Bobolnya Pajak Kami
Oleh Djony Edward - Wartawan Senior FNN
Kondisi Kristalino David Azora (17), korban penganiayaan anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Mario Dandy Satriyo (20), di RS Mayapada semakin membaik. Ventilator yang dikenakan David sudah mulai dicopot, pertanda kinerja kesehatannya semakin pulih.
Di balik penganiayaan tersebut ternyata menguak banyak hal soal permainan di DJP, karena itu ayah Dandy, yakni Rafael Alun Trisambodo—Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II—mengundurkan diri bersamaan dengan pencopotan jabatannya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Penopotan jabatan itu untuk melancarkan pemeriksaan atas kekayaan Rafael yang tidak wajar.
Penganiayaan itu berhasil membongkar banyak hal di DJP, termasuk harta kekayaan Rafael Alun, Dirjen Pajak, Dirjen Anggaran, Dirjen Bea Cukai, bahkan kekayaan Menkeu Sri Mulyani.
Rafael Alun adalah puncak gunung es dari permainan di DJP. Karena jumlah kekayaan yang didaftaran di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mencapai Rp56,1 miliar, jumlah yang sangat fantastis. Andaikan gaji Rafael Rp100 juta per bulan, maka dibutuhkan 500 bulan, atau 41 tahun, untuk mendapatkan kekayaan sebesar itu.
Selain itu Rafael ternyata tidak memasukkan mobil Jeep JK Rubicon, motor gede Harley Davidson, sejumlah rumah mewah, dan mungkin saja sejumlah aset lainnya yang disembunyikan. Sosok Rafael adalah puncak gunung es dari permainan pejabat DJP yang berhasil memperkaya diri sendiri, di belakang itu kemungkinan besar masih banyak pejabat DJP—atau pejabat Kemenkeu--yang bermain, hanya saja belum terbongkar.
Dalam sebuah informasi bersumber dari LHKPN yang beredar di Whatsapp, sejumlah pejabat eselon II Kemenkeu ternyata memiliki kekayaan super mewah. Sebut saja Dirjen Kekayaan Negara Sionald Silaban memiliki kekayaan mencapai Rp53,33 miliar pada 2021. Jumlah itu melombat 150,61% dibandingkan kekayaannya pada 2017 yang masih di level Rp21,28 miliar.
Sementara Dirjen Anggaran Askolani, dalam informasi tersebut, disebutkan memiliki kekayaan Rp43,26 miliar pada 2021. Jumlah tersebut meningkat 99,44% jika dibandingkan kekayaannya pada 2017 sebesar Rp21,69 miliar.
Sementara Dirjen Pajak Suryo Utomo pada periode yang sama memiliki kekayaan sebesar Rp14,45 miliar pada 2021, atau naik 135,34% dibandingkan posisi 2017 sebesar Rp6,14 miliar (selengkapnya lihat tabel).
Suryo Utomo diketahui aktif di klub BlastingRijder DJP dan sempat memamerkan motor gedenya bersama para pejabat DJP lainnya. Karuan saja Menkeu Sri Mulyani minta klub itu dibubarkan karena dianggap membangun persepsi negatif terhadap DJP.
Tindakan penganiayaan Dandy terhadap David, benar-benar membongkar betapa pejabat DJP telah membobol kekayaan negara. Aset negara yang seharusnya masuk ke kas negara, dinikmati sendiri oleh Rafael, dan tentu saja terbuka kemungkinan oleh para pejabat Kemenkeu lainnya.
Walaupun kita sangat meyakini, dari 32.191 pegawati Kemenkeu—dimana lebih dari 25.000 ada di DJP--masih lebih banyak lagi para pejabat atau pegawai DJP lainnya yang bersih, jujur, dan menghindari tindakan hanky pengky atau jabatan yang disandangnya.
Terkait kekayaan Rafael Alun, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkapkan lembaga yang dipimpinnya sudah lama memantau keanehan transaksi di rekeningnya sejak tahun 2012. Transaksi di rekeningnya mencurigakan dan tidak sesuai dengan profilenya, menggunakan pihak ketiga sebagai nominee.
Menko Polhukam Mahfud MD mencurigai transaksi di rekening Rafael, ada unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Karena itu ia minta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit khusus transaksi di rekening Rafael. Dan hasil audit tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengaku lembaganya segera memanggil yang bersangkutan terkait hal tersebut. Waktu pemanggilan sedang dijadwalkan.
Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, para tikus-tikus di DJP, di Kemenkeu, benar-benar berhasil merobohkan keuangan negara. Penerimaan pajak pada 2022 sebesar Rp1.717,8 triliun yang susah payah dipungut seperak demi seperak, harusnya bisa lebih besar untuk kemakmuran rakyat.
Seorang mantan Direktur Intel Pajak yang enggan menyebutkan namanya mengatakan potensi penerimaan pajak bisa 5 hingga 10 kali lebih besar dari kenyataannya. Karena selain masih banyak underground ekonomi, juga karena adanya permainan para pegawai pajak.
Ada beberapa modus para pegawai, bahkan pejabat DJP, bermain dengan wajib pajak (WP), terutama WP raksasa. Pertama, mengecil-kecilkan laporan revenue perusahaan, sehingga basis pengenaan pajak bisa lebih kecil. Kedua, membesar-besarkan biaya, sehingga basis pengenaan pajak juga bisa lebih kecil.
Ketiga, melakukan negosiasi mengenai besaran pajak yang harus dikenakan. Keempat, melakukan transfer of pricing, seperti mengenakan harga ekspor yang lebih rendah kepada rekanan atau bahkan perusahaan afiliasi di luar negeri. Sehingga basis pengenaan pajak bisa lebih rendah.
Kelima, mendirikan perusahaan-perusahaan baru dan mengkondisikan perusahaan baru tersebut dalam keadaan merugi, sehingga basis pengenaan pajak terhadap perusahaan induk bisa lebih kecil.
Masih banyak lagi financial engineering yang bisa dilakukan pegawai atau pejabat DJP dengan WP. Mereka selain menjadi pegawai atau pejabat DJP, juga menjadi konsultan atas WP-WP jaringannya, atas tindakan tersebut mereka mendapatkan fee atau kick back.
Tentu saja semua tindakan ini sangat disesalkan terjadi, karena telah merobohkan sendi-sendi penerimaan pajak yang seharusnya bisa lebih besar. Itu sebabnya diperlukan sistem yang baku yang bisa mengeleminir semua tindakan hanky pangky Rafael Alun dan kawan-kawan.
Dikabarkan ada 13.000 pegawai Kemenkeu yang tidak melaporkan LHKPN, walaupun Menkeu Sri membantah, namun hal itu diyakini ada walaupun tidak sebesar yang dikabarkan.
Kalau kekayaan Rafael mencapai Rp56,1 miliar harus diperiksa, dipelototi, diaudit, apakah kekayaan Menkeu Sri Mulyani sebesar Rp67,26 miliar perlu diperlakukan sama?
Negeri ini terlalu kaya untuk dipermainkan oleh Rafael dan kawan-kawan. Negeri ini terlalu kuat untuk digerogoti para tikus pajak. Negeri ini harus dibenahi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Harapan itu masih ada! (*)