Batal Mendeklarasikan Prabowo di Rakernas Projo, Orang Menuduh Jokowi Ketakutan pada Mega
Jakarta, FNN – Hari ini Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan tentang batas usia capres dan cawapres. Banyak orang yang menunggu keputusan tersebut. Tetapi, banyak yang menduga jangan-jangan Jokowi mulai ragu untuk ngotot mencalonkan Gibran, karena kemarin tiba-tiba batal pembacaan deklarasi Prabowo di GBK dalam Rakernas Projo. Selain itu, Gibran yang hadir saat itu juga pulang lebih dulu sebelum acara selesai. Padahal, rencananya juga akan disebutkan nama Gibran, tapi tidak jadi. Sementara itu, PDIP mengancam kalau sampai berani maka akan diberi sanksi. Hal ini yang menjadi tema diskusi Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Senin (16/10/23), sesaat sebelum keputusan MK dibacakan.
“Saya kira memang sudah disiapkan surat pembatalan kartu anggota Jokowi sebagai kader PDIP sekaligus Gibran. Jadi, ada dua surat yang sudah ditandatangani, tinggal dikasih tanggal tuh. Itu Jokowi dipecat oleh Megawati, Gibran juga. Jadi, pertimbangan Jokowi kira-kira itu,” ujar Rocky Gerung mengawali diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.
Meski ini hanya hipotesisnya, tetapi Rocky mengatakan bahwa hipotesisnya tersebut ada dasarnya, yaitu karena PDIP tetap tidak menghendaki kadernya pindah ke tempat yang lain. Itu etika yang biasa saja. Tentu Megawati merasa untuk apa Jokowi pro Prabowo dan akan menaruh Gibran di Prabowo, bukankah Jokowi adalah kader PDIP.
“Apalagi kalau kita lihat bahwa permusuhan itu seolah-olah tak terdamaikan lagi. Jadi, kelihatannya gertakan PDIP memang masuk akal itu, yang bahkan saya anjurkan supaya secepatnya ajalah Jokowi itu dipecat dari PDIP, supaya elektrabilitas PDIP cepat naik. Nah, Jokowi saya kira ada di dalam kecemasan itu,” ujar Rocky.
Rocky juga mengatakan bahwa dari awal keputusan Mahkamah Konstitusi ditunda-tunda terus, seolah-olah mau memancing amarah Megawati sekuat-kuatnya atau semerah-merahnya. Nah, saat ini PDIP sudah sangat marah sehingga ancaman itu diucapkan. Bagaimanapun, ancaman PDIP itu serius karena sudah diucapkan. Itu artinya, tidak mungkin ditarik lagi.
Tetapi, Rocky menduga bahwa Jokowi tidak mungkin lagi menaruh Gibran karena situasi nasional menunjukkan bahwa tidak ada satu pun orang yang mempunyai akal sehat mendukung ide Jokowi menaruh Gibran di situ.
“Jadi, sekali lagi Gibran ini tetap adalah instrumen Jokowi. Sama seperti Kaesang, itu instrumen Jokowi saja. Jadi, politik instrumentalisasi ini yang membahayakan demokrasi,” tegas Rocky.
Saat ini, kata Rocky, Jokowi seolah-olah melawan opini publik yang tidak menghendaki dirinya mempermainkan konstitusi. Kalau Jokowi merasa bahwa Gibran mesti dia dorong menjadi wakil presiden, kenapa harus ke MK, proses saja di DPR yang membuat undang-undang.
“Jadi, tidak ada satu dalil pun hak Mahkamah Konstitusi memutuskan itu. Semua persyaratan menjadi wakil presiden sudah ditulis di dalam konstitusi, kecuali usia. Usia itu bukan urusan konstitusi, itu urusan perkembangan politik. Nah, karena itu, meminta judicial review saja sudah salah. Tapi kan kita tahu hanya lewat judicial review permintaan itu jadi efisien, kecuali ketua Mahkamah Konstitusi itu bukan iparnya presiden maka Presiden akan berhitung. Tetapi, karena Ketua Mahkamah Konstitusi itu ada pertalian keluarga maka bagi Jokowi lebih mudah mengatur iparnya itu dalam tukar tambah kekuasaan,” ungkap Rocky.
Jadi, lanjut Rocky, ini memang dimaksudkan untuk memudahkan Jokowi menjadikan Mahkamah Konstitusi sekadar sebagai instrumen kekuasaan dia. Itu bahayanya. Nah, ini akan menjadi semacam krisis konstitusional kalau MK mengiyakan.
Semua pakar hukum tata negara paham bahwa MK tidak punya hak untuk menentukan batas usia presiden. MK juga tidak punya kewenangan untuk menguji secara material judicial review karena tidak ada poinnya. Jadi, kalau kita tanya demi apa MK memutuskan bahwa Gibran boleh ikut atau Gibran tidak boleh ikut. Kan tidak ada pakemnya, tidak ada persyaratannya, kecuali sebagai open legal policy, jelas Rocky.
Jadi, tambah Rocky, kelihatannya kemarahan publik dipertimbangkan oleh Jokowi. Di sini kita lihat betapa pengecutnya Jokowi. Kalau misalnya akhirnya Mahkamah Konstitusi mengiyakan, lalu Gibran tidak akan dikirim, pengecut juga dia. Karena dari awal memang orang tahu hanya demi Gibran.
“Jadi, main-main di situ, itu kayak orang beli kucing dalam karung, tapi karungnya sudah bolong,” ungkap Rocky.
Menurut Rocky, sebetulnya yang dipermainkan adalah Prabowo karena Prabowo sudah ada di dalam euforia untuk dideklarasikan di panggung yang sangat mewah dan sangat sangat mulia. Prabowo juga datang intensi bahwa dia akan dideklarasikan, ternyata deklarasinya berubah di depan pintu rumahnya. Itu juga satu pendangkalan sebetulnya. Padahal, Jokowi sudah ratusan bahkan ribuan kali mengucapkan nama Prabowo, kenapa tidak diucapkan di GBK.
“Jadi, orang menuduh bahwa Jokowi ketakutan pada Mega lalu mengorbankan Prabowo dengan memanfaatkan momentum supaya jangan grusah grusuh dulu. Nah, Projo sebagai panitia ditegur oleh publik, kenapa Anda tetap lakukan. Tetapi, Projo tentu punya jalan pikiran sendiri, walaupun kita tahu bahwa itu adalah semacam upaya menyelamatkan muka, jangan sampai tidak diucapkan dukungan pada Prabowo, karena inti dari Rakernas itu adalah menjadikan Prabowo secara formil calon presiden dari Projo junto calon presiden dari Jokowi. Kenapa tiba-tiba tidak di dalam panggung yang sama diucapkan itu,” umgkap Rocky.
“Jadi, terlihat bahwa kemunafikan-kemunafikan itu disebabkan karena kedangkalan pengetahuan Jokowi tentang persaingan elit politik. Kedangkalan itu yang menyebabkan orang menganggap bahwa kalau begitu Jokowi memang enggak paham konstitusi, demokrasi, dan tata krama politik. Kalau beliau paham, apapun, Prabowo itu sudah sepenuh hati, bahkan berupaya terus untuk memberi sinyal pada rakyat bahwa hanya kehendak Jokowi yang bisa memungkinkan dia berpasangan dengan Gibran,” tambah Rocky.(ida)