Catatan Mengenai JD Vance, Calon Wakil Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik
Oleh Andi Rahmat | Mantan Wakil Ketua Komisi XI DPR
SEJAK JD Vance dinobatkan sebagai “running mate” Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada pemilu 2024, saya mencoba mencari dan mendengarkan pidato-pidatonya tentang berbagai isu internasional.
JD Vance pidato-pidatonya enak didengar, argumen dan kosa katanya mengalir dengan tonalitas yang konstan. Sebagai penulis buku Best Seller “ Hilly Billy Elegy “, kemampuan naratifnya memang sangat menarik.
Yang menarik dari JD vance ini karena dia adalah Calon Wakil presiden dari generasi milenial Amerika Serikat, usinya dibawah 40 tahun, tepatnya 39 tahun.
Menikahi putri pasangan imigran India, mantan Marinir ASdan bertugas di Iraq, berlatar pendidikan Hukum dan bekerja diperusahaan keuangan AS.
Pandangan-pandangannya sendiri terhadap berbagai isu, baik mengenai soal-soal domestik AS hingga isu-isu internasional memang sangat konservatif dan evangelikal.
Banyak orang menganggap bahwa JD vance dipilih oleh Trump bukan hanya sebagai calon Wakilnya, tapi juga sekaligus sebagai “ heir apparentnya”.
Ada beberap catatan yang menarik dari pandangan-pandangan JD vance ini yang saya kira akan relevan dengan konstalasi politik dan ekonomi global.
catatan pertama, JD vance memiliki pandangan biblikal terhadap situasi geopolitik global. Dia menganggap Rusia dibawah Putin bukanlah ancaman primer bagi Amerika Serikat. Karena itu dia menghendaki agar perang Russo-Ukrania mesti segera diselesaikan melalui jalur diplomatik yang mungkin memiliki konsekuensi negatif bagi Ukraina.
Bagi JD Vance, ancaman primer AS itu adalah China dan Islam. Dan karena itu, kebijakan politik internasional Amerika Serikat, menurutnya, seharusnya fokus menghadapi ancaman strategis dari dua sumber ini.
Catatan kedua, JD vance juga memiliki pandangan proteksionis. Dia, tentunya serupa dengan Trump, menganggap bahwa globalisasi bukanlah kebijakan yang menguntungkan Amerika Serikat. Chinalah yang paling diuntungkan oleh tatanan ekonomi global yang selama ini disokong oleh AS.
Catatan Ketiga, lebih dari Trump, dia menganggap bahwa imigrasi dan imigran merupakan ancaman nasional bagi AS. Terutama karena imigrasi dan imigran memiliki potensi untuk mengubah masa depan demografis AS. Dan bahkan merubah fundamental kultur Amerika Serikat.
Tiga catatan ini saja sudah cukup memberi signal pada efek yang akan ditimbulkannya manakala pasangan Trump dan JD vance terpilih dibulan November mandatang.
Dalam hal ini, Indonesia tentu akan mengalami danpaknya juga. Terutama karena Indonesia, sekaligus memiliki dua hal yang menjadi fokus pandangan JD vance.
Indonesia adalah negara muslim terbesar didunia yang letak geografisnya persis pada posisi strategis kompetisi antara China dan Amerika Serikat. Ditambah lagi, dalam satu dekade terakhir, dimasa kepresidenan Jokowi, hubungan Indonesia dan China tumbuh makin erat dan pada faktanya semakin berkembang menjadi hubungan strategis.
saya sendiri menghadiri beberapa kampanye Trump ditahun 2020 lalu. Wallahu alam.. (*)