"Anjing Penjaga" Oligarki Itu Mulai Menyalak
DPR sudah tidak berfungsi justru membangun oligarki dengan membuat barier Presidential Threshol 20%. Hal demikian yang ditentang habis-habisan oleh Ketua DPD RI tersebut. Karena jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan mengamputasi kehendak rakyat.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
EFFENDI Simbolon, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, telah membela Oligarki dengan menyerang Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Jelas apa yang dilakukan LaNyalla itu, setiap langkahnya selalu mendapat sambutan dari rakyat di mana-mana di negeri ini.
Keresahan rakyat semakin membuncah itu ditumpahkan kepada LaNyalla. Karena, ada harapan yang ingin dinarasikan oleh rakyat yang selama ini terkungkung oleh ketidak-adilan dan semakin semena-menanya pengusa terhadap rakyatnya.
Pasalnya, DPR sudah tidak menjadi harapan. Sebab, tidak pernah memikirkan kebutuhan rakyat, bak dahaga di tengah gurun, tiba-tiba ada LaNyalla dengan berani menentang arus politik elit yang sudah bukan isapan jempol, membela dan “bersetubuh” dengan Oligarki.
Perjuangan LaNyalla inilah yang membuat Simbolon kebakaran jenggot. Sebab peran DPR yang seharusnya memperjuangkan kehendak rakyat justru mereka membuat UU yang menyengsarakan rakyat dan malah merugikan masa depan negara bangsa.
Coba saja kita buka berbagai UU, mulai UU Omnibuslaw, UU Minerba, tentang persoalan agraria, persoalan minyak goreng, DPR tidak tanggap, tidak mampu membela kepentingan rakyat. Justru mereka ikut membelenggu kepentingan rakyatnya.
Begitu juga dengan isu Islamophobia, stikma radikal, teroris yang disematkan pada Islam, justru DPR tak pernah bersuara, soal LGBT malah mick dimatikan Ketua DPR Puan Maharani (dari Fraksi PDIP juga) ketika ada yang bersuara.
DPR sudah tidak berfungsi justru membangun oligarki dengan membuat barier Presidential Threshol 20%. Hal demikian yang ditentang habis-habisan oleh Ketua DPD RI tersebut. Karena jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan mengamputasi kehendak rakyat.
Timor Leste dengan penduduk yang tidak banyak calon presidennya 16 orang. Justru Indonesia yang penduduknya 270 juta pemilihan presiden (pilpres), lu lagi, lu lagi.
Apa yang dituduhkan Simbolon pada LaNyalla sangat tendensius. Memangnya LaNyalla sendirian, tentu saja tidak. Di belakangnya ada rakyat dari aktivis dan akar rumput riil mendukungnya. Sebab, perubahan kembali ke jati diri bangsa kembali ke UUD 1945 dan Pancasila sudah sangat meluas.
Simbolon adalah simbol “politikus kardus” yang tak mampu membaca geliat rakyatnya akan perubahan, mengaku sebagai anak ideologis Soekarno justru mengkhianati ajaran Soekarno, membiarkan persatuan bangsanya terkoyak- koyak akibat keserakahan oligarki. Simbolon justru bagian dari oligarki, maka sebagai “anjing herder” penjaga oligarki akan menyalak jika ada kepentingan oligarki terusik.
Rupanya genderang perubahan telah ditabuh oleh LaNyalla yang membuat rakyat terbangun dari tidurnya, yang bisa menatap lagi matahari masa depan. (*)