Delapan Syarat Kebangkitan Kepemimpinan Indonesia di Dunia

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto saat di acara wisuda Unnes
Jakarta, FNN. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebutkan setidaknya ada delapan syarat kebangkitan kepemimpinan Indonesia di dunia. Hasto mengatakan hal itu dalam Pidato Inspiratif di Upacara Wisuda Ke-110 Universitas Negeri Semarang (Unnes), di Semarang, Rabu.
 
Menurut Hasto, syarat pertama adalah menggali kembali keseluruhan spirit tentang kepemimpinan Indonesia yang telah ditunjukkan para pendiri bangsa. "Belajar dari kepemimpinan Bung Karno dan Bung Hatta, ada korelasi antara ide/gagasan/imajinasi, spirit, tekad, dan tindakan strategis di dalam mencapai visi kepemimpinan Indonesia," kata Hasto dalam siaran persnya.
 
Di hadapan para wisudawan, Hasto memaparkan panjang mengenai kepemimpinan Proklamator Ir Soekarno membangun Indonesia dan bagi dunia.

Dipaparkannya, bagaimana Soekarno membuktikan sebuah kepemimpinan stratejik yang visioner namun membumi. Itu lahir melalui kepemimpinan intelektual yang menciptakan daya imajinasi tentang masa depan.
 
"Bung Karno memperkirakan pada tahun 1945 bahwa suatu saat Eropa dan Amerika Serikat akan mengalami krisis ekonomi bersamaan akibat bekerjanya kapitalisme. Kapitalisme menciptakan krisis, belum selesai krisis yang satu, muncul krisis lainnya, dengan dampak yang semakin berat dan kompleks. Pandangan ini terbukti pada tahun 2008," jelasnya.

Syarat kedua, kebangkitan kepemimpinan Indonesia bagi dunia, yakni ideologi Pancasila dan UUD 1945 harus dipahami semangat dan konsepnya di dalam membangun kepemimpinan Indonesia.
 
Ketiga, adanya kepemimpinan strategis yang memadukan antara kepemimpinan ideologis yang memberikan arah, dengan kepemimpinan teknokratis yang menghadirkan kepemimpinan intelektual dalam agenda strategis guna membangun rasa percaya diri bangsa untuk percaya pada kekuatan sendiri.
 
Keempat, tersedia konsepsi pola pembangunan dalam perspektif jangka pendek, menengah, dan panjang. Konsep ini menjadi "guideline policy" dari seluruh penyelengga negara di dalam mewujudkan cita-cita nasionalnya.
 
Kelima, pendidikan dan kebudayaan ditempatkan sebagai lambang supremasi kemajuan. Di sini perguruan tinggi harus menjadi motor kemajuan.
 
Keenam, kata Hasto, adalah penguasaan ilmu-ilmu dasar seperti matematika, kimia, fisika, dan biologi dengan berbagai variannya. "Ini bersifat wajib dan harus dipacu pengembangannya secara progresif. Di sini kehadiran BRIN harus memperkuat budaya riset dan inovasi menjadi kultur bangsa," kata Hasto.
 
Ketujuh, adanya sinergi koneksitas antara pemerintah, perguruan tinggi, BUMN, dan badan usaha miliki swasta, yakni dengan mendorong budaya berprestasi, "merit system" di dalam mempercepat kemajuan menjadi bangsa yang berdikari.
 
Kedelapan, tambah dia, bangsa Indonesia harus berani meletakkan nasib bangsa dan Tanah Air di tangan bangsa sendiri karena hanya bangsa yang berani meletakkan nasib di tangan sendirilah yang dapat berdiri dengan kuat.
 
"Karena itu, marilah, dari Universitas Negeri Semarang dengan jejaringnya yang begitu luas, dan kepeloporannya di dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, marilah kita gelorakan kemajuan Indonesia raya dari kampus dengan menggalakkan riset dan inovasi yang membumi, yang mempercepat jalan Indonesia berdikari," tegas Hasto.
 
Upacara wisuda dipimpin Rektor Unnes Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Acara dilakukan secara hybrid. Para wisudawan hadir secara langsung di Aula Unnes, sementara keluarga serta peserta lainnya hadir melalui layanan telekonferensi.
 
Sementara Hasto hadir didampingi jajaran DPD PDIP Jawa Tengah. Tampak hadir di antaranya Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto bersama Wakil Ketua Sofwan. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR RI Agustina Wilujeng. (Ida/ANTARA)
218

Related Post