Cak Imin Potensial Dikudeta Tangan Kekuasaan
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) potensial dikudeta tangan-tangan kekuasaan setelah bergabung dengan Koalisi Perubahan yang mengusung bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan.
“Saya menduga ada tangan tak kentara (invisible hand) sedang merancang kudeta terhadap Cak Imin (Muhaimin Iskandar) sebagai ketua umum PKB terkait pilpres (pemilihan presiden) 2024,” kata analis politik Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Jakarta, Rabu (6/9).
Menurutnya, beralihnya posisi PKB dari mendukung Prabowo Subianto menjadi mendukung Anies Baswedan merupakan keputusan berani dan mengandung risiko politik tinggi bagi Cak Imin. Apalagi publik membaca Jokowi sebagai king maker (penentu keputusan) dari koalisi pendukung Prabowo.
“Saya menduga akan ada intervensi secara sembunyi-sembunyi terhadap PKB. Salah satunya Cak Imin akan digulingkan sebagai ketum PKB, karena dianggap berada di kubu oposisi dalam pilpres,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.
Apalagi, kata Ginting, konflik PKB pada 2008-2010 kembali mencuat setelah Cak Imin dideklarasikan sebagai bakal cawapres berpasangan dengan bakal capres Anies Baswedan. Terutama perseteruan terbuka antara Cak Imin dengan putri sulung mantan Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur), Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid).
Hubungan Spesial
Menurut Ginting, pada era itu ramai pemberitaan tentang desas desus hubungan spesial Yanny Wahid dengan SHW. SHW dituding kubu Cak Imin sebagai otak dari konflik di PKB, apalagi SHW baru saja hengkang dari Golkar Jawa Tengah ke PKB.
Sampai Lilik Wahid, adik kandung Gus Dur, juga menyarankan agar Yenny tidak menjalin hubungan spesial dengan SHW. “Namun SHW membantah hubungan spesial itu, dia mengaku hanya berteman biasa dengan Yenny,” ungkap Ginting.
Belakangan, kata dia, SHW divonis 15 tahun penjara, karena kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. SHW didakwa bersama WW dan AA terlibat dalam pembunuhan itu.
Kudeta 2008
Dikemukakan, konflik antara Cak Imin dan Yenny Wahid bermula pada 2008. Saat itu Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB hasil Muktamar Semarang 2005 dilengserkan Gus Dur yang menjabat Ketua Dewan Syuro PKB.
“Alasan Gus Dur karena Cak Imin dekat dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, sementara PKB merupakan partai oposisi,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik.
Kemudian, lanjut Ginting, kedua kubu menggelar muktamar. Kubu Gus Dur menggelar muktamar di Parung, Bogor. Setelah itu giliran Cak Imin memimpin muktamar di Ancol, sekaligus mengukuhkan Cak Imin kembali menjadi ketua umum PKB.
“Muktamar kubu Cak Imin mendepak Yenny Wahid sebagai Sekjen PKB. Posisi Gus Dur juga digantikan Aziz Mansyur,” ungkapnya.
Dualisme PKB, kata Ginting, harus diselesaikan di pengadilan yang hasilnya Muhaimin dianggap sebagai ketua umum PKB yang sah. Yenny Wahid tidak puas dan kembali menggelar muktamar di Surabaya, pada Desember 2010.
Namun Upaya itu tetap gagal. Yenny kemudian mendirikan Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia (PKBI). Kemudian berubah menjadi Partai Kemakmuran Bangsa Nusantara (PKBN) pada 2011.
Kementerian Hukum dan HAM tidak meloloskan PKBN dalam proses verifikasi partai politik untuk Pemilu 2014. Bahkan PKBN tidak bisa memperoleh status berbadan hukum. (sws).