Berbohong Stok BBM Kritis, Pertamina Bisa Digugat “Class Action”

SEBELUM isu kenaikan harga BBM subsidi, PT Pertamina pernya menyatakan bahwa stok BBM bersubsidi menipis. Ditambah lagi, beban APBN berat kalau subsidi tidak dicabut. Setelah rakyat panik dan sempat antri di SPBU jelang 1 September 2022, ternyata Pertamina tidak menaikkan.

“Tetap kita (hanya) ingin lihat bahwa ini problem yang tertunda dan memang ada kalkulasi bahwa ini demi menyelamatkan reputasi Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), harus berkorban APBN buat terus-menerus subsidi,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung.

“Dan keadaan yang sekarang yang kita cukup sebut situasi yang disruptif ini setiap saat justru bisa jadi katastrofi,” lanjut Presiden Akal Sehat itu dalam dialognya dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. Berikut petikannya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (2/9/2022).

Halo apa kabarmu Bung Rocky, ini ketemu di hari Jumat, menjelang akhir pekan. Orang bilang thanks God is Friday. Thanks God, bukan kepada Jokowi. Thanks God karena harga pertalite ternyata tidak jadi naik.

Tetapi, tetap kita ingin lihat bahwa ini problem yang tertunda dan memang ada kalkulasi bahwa ini demi menyelamatkan reputasi Pak Jokowi harus berkorban APBN buat terus menerus subsidi. Mungkin sama dengan yang jadi semacam pertaruhan hukum politik sekarang. Demi menyelamatkan Sambo maka skenarionya harus sampai di situ saja. Kira-kira begitu kan.

Desas-desus yang kita lihat dari berbagai pembicaraan di DPR atau Komnas HAM mungkin berpikir begitu. Jadi semuanya itu serba tidak pasti. Tetapi, kita bisa bayangkan seandainya terjadi kekacauan ekonomi, lalu terjadi juga guncangan politik, dan semua yang tidak pasti itu akhirnya terbongkar bahwa ini hanyalah upaya untuk menghalangi melebarnya isu politik, melebarnya isu hukum, melebarnya isu asmara segala macem.

Jadi kita ada dalam kecemasan sebetulnya. Apalagi soal pertalite yang seolah-olah yang mungkin buat sementara karena harga minyak dunia agak turun maka kesempatan untuk membujuk kembali legitimasi publik. Tapi ini semua nggak pasti. Dan keadaan yang sekarang yang kita cukup sebut situasi yang disruptif ini setiap saat bisa jadi katastrofi itu justru.

Iya. Ini kan jadinya kredibilitas pemerintah makin hancur. Realitas sebelumnya kan bagaimana corporate secretary PT Pertamina ini menyatakan bahwa ini stok solar dan pertalite itu akan habis tahun ini. Tiba-tiba kemarin Pertamina umumkan bahwa stok sampai tahun baru aman. Jadi kalau begitu terus ada yang tanya, ini tuyul dari mana yang bawa minyak.

Iya, ini Pertamina juga jadi tempatnya jin buang anak. Orang itu menganggap Pertamina tempat angker. Kira-kira begitu kalau bilang perspektif kemarin jin buang anak karena kita nggak tahu siapa yang kendalikan Pertamina. Kenapa Humasnya beda-beda itu. Direksi bisa beda dengan…. Kan musti satu suara antara Humas, Direksi, Komisaris, Menteri Keuangan. Kan itu soalnya. 

Jadi, dalam keadaan ketiadaan informasi, orang akhirnya kasak-kusuk bahwa ini ada isu politik di situ. Lalu masuk segala macam kecurigaan bahwa ini ada uang yang akan ditahan dulu untuk permainan politik, untuk sementara oke subsidi tidak akan dicabut. Jadi hal-hal semacam itu bikin mereka yang panik sebetulnya karena ketahuan oleh rakyat. Istana itu panik sendiri saja sehingga di antara mereka saling menghumaskan diri. Jadi, setiap orang di Istana jadi humas buat dirinya sendiri.

Kalau kita lihat ini kan soal mazhab. Sri Mulyani jelas mazhabnya ingin cabut subsidi. Pak Luhut tadinya juga termasuk yang kenceng menyuarakan. Tetapi, saya kira Pak Luhut ini satu suara dengan Pak Jokowi. Pak Jokowi yang sudah ngomong hati-hati itu dan DPR kemarin untuk pertama kalinya kompak ini.

Ya ada satu dua fraksi yang sepakat. Yang lain menolak untuk pencabutan dan selalu mereka bilang pro orang cilik. Itu yang terjadi sekarang. Jadi kita mulai mengendus ini ada semacam itu. Kalau nggak perpecahan ya kita bilang ada perbedaan mazhab. Ujungnya, itu nanti juga persoalan bagaimana mengelola negara ini.

