kalau Anda saya minta untuk menebak sementara ini, menurut tebakan Anda, Pak Jokowi akan hadir atau tidak?

Saya justru lagi bingung karena saya juga diundang oleh Pak Anies. Tapi kalau Pak Jokowi tidak hadir, buat apa saya hadir kan? Karena saya ingin melihat keakraban politik di forum itu. Jadi orang berharap Pak Jokowi hadir dong. Karena ini ibukota, ada icon, iconic betul.

Banyak peristiwa sudah dilakukan di tempat itu, di stadium itu, dan akan banyak peristiwa lagi itu. Nanti kalau Pak Jokowi nggak hadir, nanti Anies akan bilang, kalau begitu relawan Pak Jokowi juga nggak boleh pakai itu buat acara-acara selanjutnya. Karena bosnya saja nggak hadir kok.

Jadi, peristiwa kebudayaan yang memang yang sinyal politiknya tinggi sekali. Itu PDIP berupaya untuk menghalangi peresmian itu, karena dalam kategori apapun Anies harus dihalangi, termasuk dalam upaya dia untuk membenahi ibukota dengan monumen baru itu. Jadi kita akhirnya masuk dalam kepicikan sebetulnya.

Orang akhirnya menduga-duga hadir atau tidak hadir. Padahal Pak Jokowi sebetulnya biasa saja, kalau nggak hadir ada alasannya, kalau hadir apa alasannya juga. Kan nggak perlu diduga-duga. Tapi memang orang sekarang melihat bahwa Anies dan Jokowi itu betul-betul ada dalam garis duel politik antara Merdeka Utara dan Merdeka Selatan.

Di tengah-tengahnya ada Monumen Nasional yang saya sebut monumen akal sehat ketika 212. Jadi kita balik pada prinsip bahwa banyak peristiwa yang sebetulnya peristiwa teknis biasa saja, peristiwa pariwisata, bahkan karena meresmikan satu objek baru, tiba-tiba jadi peristiwa politik.

Lalu betul mulailah PDIP, melalui Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, emang apa prestasinya tuh? Ya sudahlah kalau soal itu ya jawab sendiri saja. Kan berita tentang Anies Baswedan berseliweran di dunia tuh. Dapet ini dapet itu. Dapat prestasi ini, dapat kota metropolitan.

Tapi di belakang itu memang ada ketidakpastian politik. Jadi PDIP masih ragu apakah PDIP mampu untuk mengatasi mencuatnya nama Anies Baswedan ke mana-mana. Padahal Anies sebetulnya bermasalah, betul karena nggak punya partai. Jadi sudahlah, ini soal yang kita tunggu saja setelah nanti malam itu analisa baru. Oh nggak hadir karena Ibu Mega kasih sinyal sebaiknya jangan hadir. Kira-kira begitu kan.

Tapi kan sebenarnya, kalau logika akal sehat, Pak Jokowi itu kan bukan lagi pesaing Anies karena Pak Jokowi sudah jadi presiden 2 periode, sementara Anies untuk jadi presiden pun belum pasti, seperti tadi Anda sebut tiketnya aja nggak jelas karena terhalang 20% juga kan sebenarnya.

Justru karena secara ketatanegaraan Pak Jokowi punya lagi kekuatan, tapi di Manado saya baca ada aktivitas untuk menjadikan Jokowi tiga periode dengan macam-macam alasan.

Jadi sebetulnya Pak Jokowi juga ngincer ya orang Manado saja masih ingin saya jadi persen, bagaimana orang Jawa. Kira-kira begitu kan. Saya sebagai orang Manado merasa itu macam-macamlah orang Manado selalu punya alasan untuk bikin diskusi yang hangat. Kira-kira begitu.

Iya dari kampung Anda yang mau dibikin epicentrum dari Jokowi tiga periode. Saya senyum-senyum begitu baca ini. Saya teringat sama Bung Rocky.

Saya baca berita itu dikirimnya juga orang Menado untuk ngirimin ke saya. Wartawan di Manado mungkin minta tafsiran, ini bagaimana? Jadi sebetulnya nggak ada soal, walaupun saya baca itu alasan deklarasi tiga periode di Manado atau di manapun, itu karena Indonesia terbelah. Jadi Pak Jokowi perlu untuk merekatkan kembali Indonesia. Kenapa Indonesia terbelah?

Karena selama tujuh tahun ini di bawah kepemimpinan Pak Jokowi. Indonesia terbelah karena 7 tahun Pak Jokowi memimpin. Oh, ini musti diperpanjang 3 periode supaya makin terbelah. Lain kalau presiden sebelumnya yang bikin terbelah, maka presiden sekarang harus merekatkan.

Justru sekarang yang kita butuhkan presiden baru untuk merekatkan yang terbelah di periode Jokowi. Kan logikanya begitu. Kalau saya ikuti guru-guru saya di Manado itu pasti begitu jalan pikirannya kan? Harusnya yang terbelah itu dibetulkan oleh orang baru, bukan orang yang membuat terbelah yang akan membetulkan.

Agak kacau juga. Jadi sebetulnya, memang nggak ada soal tiga periode, tapi alasannya yang masuk akal-lah. Masa karena terbelah kemudian orang yang sekarang justru jadi persoalan harus membenahi itu. Kasihan Pak Jokowi juga nanti. Pak Jokowi diminta untuk memperbaiki sesuatu yang sebetulnya dia penyebabnya.

