Di Bawah Jokowi, Persaingan Politik Indonensia Tidak Berpola Karena Tidak Ada Upaya untuk Menanamkan Nilai

Presiden Joko Widodo

Jakarta, FNN - Presiden Jokowi menghadiri Harlah ke-25 PKB di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Minggu (23/723). Dalam pidatonya di acara tersebut, Jokowi mengingatkan bahwa perbedaan pilihan politik merupakan hal yang wajar dalam demokrasi. Oleh karena itu, Jokowi meminta agar masyarakat tidak saling bertengkar dan tidak saling menjelekkan capres lain pada pemilu 2024. Jokowi juga mengungkapkan bahwa para elite partai, para ketua umum partai, hingga calon presiden bahkan sering berkumpul bersama, makan-makan bareng, ngopi bareng, tapi yang di bawah saling bertengkar dan berkepanjangan. Jokowi berharap agar setelah pemilu berakhir, masyarakat bisa kembali bersatu.

Menanggapi pidato Jokowi tersebut, Rocky Gerung dalam kanal You Tube Rocky Gerung edisi Senin (24/7/23) mengatakan, “Yang di bawah juga bilang, kita heran, kok, Pak Jokowi bisa duduk tanpa pikiran itu, mondar-mandir saja dari satu koalisi ke koalisi lain, sama saja. Jadi, justru rakyat kecil melihat ini ngapain ngopi-ngopi. Ini ada soal bangsa yang mau berantakan. Kira-kira begitu ucapan rakyat di bawah.”

“Ini orang kayak para politisi tanpa ide politik. Karena itu, isinya ngopi-ngopi doang. Kalau ngopi ada pikirannya, bagus. Ini kan ngopi tanpa arah. Jadi orang anggap ini Jokowi, ini negara tanpa kepala negara, kira-kira begitu. Karena isinya adalah dari satu forum ke forum yang lain, baru mulai ngeledek-ledek rakyat,” lanjut Rocky.

Yang terjadi adalah justru rakyat yang tadinya bingung, tapi lama-lama karena ketidakonsistenan Jokowi konsisten, maka sekarang jadi lebih paham. Oleh karena itu, tampaknya sekarang rakyat juga lebih santai. Contohnya, kini relawan Jokowi tidak semuanya mengikuti Jokowi, ada yang ikut Ganjar, ada yang ikut Prabowo, dan ada juga yang ikut Anies.

“Ya, itu poin tadi bahwa ini negara ada kepala negara, tapi kepalanya kosong. Jadi, orang kalau kepalanya kosong, ya ngopi-ngopi saja, karena nggak ada yang mau dipikirin. Jadi, sebetulnya tidak ada semacam kegembiraan untuk menyambut politik karena tidak ada upaya untuk menanamkan nilai di dalam pertarungan politik,” ungkap Rocky dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

Rocky menganggap bahwa ini memang situasi dari berantakan menjadi lucu, dari lucu menjadi absurd, dan kita sebetulnya menunggu satu sinyal baru dari mahasiswa, dari masyarakat sipil, atau dari LSM yang berupaya untuk mengembalikan Indonesia yang berpikir, karena selama ini tidak ada pikiran di kepala negara.

Sebenarnya kalau Jokowi mau rakyatnya rukun, dia harus berhenti cawe-cawe. Sampaikan saja pada rakyat bahwa dia mau madep pandito, lengser Keprabon pulang ke Solo.

“Itu kalau memang mentalnya mental pandito, tapi kalau mentalnya bertentangan dengan itu, artinya dia punya kecemasan bahwa dia tidak akan jadi pandito, karena itu dia berupaya untuk tangannya cuman dua, tapi mau ada di 3-4 harta supaya bisa ikut-ikut ngatur. Jadi orang yang menjadi pandito sebetulnya dia potong tangannya supaya dia enggak campur tangan lagi tuh. Ini tangannya justru jadi banyak tuh. Dan tangannya yang sudah banyak itu enggak cukup, dia tambah lagi tangan orang lain. Ada tangan yang lagi ngaduk-aduk Golkar, PDIP, Demokrat. Jadi semua kaki tangan Jokowi itu sekarang bergerak bukan lagi secara sembunyi, tapi secara terbuka. Bergerak di Golkar, Demokrat, nanti lagi bergerak di PKS. Kalau bergerak di Nasdem sudah dari awal,” ungkap Rocky.(ida)

300

Related Post