Ya, itu selain perbedaan mazhab juga perbedaan raport atau proksi pada presiden. Kan jelas Pak LBP lebih dekat dengan Presiden Jokowi karena reputasi beliau bahkan sebelum Jokowi jadi presiden. Jadi, orang yang paling kenal watak dan sekaligus kecemasan Pak Jokowi adalah Pak Luhut. Jadi mungkin Pak Luhut juga membaca wah itu Presiden Jokowi potensial untuk kehilangan legitimasi maka diubahlah kebijakan-kebijakan itu.

Dan itu memang hal yang dari dulu kita tahu selama presiden tidak kasih sinyal yang kuat maka presiden menunggu reaksi publik. Nah, karena reaksi publiknya kencang ya presiden menganggap wah bahaya nih, kalau tiba-tiba ada situasi kritis, satu POM bensin saja dibakar, itu bisa menular ke mana-mana kontinjen efeknya. Ini yang harus diantisipasi memang.

Tentu semua orang merasa kok tiba-tiba ada analisis POM bensin dibakar.  Loh, ini keadaan rakyat ini, keadaan unthrush sosial ini,  apa saja bisa terjadi. Saya kira itu ada temuan dari intelijen berdasarkan bigdata mungkin bahwa potensi kerusuhan itu bisa meledak karena memang daya belinya rendah sekali.

Jadi pembuktian hoaks itu sebetulnya juga bukan hoaks ini, karena memang pemerintah mau mendeteksi ambang kemarahan rakyat dengan melihat mengularnya kemarin di hari pertama isu mau dinaikkan. Jadi bara sosial itu tetap ada di situ. Dinaikin atau tidak tetap rakyat masih ingat bisa-bisa besok dinaikin malam-malam. Jadi tetap ketegangan sosial sudah terjadi.

Jadi, artinya sebenarnya kita juga mengendus bahwa pemerintah diam-diam menyadari soal itu dan itu bagi kita menunjukkan bahwa ya memang realitas seperti itu yang terjadi pada masyarakat. Suasananya seperti kita sebut dulu seperti ranting yang kering gitu. Yang satu memantik saja itu bisa jadi mudah terbakar.

Ya, keadaan ini yang membuat kita menganggap bahwa seluruh informasi dari relawan buzer Istana soal Musra, ada dukungan tentang tiga periode itu dan tokoh-tokohnya ini itu, itu kan jadi absurd juga akhirnya, nggak ada gunanya kan. Misalnya Presiden Jokowi bikin musyawarah rakyat pertama di Bandung, Presiden Jokowi tinggi sekali.

Itu artinya bahwa rakyat Jawa Barat itu ingin menghendaki Presiden Jokowi kan? Kan yang dikumpulkan Jawa Barat kemarin. Padahal, faktanya di Jawa Barat justru Presiden Jokowi jeblok suaranya kan? Itu bagaimana saat Pemilu kemarin kan jeblok betul suara Pak Jokowi. Jadi rekayasa itu terjadi.

Lalu orang bertanya sekarang hebat betul ya masyarakat Jawa Barat ingin Presiden Jokowi jadi presiden lagi, lalu orang ingatkan, hai tunggu dulu ya, ada data hasil pemilu Presiden Jokowi itu suara di Jawa Barat itu rendah. Demikian juga PDIP sebagai partai pendukung dalam perbandingan dengan partai lain. Jadi kalau di Jawa Tengah masuk akal, masa di Jawa Barat orang Jawa Barat pro Jokowi. Itu agak kacau logika itu.

Ya, saya mendapat gambaran bagaimana sebenarnya pemerintah. Dengan cara itu saja kita bisa mengendus bahwa sesuatu sedang terjadi di sana.

Iya betul. Something rotten in Denmark, ada yang membusuk di Denmark kalau lakonnya Shakespiare. Nah, sekarang kita mau coba lihat impact-nya apa nanti. Apakah betul-betul akan dihitung ulang anggaran subsidi ini dan para pakar betul-betul sudah pikir ya subsidinya memang kecil kok, kenapa digede-gedein sampai ratusan triliun.

Nah, poin-poin ini yang harusnya dikritisi oleh DPR. Nah DPR jangan sekadar menunggang isu bahwa rakyat tidak menghendaki subsidi dicabut tapi dia juga musti breakdown dong karena soal anggaran itu fungsi dari DPR. Supaya jelaslah bagian ini disubsidi buat itu, yang ini buat ini, yang sini ditahan untuk main politik, kan gampang.

