Anthony Budiawan: Pembela Oligarki Tidak Pantas Disebut Pemimpin Bangsa
Jakarta, FNN – Ini salah satu contoh dari banyak kebijakan dan praktek bisnis yang merugikan masyarakat luas dan menguntungkan pengusaha oligarki. PLN kelebihan supply akibat perjanjian jual-beli listrik dengan pembangkit listrik swasta (IPP) dengan skema take or pay.
Hal itu disampaikan Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
DPR yang seharusnya membela kepentingan rakyat, koreksi perjanjian jual-beli listrik yang merugikan PLN/negara kembali, malah dengan mudahnya mengalihkan kerugian tersebut kepada rakyat, dengan mengalihkan daya dari 450 Volt Ampera (VA) ke 900 VA, dan 900 VA ke 1.200 VA?
“Artinya, rakyat diminta subsidi Independent Power Producer (IPP)?”
Kenaikan daya listrik akan membuat biaya listrik naik, dan mengakibatkan kemiskinan meningkat. Kalau biaya energi (listrik, gas) masyarakat melebihi 10% dari penghasilan, mereka masuk kategori keluarga miskin (energi), fuel poverty: DPR sepertinya tidak memikirkan nasib rakyat.
Menyedihkan, pemimpin bangsa ini, eksekutif dan legislatif, sepertinya tidak peduli kondisi sosial masyarakat, tidak peduli nasib rakyat apakah kebijakan tertentu, menaikkan paksa daya listrik, akan memiskinkan rakyat: mereka pembela oligarki tidak pantas disebut pemimpin bangsa.
Sebelumnya diberitakan, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengusulkan agar daya listrik 450 V) dihapus untuk kelompok rumah tangga miskin. Sebagai gantinya, kelompok rumah tangga miskin akan dialihkan secara bertahap menggunakan daya listrik 900 VA.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mangatakan daya listrik 450 VA perlu dihapus untuk penyesuaian dengan tingkat kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat. Namun ia menilai hal itu tidak akan dieksekusi dalam waktu dekat ini, karena membutuhkan data penerima subsidi.
"Secara bertahap terhadap keluarga kemiskinan parah dengan 450 VA, tentu tidak bisa kita lakukan dengan serta merta ke 900 VA. Terhadap keluarga miskin yang masih memakai 450 VA kita terus upayakan bermigrasi ke 900 VA secara pelan-pelan pula sejalan dengan peningkatan kebutuhan elektrifikasi mereka," kata Said, Selasa (13/9/2022).
Usulan penghapusan daya listrik 450 VA ini berawal dari kondisi PT PLN (Persero) yang terus mengalami oversupply listrik. Kondisi surplus listrik ini diperkirakan mencapai 41 gigawatt (GW) pada tahun 2030, seiring dengan penerapan energi baru terbarukan (EBT).
Untuk setiap 1 GW, PLN harus menanggung beban sekitar Rp 3 triliun per tahun karena dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) terdapat skema take or pay.
Ini artinya dipakai atau tidak listrik yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak. Maka dari itu, Banggar menilai pemerintah perlu menaikkan daya listrik penerima subsidi agar meningkatkan serapan listrik PLN yang saat ini mengalami oversupply.
“Bagi orang miskin, rentan miskin, yang di bawah garis kemiskinan itu tidak boleh lagi ada 450 V, kita tingkatkan saja minimal 900 VA. Setidaknya demand-nya naik, over supply-nya berkurang. Terhadap yang 900 VA juga naikkan saja ke 1.200 VA,” kata Said dalam rapat panja pembahasan RAPBN 2023 di Gedung DPR RI, dilansir Kompas.com, Senin (12/9/2022).
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dalam rapat bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sempat menyepakati adanya penambahan daya listrik untuk kelompok rumah tangga miskin dari 450 VA ke 900 VA.
Maka dengan kata lain, golongan listrik 450 VA dihapus. Namun, kesepakatan itu pada dasarnya masih berupa usulan Banggar kepada pemerintah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun membantah daya listrik 450 VA dihapus. Menurutnya, pemerintah berfokus untuk mendorong subsidi listrik menjadi lebih tepat sasaran.
“Sepemahaman saya itu bukan kesepakatan. Narasi lengkapnya adalah bahwa subsidi itu harus semakin tepat sasaran, termasuk untuk kelompok 450 VA,” ujar Plt Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana kepada Kompas.com, Selasa (13/9/2022). (mth)