Kan penyebab itu yang kita sebut sebagai kegagalan dari Pak Jokowi untuk mengakrabkan masyarakat sehingga di ujung periodenya masyarakat masih terbelah.

Oleh karena itu, percepat justru pemilihan presiden supaya keterbelahan itu tidak menjadi-jadi. Kan gitu jalan pikirannya. Jadi harusnya ada gerakan yang sama juga di Manado atau di manapun untuk mempercepat perubahan politik supaya keterbelahan ini tidak berkepanjangan. Ini dua hal yang biasa.

Yang ingin tiga periode boleh, yang ingin mempercepat juga boleh. Itu saya kira orang Manado mempunyai kemampuan itu. Tidak harus memperpanjang, memperpendek juga bisa. Karena sama-sama argumennya sama, yaitu ingin bangsa ini selamat.

Jadi, sekali lagi permainan politik tersebut masih berlanjut, tapi saya selalu menganggap positif. Kalau ada percakapan politik itu artinya bangsa ini masih berupaya untuk mencari jalan keluar. Jangan semuanya sudah pasti. Itu sudah nggak harapan. Artinya sudah hopeless.

Ya saya jadi teringat kelihatannya ini kelompok yang ingin memperpanjang jabatan Pak Jokowi adalah kelompok Manado yang tidak doyan cabe pedas, tidak suka makanan pedas. Karena harga cabenya sekarang mahal.

Iya, orang Manado juga banyak versinya. Dan saya mengerti, karena Manado itu nggak ada sistem kerajaan, sehingga semua orang bisa bicara suka-suka. Mungkin ...... ada Manado yang enggak ada rajanya, jadi setiap orang enggak harus tunduk pada pikiran yang sudah baku.

Semua bisa kasih perspektif, termasuk yang doyan cabe dan ada yang merasa ya walaupun cabe mahal, tapi empat periode masih diperlukan. Walaupun agak susah memahami itu. Di Amerika atau di Eropa terutama, kalau harga tomat nggak turun-turun, presidennya yang diturunkan.

Iya saya ingat dulu ada kehebohan di media sosial di masa itu, ada kelompok emak-emak yang katanya yang makan bubur ayam nggak diaduk, yang satu bubur ayam yang diaduk. Nah ini sekarang tiba-tiba kita melayangkan ada orang-orang Manado yang pingin Pak Jokowi tiga periode. Oh, berarti ini kelompok orang Manado yang tidak doyan sambel cabe yang pedas.

Kalau orang Manado mulutnya pedas semuanya.

Oke, kita balik lagi, tadi Anda berharap, Anda nggak mau menebak tapi ada berharap Pak Jokowi mau hadir karena ini akan jadi sinyal yang bagus, sinyal bahwa nggak benar orang selalu memposisikan bahwa Anies dan Pak Jokowi itu sebagai rivalitas.

Dan beberapa kali Pak Jokowi juga sudah berhasil menunjukkan itu. Misalnya dalam formula E. Dulu juga meskipun menteri BUMN-nya tidak mau sponsori, tapi Pak Jokowi tetap hadir saja. Ini kan akan menjadi sinyal baik buat kita semuanya.

Ya, saya suka dapet bocoran juga. Kan banyak teman saya juga di relawan Jokowi yang merasa bahwa ya sudahlah Anies punya kesempatan sekarang. Jadi diam-diam banyak relawan Jokowi yang menyeberang ke Anies. Mungkin itu yang dibaca oleh PDIP atau Pak Hasto yang sekarang secara khusus mulai mempersoalkan prestasi Pak Anies.

Jadi kira-kira Pak Hasto mau bilang, “Hai relawan-relawan Pak Jokowi, lihat, memang apa prestasi Anies sehingga kalian mau nyebrang?” Kira-kira begitu sinyalnya. Jadi sebetulnya orang juga rasional, melihat Pak Jokowi ya sudah nggak bisalah mengangkat-angkat Ganjar Pranowo. Bahkan ada yang sudah dihalangi oleh PDIP. Kan Ganjar malah menjadi tahanan kota oleh PDIP kan?

Tetapi relawan Ganjar bergerilya terus. Bagus juga, dukung saja gerilya itu hak politik. Kan hak politik seseorang itu diamputasi oleh sekedar kecemasan partai. Jadi itu intinya tuh. Kita nggak ada urusan dengan PDIP.

Tetapi, dalil berdemokrasi itu walaupun ada aturan internal, biarkan aturan internal bekerja, tapi publik enggak mau Ganjar itu sekadar mengikuti aturan internal PDIP. Dan publik ingin ada tokoh yang menganggap bahwa dia lebih penting dari partainya. Kan faktanya begitu.

Ibu Mega itu lebih penting dari PDIP. Tanpa Ibu Mega drop terus kan? Jadi, ketokohan itu akhirnya muncul karena kita sistem presidensial. Kan sialnya begitu. Lain kalau sistem parlementer, Perdana Menterinya akan melarang menteri-menteri anggota partainya itu beroperasi liar.

Jadi, itu konsekuensi dari hal yang membatasi kompetisi politik. Kalau kompetisi politiknya 0%, itu semua orang lega untuk bertanding. Kalau sekarang kasak-kusuk, cari akal. Mau deklarasi di Manado, deklarasi di Solo, deklarasi di NTT, sama saja. Semua orang berhak untuk mendeklarasikan perpanjangan maupun perpendekan masa jabatan. (Ida/mth)

440

Related Post