Buka-bukaan Modus Korupsi di DPR, Mahfud MD Harus Didukung Kekuatan Civil Society
Jakarta, FNN – Buka-bukaan kembali dilakukan oleh Menkopolhukam, Mahfud MD. Setelah sebelumnya membongkar tentang transaksi mencurigakan sebesar 349 T di Kemenkeu, kini Mahfud MD buka-bukaan tentang modus korupsi di DPR. Buka-bukaan tersebut dilakukan saat Mahfud memberikan ceramah tarawih di masjid kampus UGM, Yogyakarta, Ahad (2/4/23). Mahfud berbicara mengenai pemugaran partai politik sebagai instrumen kaderisasi kepemimpinan.
Topik ini tampaknya berkaitan erat dengan perdebatan yang terjadi antara Mahfud MD dengan sejumlah anggota Komisi III DPR RI, saat rapat bersama membahas statementnya tentang dugaan TPPU 349 T di Kementerian Keuangan. Kebetulan, informasi tentang dugaan TPPU di Kemenkeu juga pertama kali disampaikan oleh Mahfud di UGM, 8 Maret lalu.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR saat itu, muncul pernyataan dari Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Pacul,yang menyatakan bahwa Komisi III tidak menolak pembahasan soal uang kartal dan undang-undang penyitaan aset koruptor yang diajukan pemerintah, itu bisa segera diselesaikan asal ada perintah dari ketua umum.
Dalam ceramah yang ditayangkan oleh channel YouTube masjid kampus UGM itu, Mahfud MD membahas mengapa indeks persepsi korupsi Indonesia turun. Dengan mengutip data dari sejumlah lembaga, Mahfud menyebut beberapa lembaga yang dinilai paling korup dan salah satunya adalah DPR.
Mahfud mengaku mengetahui hal tersebut karena dirinya mengundang lembaga transparansi internasional, Litbang Kompas, dan mengundang partnership yang selama ini bergerak dalam bidang penilaian korupsi ke rumahnya. Kesimpulannya, korupsi terjadi di birokrasi, terutama di perpajakan dan bea cukai.
Yang mengagetkan, Mahfud juga menyebutkan bahwa korupsi juga terjadi di DPR. Bentuknya adalah conflict of interest. Ada anggota DPR yang merangkap jabatan di perusahaan-perusahaan, lalu ketika menyusun anggaran proyek ikut, nitip. Ada juga yang menjadi lawyer, kemudian ikut mengurus perkara orang. Semua informasi tersebut adalah temuan lembaga transparansi internasional.
Korupsi juga terjadi di pengadilan dengan modus kasus-kasus dibayar. Sebagai buktinya, saat ini ada empat Hakim Agung di Mahkamah Agung yang ditangkap.
Berkaitan dengan parpol, Mahfud menyatakan bahwa tidak ada partai politik yang jelek benar atau yang baik benar. Dalam partai apa pun, ada orang baiknya dan ada koruptornya. Oleh sebab itu, inilah yang harus diperbaiki.
Meskipun disampaikan di UGM, tidak berarti Mahfud bicara di belakang DPR karena ketika rapat kerja bersama Komisi III DPR Mahfud juga sudah menyampaikan hal tersebut. Bahkan, saat itu Mahfud juga sempat diingatkan oleh anggota Komisi III agar jangan buka-bukaan dan sebaiknya saling menutupi karena semuanya punya sisi buruk.
“Dengan curhat Pak Mahfud MD itu, kita jadi paham betapa sulitnya membongkar praktik korupsi, kemudian memberantasnya. Karena, selain tidak adanya political will dari para politisi, para politisi ini juga secara terbuka menolak hal yang merugikan mereka,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal You Tube Hersubeno Point edisi Selasa (4/4/23).
Hersu juga mengatakan memang berat posisi Pak Mahfud yang berniat membongkar-bongkar korupsi. Hampir dipastikan sulit untuk berharap ada perubahan dari dalam, baik dari kalangan pemerintah maupun DPR, karena mereka ini, baik pemerintah maupun DPR, adalah bagian dari persoalan pemberantasan korupsi itu sendiri.
“Karena itu, saya kira ini sangat penting kalau gerakan Pak Mahfud ini didukung oleh civil society. Pak Mahfud harus terus melakukan safari menggalang kekuatan civil society ini untuk mendukung gerakannya. Pak Mahfud nggak mungkin kuat sendirian kalau berhadapan dengan tembok besar di birokrasi, pemerintahan, maupun kalangan DPR,” ujar Hersu.
Pemberantasan korupsi harus menjadi komitmen bersama seluruh komponen bangsa, terutama pejabat negara.
“Jadi, Pak Mahfud harus terus bergerak ya, jihad melawan korupsi, tidak ada kata mundur dan pantang surut ke belakang,” ujar Hersu. (sof)