Arah Baru Polarisasi Politik Indonesia
Oleh Raden Baskoro Hutagalung - Forum Diaspora Pemuda Pelajar Indonesia
TULISAN saya terdahulu berjudul “Indonesia terbelah tiga” yang menyatakan saat ini bangsa Indonesia terpecah tiga kelompok politik yaitu : Pro perpanjangan masa jabatan Presiden 2027 atau tiga periode, kelompok tetap Pilpres 2024, dan kelompok pro perobahan Pilpres/pemilu dipercepat akhirnya terbukti dan benar. Benar dan terbuktinya ketika kita mencermati secara dalam dan komprehensif demo 11 April di depan Senayan kemaren. Plus ada sequel tambahan pembugilan tokoh buzzer istana Ade Armando”.
Kenapa benar dan terbukti? Berikut jawaban dan analisanya :
Pertama, ada yang aneh ketika terjadi pergeseran fokus demonstrasi dari titik kumpul istana beralih ke Senayan Gedung DPR-RI. Pergeseran yang tiba-tiba dan boleh dikatakan mulus.
Akhirnya, goal dari demonstrasi untuk mendapatkan jawaban langsung dan bertemu langsung dari Jokowipun tidak terealisasi. Artinya di sini dapat kita asumsikan bahwa, kelompok Istana pro 2027 yang berhasil menggeser titik fokus demonstrasi mahasiswa untuk membuat istana clear dan menggeser “beban” demonstrasi ke DPR-RI. Yang disana sudah ditunggu Sufmi Dasco selaku wakil ketua DPR/RI dan Kapolri Jendral Pol Sigit Sulistiyo.
Kedua. Meskipun digembosi, disekat, dan ada sedikit intimidasi terhadap mahasiswa, namun demonstrasi boleh dikatakan sukses dalam artian “gerakan nyata itu tetap ada”.
Namun yang mesti kita akui bagi yang paham sejarah mobilisasi massa pasca periode kedua Jokowi ini adalah ; border dan tekanan aparat penegak hukum khususnya Polisi dan BIN, boleh dikatakan sedikit melunak dan renggang. Tidak seperti demo 212, FPI, dan aksi lainnya dengan tema berbeda. Polisi sangat begitu represif.
Hal yang dapat kita simpulkan di sini adalah kelompok pro 2024, yang di dalamnya juga terdapat partai penguasa juga berperan untuk bagaimana demonstrasi ini tetap ada dan berjalan. Karena ada kesamaan tema dan tuntutan demo yaitu : menolak perpanjangan masa jabatan Presiden atau Presiden tiga periode.
Ketiga. Kejadian memalukan pembugilan Ade Armando oleh massa demonstrasi. Ini jelas sekali permainan inteligen untuk membuat kegaduhan, dengan tujuan merusak suasana, men”decoy” isu dan opini, serta permainan “playing victim” untuk menyudutkan kelompok pro perubahan yang juga berisikan kelompok oposisi.
Buktinya juga, momen ini langsung dijadikan ajang caci maki, bully terhadap kelompok oposisi dan mahasiswa dengan narasi “khas” ala buzzer rezim yaitu ; radikalisme, kadrun, dan bertindak seolah jadi korban.
Meskipun secara fakta nyata juga, publik mengetahui bahwa semua itu adalah “permainan inteligent” semata. Mulai dari pelaku, provokasi, hulu dan hilir di lakukan oleh kelompok yang sama. Dimana Ade Armando teropinikan hanyalah jadi “umpan korban” terlepas beliau sadar atau pura-pura tidak tahu.
Artinya. Dapat juga kita simpulkan bahwa, insiden ini juga upaya kelompok pro 2027 yaitu istana atau Jokower mengadu domba kelompok 2024 dengan mahasiswa dan oposisi. Agar lengah dan bias dari tuntutan utamanya.
Meskipun demonstrasi 11 April boleh dikatakan anti klimaks, sedikit angka buat penguasa karena berhasil men”decoy” isu melewati operasi inteligennya.
Namun bagi kelompok pro perubahan mahasiswa dan oposisi, hal ini justru merupakan momentum penting ibarat “warming up” gerakan pasca pamdemi covid 2 tahun belakangan ini.
Mesti dicatat, mahasiswa semua kampus baru saat ini mulai berkumpul dan masuk kampus kembali. Setelah dua tahun off kampus. Jadi, suasana covid menyebabkan terputusnya komunikasi, konsolidasi, dan sosialisasi lintas mahasiswa itu sendiri.
Bisa menghadirkan seratusan ribu demonstrasi 11 April kemaren, dan serentak bertahap di beberapa kota lainnya adalah merupakan sebuah “prestasi” luar biasa bagi gerakan mahasiswa.
Dan saya yakin, gelombang perlawanan mahasiswa bersama kelompok oposisi ini akan terus meningkat dan tinggi eskalasinya. Kebosanan terbelenggu aturan-aturan copad-copid telah melahirkan titik pantul perlawanan.
Apalagi, di dalam kelompok istana itu sendiri juga terjadi perpecahan. Yaitu antara kelompok jokower pro perpanjangan masa jabatan atau tiga periode, dengan pro status quo Pilpres 2024 yang dikomandani PDIP.
Kita akan lihat, polarisasi peta kekuatan kelompok politik ini mana yang akan menjadi pemenang. Karena masing-masing kelompok menpunyai basis keunggulan.
Meskipun kelompok satu dan dua adalah penguasa saat ini, namun jangan anggap remeh kelompok tiga yang pro-perubahan. Karena gerakan ini murni lahir dari rahim rakyat. Muncul karena tidak adilan dan semangat perlawanan atas penindasan.
Yang tentu saja secara etos, militansi, semangat, dan ruh perjuangan akan berbeda dengan kelompok satu dan dua di atas yang sudah “berlemak” tubuhnya sebagai penikmat kekuasaan.
Namun semua tinggal momentum, dan siapa yang paling bisa mengambil dan memanfaatkan momentum itu dialah pemenangnya.
Perth-Australia. 14 April 2022.