Jadi, jangan DPR di satu pihak muji-muji Pak Kapolri, di pihak lain sekarang berupaya untuk memuji-muji rakyat itu. Padahal, lembaga itu adalah lembaga yang paling koruptif mentalnya di dalam survei-survei.

Oke. Nah, sekarang kita lanjutkan melihat situasi bangsa kita saat ini. Kalau melihat situasi semacam ini kan sebenarnya harusnya pemerintah itu kan kebijakannya tidak hanya sekedar yang tadi permen itu tidak dinaikkan, menjanjikan BLT, dan sebagainya, tetapi kita juga mengendus bahwa ini dampaknya tidak hanya persoalan APBN, tetapi juga berkaitan dengan banyak sekali program hukum legacy Pak Jokowi, salah satunya jelas kita sebut IKN, kemudian infrastruktur- infrastruktur lain yang jadi andalan Pak Jokowi.

Itu selalu yang mesti kita ingatkan bahwa trade of itu terjadi dan kekacauan kebijakan bukan tidak soal BBM saja, banyak hal yang memang kacau. Tapi demi legacy tetap dilakukan musra itu seolah ingin memberi keterangan bahwa Presiden Jokowi itu masih disukai rakyat.

Jadi informasi yang tidak dikenali dengan positif oleh rakyat itu justru yang dimanipulasi oleh para surveiyor. Kan baru-baru ini kan para surveyor justru mengeluarkan angka baru 79 persen. Itu artinya, ada informasi yang gak sampai di responden.

Kan mustinya surveyor itu kasih tahu dulu keadaannya. Baru ditanya apa pendapat kalian. Bukan sekadar asal tanya dan mengandalkan, responden tahu. Padahal buyers pendidikan itu sudah terlihat bahwa responden kita memang tidak mampu untuk mencerna kekacauan kebijakan.

Yang kedua, responden kita sudah fatalistis, suka-sukalah Istana. Bagian ini yang tidak dikontrol dalam metodologi. Jadi saya menganggap itu survei-survei yang tiba-tiba memberatkan lagi dukungan kepercayaan publik pada Presiden itu tinggi artinya gagal mendeteksi variabel ignorantia dari respondennya.

Ya, saya kira ini sebenernya jangandianggap sepele ya apa yang disampaikan oleh Pertamina kemarin menyatakan bahwa stok solar dan pertalite itu akan habis akhir tahun dan kemudian sekarang ternyata tidak habis, aman sampai tahun 2006, mereka bisa dikenakan hoaks yang luar biasa besar karena ada orang-orang antre.

Kemudian yang lebih parah lagi kan harga-harga ini meskipun pertalite dan solar tidak jadi naik, tapi harga-harga sudah naik. Ini sebenarnya bisa dituntut, bisa class action kita terhadap Pertamina.

Nah, ini mustinya ada class action. Tapi sebelum ada class action kan DPR bisa panggil direksi dan tanyakan ngapain kalian berbohong. Kami wakil rakyat, rakyat kalian bohongi itu. Ini yang musti kita dorong juga atau nggak kita dorong itu harusnya sudah otomatis kalau DPR punya otak, panggil dong. Ini ada apa? Kenapa menyembunyikan stok? Apa kalian Pertamina juga sudah jadi penyelundup?

Kan saya lama-lama jadi berpikir, jangan-jangan yang selama ini terjadi seperti itu gitu. Jadi ini cuman permainan mereka menakut-nakuti rakyat sebagai justifikasi untuk menaikkan harga.

Ya memang begitu. Yang diawalnya kan begitu, stok menipis, APBN nggak mampu. Oleh karena itu secara rasional ekonomi, harga harus naik. Kalau itu diterangkan dengan bagus dan dukungan pada Jokowi betul-betul jujur, orang akan oke, sama-sama kita berkorban.

Ini dia sudah menipu dua kali rakyat Indonesia. Dan dalam penipuan itu terlihat manipulasi angka, nilai itu untuk menyelamatkan reputasi Jokowi. Kan cuman itu intinya. Dan yang kedua adalah bagaimana lembaga sebesar pertamina itu bermain politik, menunggangi isu publik, lalu main-main di situ. Itu bukan etik korporasi, itu etik manipulatif.

Oke jadi kita tunggu ya, karena rakyat jutaan orang berbondong-bondong antre dan yang lebih parah dampaknya harga-harga sudah naik. Itu hanya ulah dari Pertamina yang menyatakan bahwa stok solar dan pertalite menipis, tapi ternyata mereka punya stok sampai akhir tahun tetap aman. Jadi ini silakan kalau ada yang mau melakukan class action. Saya kira ini sudah memenuhi unsur (kalau dalam pidana unsur deliknya sudah ada). (Ida)

328

Related Post