Beranikah Kejaksaan Agung Sentuh Pejabat Negara dan Korporasi?
Jakarta, FNN – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengumumkan penetapan empat tersangka kasus ekspor minyak goreng, Selasa (19/4/2022). Mereka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.
Wisnu diduga menerbitkan izin ekspor CPO (crude palm oil) untuk PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas dengan tidak mengacu pada DMO (domestic market obligation), bahkan juga tidak mengacu pada DPO (domestic price obligation).
Tiga tersangka lainnya adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs pada PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang.
Kejagung menyebut, sepanjang Januari 2021 hingga Maret 2022, pihaknya memantau 88 perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor CPO atau minyak sawit mentah dan produk turunannya.
Dari ke-88 perusahaan itu, tiga diantaranya diusut karena diduga melakukan pelanggaran hukum di mana dari ketiga perusahaan tersebut, tiga orang telah ditetapkan menjadi tersangka. Jaksa memastikan, jumlah tersangka tersebut berpeluang untuk bertambah.
“Ke-88 (perusahaan) itu kita cek, benar enggak ekspor yang dilakukan telah memenuhi DMO di pasaran domestik. Kalau enggak, ya bisa tersangka dia,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah, kepada wartawan, Rabu (20/4/2022).
Febrie menjelaskan, perusahaan yang mendapat persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus memenuhi kewajiban DMO sebesar 20%. Syarat itu harus dipenuhi untuk menghindari kelangkaan minyak goreng di pasaran domestik.
“Ini kan terjawab nih, kenapa kosong (minyak goreng langka), karena ternyata di atas kertas dia mengaku sudah memenuhi kewajiban DMO-nya, sehingga diekspor, tetapi di lapangan dia enggak keluarkan (kewajiban yang 20% itu) ke masyarakat," imbuh dia.
Sejak akhir 2021 hingga Maret 2022 terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran domestik karena CPO yang merupakan bahan dasar pembuatan minyak sawit, diekspor pengusaha akibat harga jual CPO dunia sedang meroket.
Pada pekan kedua Januari 2022 saja, harga CPO di tingkat global mencapai Rp 12.736/liter.
Kelangkaan minyak goreng itu tak dapat diatasi pemerintah. Bahkan meski Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengakui ada mafia minyak goreng, namun dia mengaku tak mampu menghadapinya karena kewenangan yang terbatas.
Alih-alih mengatasi kelangkaan tersebut, pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan pada 16 Maret 2022, sehingga harga komoditi itu yang semula berada di kisaran Rp14.000/liter (tergantung merek), melejit menjadi Rp23.900/litar, bahkan ada yang di atas Rp 30.000/liter.
Anehnya, setelah HET Migor kemasan dicabut, komoditi itu tiba-tiba kembali membanjiri pasaran, sehingga rak-rak pasar modern yang semula kosong dari komoditi itu, terisi penuh kembali.
Kejagung mengaku, pihaknya telah mulai menelisik permasalahan impor CPO itu sejak Januari 2021, dan Selasa (19/4/2022) Jaksa Agung mengumumkan empat tersangka kasus penerbitan izin ekspor CPO yang melibatkan pejabat teras di Kemendag itu.
Dalam kanal Hersubeno Point, Kamis (21/4/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief kembali mengutip pernyataan Jaksa Agung, siapapun yang terlibat asal cukup bukti, termasuk menteri akan diproses juga.
Yang menjadi pertanyaan, apakah hanya berhenti sampai di level Komisaris perusahaan dan hanya korporasi saja yang menikmati keuntungan triliunan rupiah? Bagaimana dengan pejabat lainnya?
Karena, kata Hersubeno, di media sosial mulai banyak beredar foto salah satu tersangka dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan KSP Moeldoko. (mth)