CSIS: Capres Pro-Cina Anti Islam
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih
KEMUNCULAN Yusuf Wanandi di program Rosi KOMPAS TV, Kamis (25/5/2023), menyampaikan pandangan dan pesannya bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 diprediksi hanya dua pasangan calon.
Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jusuf Wanandi menilai situasi politik yang berkembang sekarang, terutama dorongan untuk membentuk koalisi besar bertujuan agar pasangan calon presiden dan wakil presiden di 2024 hanya ada dua pasang calon.
Begitu juga dengan Presiden Jokowi yang akan berusaha agar paslon presiden dan wakil di Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan. Sebab menurut Jusuf, sangat sulit untuk memperkirakan kemenangan jika ada tiga pasangan calon yang bertarung di Pilpres 2024.
Menyadarkan kita untuk sejenak tengok ke belakang mencoba melacak alam pikiran Yusuf Wanandi meraba strategi dan apa yang akan terjadi para Pilpres mendatang. Karena apa yang diucapkannya Yusuf Wanandi sesungguhnya tidak jauh dari strategi Istana dengan panduan politik mantan think tank CSIS yang saat ini sangat dekat dengan Jokowi.
Jusuf Wanandi sebagai pendiri CSIS memiliki memori lengkap sejarah politik Benny Murdani (BM) saat hubungan mesra dengan Suharto dan pemecatan Benny sebagai Panglima ABRI, masih menyisakan dendam.
Protes kemarahan tokoh CSIS karena sudah tidak dipercaya lagi oleh Soeharto pada saat itu dan malah lebih percaya kepada Habibie dan ICMI, rentetan kejadiannya masih menyimpan rasa dendam kepada umat Islam.
Protes BM saat itu "militer pun sekarang sudah semakin ‘hijau’ (dalam arti perwira non-muslim atau yang kurang ‘saleh’ tidak lagi mendapat kesempatan) di bawah Feisal Tanjung. Karena Bapak tidak percaya kepada saya, walaupun kami selalu mendukung Bapak, kata Benny".
Jusuf Wanandi adalah kakak kandung Sofjan Wanandi, pendiri koran The Jakarta Post. Ia mengakui kedekatan hubungannya dengan Daoed Joesoef, Benny Moerdani, Jacob Oetama dan Fikri Jufri. "Jusuf mengakui bahwa di awal pemerintahannya Soeharto tidak dekat dengan Islam".
“Selama 20 tahun pertama pada masa kekuasannya, Soeharto sangat hati-hati untuk tidak membiarkan Islam menjadi kekuatan politik. Di akhir tahun 1980-an, Presiden Soeharto membuang pendirian ini dan merangkul Jenderal hijau mereka terus menyimpan dendam .
Kelompok CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang diakui Jusuf Wanandi sebagai "kelompok China dan Katolik", memang sejak 1988 sangat kecewa kepada Soeharto yang meninggalkan CSIS.
Sampai pada masa Jokowi memegang tampuk pimpinan negara sebagai presiden, mereka kembali menemukan momentumnya bahkan lebih dalam rezim menggelar karpet merah untuk mereka ikut mengatur negara secara langsung
Dari sebuah lembaga yang dianggap ‘dekat’ dengan Soeharto dan think tank yang memberi legitimasi pada kekuasaannya, yang dikelola oleh ‘keturunan Tionghoa dan Katolik’, saat menjadi lembaga yang menentang Soeharto, otomatis menentang umat Islam.
Benny Moerdani yang dianggap tokoh-tokoh Islam sebagai musuh utama tahun 1980-1990an, selain CSIS, kecewa besar terhadap Presiden Soeharto yang mencopotnya sebagai Panglima ABRI dan Panglima Kopkamtib.
Dalam catatan Jusuf Wanandi tentang Benny yang ingin terus memegang kekuasaan di negeri ini, ada beberapa kendala yang harus diatasi Benny. Salah satunya adalah agama yang dianutnya: memang pencalonan itu bisa terjadi, tetapi sebagai umat Katolik, tidak mungkin ia menjadi presiden.
Ketika Soeharto menjauhi CSIS otomatis bisnis etnis Cina menerima dampaknya, stop proyek untuk Yusuf Wanandi dkk. Ketika Benny digeser menjadi Menhankam, di saat yang bersamaan Soeharto menyatakan kepada kabinetnya: “Saya tidak mau ada hubungan apapun lagi dengan CSIS dan saya perintahkan kalian juga demikian.
CSIS yang merupakan lembaga pemikir yang pro-Barat, mengakui bahwa mereka punya kerja sama dengan RAND Corporation, lembaga think tank berbasis di California, Amerika Serikat, "yang dikenal anti Islam militan".
“RAND Corporation sangat membantu CSIS,” . Meski ia tidak mungkin meniru sepenuhnya RAND, Jusuf menyatakan, “Namun, kekuatan intelektual, proses penelitian dan pengawasan, pendekatan dan kerja sama kolektif dan studi interdisiplin yang diterapkan RAND Corporation sangat mengesankan dan saya ingin menerapkannya di CSIS.”
Kedekatan Ali Moertopo dengan kelompok Katolik CSIS, "karena sejak awal ia tidak suka kepada Islam atau syariat Islam." Pada Sidang MPRS 1968, Ali Moertopo menyarankan kepada Soeharto agar menolak GBHN yang dirumuskan MPRS yang dipimpin oleh Jenderal Nasution dan Subchan. Ali dkk. berhasil melobi Soeharto yang ‘baru mengenal politik’ saat itu.
Kata Ali Moertopo, "Bapak tidak bisa menerima usulan Badan Pekerja karena semuanya dibuat oleh Nasution dan oknum ABRI berhaluan kanan. Bapak tidak bisa menerima ini karena dalam konsep-konsep tersebut diselipkan perumusan penerapan syariah Islam"
Dari sejenak menengok kebelakang kini kejadian yang sama dengan orang yang berbeda namun semuanya adalah kader Benny Moerdani yaitu Luhut Panjaitan, Hendroprijono, dan beberapa jenderal merah tua berkuasa saat ini bersama Jokowi, telah memiliki strategi untuk menyingkirkan siapapun yang akan menghalangi mereka.
Sekian lama Yusuf Wanandi dan para Taipan menjauhi layar kaca maka ketika tampil bersama Rosi di Kompas TV, Kamis (25/5/2023) adalah sinyal dari pesan yang sama dari pemangku kekuasaan rezim saat ini.
Sangat mungkin rekayasa yang mereka ciptakan para Pemilu 2024 bukan hanya Anies Baswedan yang akan dilenyapkan, Prabowo Subianto akan menjadi sasaran untuk kesekian kali harus dikalahkan.
Untuk tetap memberi jalan dan tempat sesuai keinginan untuk memenangkan dan melahirkan kembali Presiden yang pro-Taipan (Cina) dan anti-Islam.*****