Dua Mantan Pejabat PT BGR Diperiksa KPK Terkait Korupsi Distribusi Bansos
Jakarta, FNN - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang mantan pimpinan wilayah PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi anggaran distribusi bantuan sosial (bansos) beras di Kementerian Sosial tahun 2020.
Dua saksi tersebut yakni Kepala Divisi Regional Lampung PT BGR Januari-Oktober 2020 Slamet Baedowi dan Kepala Divisi Regional Medan PT BGR September-Desember 2020 Sumarsono.
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain masih terkait dengan distribusi bansos beras di wilayah Lampung dan Medan, Sumatra Utara," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Salah satu poin penting yang didalami penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut adalah soal perintah tersangka Dirut PT BGR 2018 2021 Muhammad Kuncoro Wibowo (MKW) untuk membuat dokumen fiktif.
"Didalami juga terkait dugaan adanya perintah tersangka MKW untuk membuat berbagai dokumen fiktif terkait distribusi bansos dimaksud," ujar Ali.
Konstruksi perkara korupsi anggaran distribusi bansos tersebut diduga terjadi pada sekitar Agustus 2020. Saat itu, Kementerian Sosial mengirimkan surat pada PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) untuk dilakukan audiensi dalam penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial beras di Kemensos.
Dalam audiensi tersebut, PT BGR Persero diwakili Budi Susanto (BS) selaku Direktur Komersial menyatakan terkait kesiapan perusahaannya untuk mendistribusikan bantuan sosial beras pada 19 provinsi di Indonesia.
Sebagai langkah persiapan, BS memerintahkan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa April Churniawan (AC) untuk mencari rekanan yang akan dijadikan sebagai konsultan pendamping.
Mendengar adanya informasi kebutuhan rekanan tersebut, Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren (IW) dan Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani (RR) memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah dan disetujui BS yang berlanjut pada kesepakatan harga dan lingkup pekerjaan untuk pendampingan distribusi bansos beras.
Kemensos memilih PT Bhanda Ghara Reksa sebagai distributor bansos beras dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) pada program keluarga harapan (PKH) dalam penanganan dampak COVID-19 dengan nilai kontrak Rp326 miliar.
Pihak PT Bhanda Ghara Reksa Persero melakukan penandatanganan perjanjian diwakili Direktur Utama Muhammad Kuncoro Wibowo (MKW).
Agar realisasi distribusi bansos beras dapat segera dilakukan, AC atas sepengetahuan MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik Richard Cahyanto (RC) tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya.
Rekayasa tersebut dilakukan atas sepengetahuan MKW, BS, AC, IW, RR dan RC.
Selain itu, IW dan RR juga ditunjuk menjadi penasihat PT Primalayan Teknologi Persada agar dapat meyakinkan PT Bhanda Ghara Reksa mengenai kemampuan dari PT Primalayan Teknologi Persada.
Penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT Bhanda Ghara Reksa dengan PT Primalayan Teknologi Persada tidak dilakukan kajian dan penghitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur.
Atas ide IW, RR dan RC, PT Primalayan Teknologi Persada membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bansos beras.
Periode September 2020-Desember 2020, RR menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT Bhanda Ghara Reksa dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PT Primalayan Teknologi Persada.
Penyidik KPK juga menemukan rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT Primalayan Teknologi Persada dengan kembali mencantumkan backdate.
Periode Oktober 2020-Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 miliar dari rekening PT Primalayan Teknologi Persada yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras.
Penyidik KPK memperkirakan perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 miliar.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(sof/ANTARA)